Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Netik Indrawati
Abstrak :
Tesis ini menjelask:an kebijakan luar negeri Australia terhadap 43 pemohon suaka politik asal Papua, Indonesia. Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini akan mencakup pembahasan mengenai kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia, kebijakan Australia terhadap permohonan suaka politik. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan Australia mengabulkan permohonan suaka politik warga Papua, dalam hal ini Australia memberikan visa perlindungan sementara selama tiga tahun (Temporary Protection Visa) dan setelah habis masa berlakunya bisa ditinjau kembali. Tesis ini diawali dengan menjelaskan kondisi ekstemal dan internal yang melatarbelakangi perumusan kebijakan luar negeri Australia, pasang suru1nya hubungan Indonesia-Australia, latar belakang 43 warga Papua mengajukan permohonan suaka ke Australia serta kebijakan Australia terhadap pennohonan suaka politik. Dalam menjelaskan kebijakan Australia terhadap 43 pemohon suaka politik asal Papua, penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri yang dikemukakan oleh • Rosenau, Holsti, dan Lentner bagaimana perumusan sebuah kebijakan luar negeri suatu . negara, hak asasi man usia Mansyur Effendi, dimana Australia menganggap adanya i pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan konsep kepentingan nasional dari I Morgenthau, yang menyatakan bahwa kepentingan nasional sangat penting dalam usaha- usaha untuk menggambarkan. meramalkan suatu perilaku internasional. Penulis juga memakai konsep suaka untuk memberi penjelasan lebih jauh tentang definisi suaka serya hukum permohonan dan pemberian suaka dan diplomasi bilateral dan preventive.Dalam tesis ini penulis menggunakan metode penelitian eksplanatif dimana menjawab pertanyaan mengapa Australia menetapkan kebijakan terhadap Indonesia untuk mengabulkan pennohonan suaka politik 42 warga Papua. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis seperti buku majalah, surat kabar, jurnal, dokumen website dan sebagainya. Teknik pengumpulat~ data yang digunakan adalah data deduktif, dimana menganalisa data-data yang bersifat umum, kemudian baru dikategorikan ke dalam hal-hal yang bersifat khusus. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa alasan Australia menetapkan kebijakan untuk mengabulkan permohonan suaka politik warga Papua, Indonesia adalah faktor ekstemal dan internal yang mendasari perumusan kebijakan luar n~geri~~a, faktor intemalnya adalah des:UCa~ elemen masyarakat Australia Yang diwakih oleh partai Hijau, faktor kepemtmpman Howard yang kurang bersahabat dengan negara-negara Asia, menjaga popularitas, sementara faktor eksternalnya adalah upaya untuk menegakkan hak asasi manusia, dan adanya d~gan ~on~es AS untuk mengabulkan pennohonan suaka warga Papua tersebut. D1sampmg Itu Australi mengemukakan alasan mengabulkan pennohonan suaka p~litik tersebut ~dalah sesu~ dengan apa yang tertera dalam peraturan-peraturan naswn~l maupun ~ntemasionai mengenai suaka ataupun pengungsi: hukum nasional Au~trah~, Konvens1 PBB tahun 1951 t.entang pengungsi dan Protokol 1967, D~klarasi Umve~sal Hak~Hak Asasi Manusta. Australia menyatakan dalam rangka menjalankan kepent~gan n~siOnalnya untuk berperan serta menjadi masyarakat intemasional yang h~k yakm. melindungi masyar~at. yang hak asasinya terabaikan. Hubungan Indonesm-Australra memanas pasca dtbenkannnya suaka untuk 42 warga Papua: Perum~san sebuah kebijakan Iuar negeri suatu ~egara di~asari oleh faktor ~k~emal dan mtemal dan dalam rangka memenuhi kepentmgan nasronalnya. Australi mgrn bell?eran aktif dalam mewujudkan perdamaian d~n.ia dengan cara bias memban~ menga~s1 masalah-masalah intemasional, dalam hal mt upa~~ peneg~an hak asasi manus~a. Australia beranggapan bahwa 42 warga Papua rm terabrukan hak asa . manust~ya. Desakan dari elemen masyarakat Austra1ia dan sikap perdana mente~ Austral~a John Howard yang tidak bersahabat dengan negara-negara Asia dan populantas kepemimpinannya mulai menurun, mendorong Australia untt k mengabulkan permohonan suaka politik 42 warga Papua, Indon ......This research describes Australia's foreign policy over 43 asylum seekers from Papua, Indonesia. It covers Australia's foreign policy over Indonesia and over asylum seekers. It aims to know Australia's reasons in granting their political asylum request, in this case Australia decided to grant the temporary protection visa valid for 3 years and after 3 years it can be reviewed. This research starts describing the external and internal condition serving as the background of Australia' foreign policy, the up and down of the relationship between Indonesia and Australia, 43 Papuan's reason in proposing the asylum, and Australia's foreign policy over it. In describing the Australia's policy over 43 Papuans, the writer uses Rosenau, Holsti and Lentner's theories of foreign policy , Mansyur Effendi's human rights. Australia suspects that Indonesia ignored the Papuans' human rights. It is also used Morgenthau' concept of national interest, it is very important in predicting, describing the international action. Australia wants to be a good international citizen, take part in solving international problems such as human rights ignorance. It also used the concept of asylum to explain further about the definition of asylum and the law or requesting and granting such asylum. Also it is used the theories of Watson and Roy's Diplomacy. The writer uses the explanative research method to answer why or what reason Australia granted Papuans' asylum. The writer uses the secondary data from books, magazines, newspapers, journals, documents, and websites. The technique of collecting data is deductive data, analyzing general data, then categorized them into special ones. The result of the research shows Australia's reasons in granting the 42 Papuan's asylum are the internal and external factors as the background of its policy. The internal factors are the press from the Australia society, the prime minister John Howard's leadership that are not friendly to Asia, lack of popularity, meanwhile the external ones are human rights protection, press from USA congress. Australia assumed that it decided to grant the asylum request based on its national law, international law, 1951 convention, and 1967 protocol about the refugee, human right universal declaration. In fulfilling its national interest Australia wants to be a good international citizen in protecting people from human rights abuse. Australia's foreign policy of granting the Papuans' asylum spoiled its relation with Indonesia. The formulation of foreign policy is based upon the internal and external factor in meeting the national interest. Australia wants to take part in making peacefulness in the world by solving the international issues, such as human rights abuse. Australia considered that 42 Papuan had their human rights abused. Besides that there was press from the Australians and the prime minister, John Howard's unfriendly with Asia, Jack of popularity. These caused Australia grant the Papuans'asylum.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S26051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Clarissa
Abstrak :
Dalam perjalanan menuju negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan, pencari suaka seringkali melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan kapal yang tidak laik laut dan seringkali pula dilakukan dengan bantuan kelompok penyelundup migran. Perjalanan yang berbahaya ini mengakibatkan banyaknya kapal pencari suaka yang mengalami kecelakaan di laut sehingga para pencari suaka seringkali berada dalam keadaan bahaya di laut. Hukum internasional mewajibkan negara untuk melakukan SAR untuk menyelamatkan setiap orang yang berada dalam keadaan bahaya di laut, termasuk pencari suaka. Ketentuan SAR secara khusus diatur dalam International Convention on Maritime Search and Rescue. Pelaksanaan upaya SAR bagi pencari suaka terkait pula penentuan place of safety, prinsip non-refoulement dan tindak pidana penyelundupan migran. ...... The journey to the destination country to seek protection, asylum-seekers frequently take the journey through sea by sea unworthy boats and they are seldom helped by migrant smugglers. This dangerous journey has caused a lot of asylum-seekers faced accident at sea and made them in distress at sea. International law obliges states to do SAR operation to save every person who is in distress at sea, including asylum-seekers. The special provisions related to SAR are consisted in International Convention on Maritime Search and Rescue. SAR operation to save asylum-seekers also related to the determination of place of safety, non-refoulement principle and migrant smuggling.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Nyoman Surya Astika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26152
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Bohari
Abstrak :
ABSTRAK Indonesia bukan negara pihak dan tidak meratifikasi UN Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi Status Pengungsi) Tahun 1951. Ditinjau dari aspek hukum internasional, maka permasalahan pengungsi merupakan hak prerogatif negara tersebut  apakah mau atau tidak menerima para pencari suaka dan pengungsi masuk ke wilayahnya. Namun dari aspek kemanusiaan, bahwa setiap negara wajib memberikan perlindungan bagi setiap orang yang terancam jiwanya, sekalipun orang tersebut bukan warga negaranya. Komitmen Indonesia atas perlindungan pengungsi terlihat ketika Indonesia menampung pengungsi Vietnam di Pulau Galang tahun 1979. Indonesia pada dasarnya telah mengadop Konvensi Status  Pengungsi Tahun 1951 dan Protokolnya Tahun 1967 dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dimana Pasal 25 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan suaka kepada orang asing. Hal ini membuat Indonesia terlilit permasalahan akibat lamanya proses penentuan status sebagai pengungsi. Keberadaan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia dengan berinteraksi dengan warga lokal, membawa dampak ideologi, sosial budaya, pelanggaran hukum dan ancaman bagi keamanan nasional. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Kesimpulannya Meskipun telah diterbitkan  Perpres 125 tahun 2016 tentang Penanganan pengungsi dari luar negeri, namun materi muatan dan implementasi belum menemukan solusi lamanya proses menunggu pengungsi. Solusi yang ditawarkan adalah pembentukan UU penanganan pengungsi, penempatan pengungsi di pulau tertentu, pemberian hak bekerja dan berusaha serta revitalisasi community house.
ABSTRACT As a country, Indonesia upholds the safety and well-being of each person, including asylum seekers from foreign countries. Indonesia possess a strong committment to protect asylum seekers. For example, Indonesia once accepted and accomodated 250.000 Vietnamese into Galang Island, Riau Province in 1979. Although Indonesia is non-ratifying country of the UN Convention Relating to the Status of Refugee 1951, Indonesia has adopted its values through Article 25 of Law No. 37 of 1999 on Foreign Relations which authorize the President of Indonesia to provide asylum to refugees in need. However, some issues remains in Indonesia as transit country including the process to determine refugee status which take longer than it needs to be. This issue should be addressed quickly because when refugees are permitted entry to a country, it will have impacts to several aspects, such as ideology, socio-cultural, legal, and national security. This research is conducted using normaitve juridical approach which focused to analyze the implementation of norms and rules in positive laws. This research finds that although Indonesia has Presidential Decree No. 125 of 2016 on the Treatment of Refugees and Asylum Seekers, but it is still inable to provide solution to accelereate the process of determining refugee status. This research offers to create a Law (UU) specific on the treatment of refugee, relocate the refugee into an empty island, provide the refugee with right to work and right to own a business, and revitalize community house.

Keywords: Asylum Seekers, status of Refugee, Transit Country

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Aribowo
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengungsi dan Pencari Suaka dari Asia yang masuk ke Indonesia untuk transit ke negara ketiga. Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi mendapatkan sejumlah permasalahan dalam menghadapi Pengungsi dan Pencari Suaka yang transit di Indonesia. Termasuk di dalamnya upaya pemenuhan Hak-Hak Asasi Pengungsi dan Pencari Suaka. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian didapatkan pemahaman bahwa keengganan Indonesia untuk meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi menyebabkan Indonesia belum dapat menentukan sendiri status pengungsi. Sehingga harus bekerjasama dengan lembaga internasional yang fokus pada penanganan pengungsi, yaitu United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . Penulis juga menyarankan, Indonesia perlu melakukan ratifikasi terhadap Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi, agar dapat lebih leluasa membantu penanganan pengungsi yang transit dan hadir di Indonesia. Indonesia juga diharapkan bisa membantu semaksimal mungkin pemenuhan hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka yang transit di Indonesia dengan peraturan perundang-undangan yang ada. ......This thesis discusses the Legal Protection and Human Rights of Refugees and Asylum Seekers from Asia who enter Indonesia for transit to third countries. Indonesia that has not ratified the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees has received several problems facing Refugees and Asylum Seekers who transit in Indonesia. This includes efforts to fulfill the Refugees 39 and Asylum Refugees 39 Rights. The method used in writing is the normative research method with the approach of legislation, historical approach, comparative approach, and conceptual approach. From the research result, it is found that Indonesia 39 s reluctance to ratify the 1951 Convention on the Management of Refugees has made Indonesia unable to determine its own refugee status, so it must cooperate with international institutions focusing on refugee handling, United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . The authors also suggest that Indonesia needs to ratify the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees, in order to more freely assist the handling of refugees who transit and present in Indonesia. Indonesia is also expected to help as much as possible the fulfillment of the basic rights of refugees and transit asylum seekers in Indonesia with existing laws and regulations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priambodo
Abstrak :
Berakhirnya kerjasama Indonesia dan Australia dalam Regional Cooperation Agreement (RCA) yang telah dibangun sejak tahun 2000 memunculkan permasalahan baru bagi kelompok Pengungsi dan Pencari Suaka yang berada di Indonesia. Kajian ini menganalisa latar belakang serta dinamika berakhirnya perjanjian bilateral penanganan pegungsi dan pencari suaka di Indonesia. Dengan mengadopsi teori neo-classical realism sebagai kerangka analisis terhadap variabel data dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi berakhirnya kerjasama Regional Cooperation Agreement (RCA) dilatar belakangi oleh terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 125 tahun 2016 disajikan sebagai faktor sistemik yang memunculkan reaksi penilaian domestik Australia sebagai intervening variables yang mencakup persepsi pemimpin, budaya strategis, hubungan negara masyarakat, dan struktur negara dan politik domestik. ......The end of the cooperation between Indonesia and Australia in the Regional Cooperation Agreement (RCA), which has been built since 2000, has created new problems for groups of refugees and asylum seekers who have been displaced in Indonesia. This study analyzes the background and dynamics of the termination of the bilateral agreement on handling refugees and asylum seekers in Indonesia. By adopting the theory of neoclassical realism as a framework for analyzing the data variables in this study, the factors that influenced the termination of the Regional Cooperation Agreement (RCA) were motivated by the isuued of Presidential Decree of the Republic of Indonesia No. 125 of 2016 as systemic factor which triggered Australia domestic assesment presented as an intervening variable which includes the perception of leaders, cultural strategies, public relations, and the structure of the state and domestic politics.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Syafaat Habibi
Abstrak :
Pemenuhan akses keadilan melalui pemberian bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang termasuk pengungsi dan pencari suaka. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Namun pemberian bantuan hukum kepada pengungsi dan pencari suaka pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, UU HAM, dan UU Bantuan Hukum. Padahal keadilan memiliki sifat kesamaan atau kesetaraan yang mana hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan ras, warna kulit, kebangsaan, bahasa, agama, dan status kewarganegaraan. Kehilangan status kewarganegaraan bukan berarti akan menghilangkan hak asasi manusianya. ......Fulfilling access to justice through the provision of legal aid is a human right that is owned by everyone, including refugees and asylum seekers. The Constitution of Republic Indonesia, Law Number 39 of 1999 on Human Rights, and Law Number 16 of 2011 on Legal Aid have mandated that everyone has the right to recognition, guarantees, protection and legal certainty that is just and equal treatment before the law. However, the provision of legal aid to refugees and asylum seekers has in fact never been implemented in accordance with the Constitution of Republic Indonesia, the Human Rights Law and the Legal Aid Law. In fact, justice has the nature of equality or similarity, which is a human right that cannot be eliminated on the grounds of race, color, nationality, language, religion and citizenship status. Losing his citizenship status does not mean that he will lose his human rights.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Alam Islami
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini akan menjawab pertanyaan, ldquo;potensi konflik apa yang berkembang antara pencari suaka dan pengungsi dengan masyarakat Desa Batulayang, Cisarua, Bogor? rdquo;. Sebelumnya, Desa Batulayang merupakan salah satu wilayah dengan tingkat konsentrasi dan jumlah imigran asing yang cukup tinggi ditengah derasnya arus migran yang terus terjadi sampai saat ini. Menurut penulis, keberadaan pencari suaka dan pengungsi tersebut di tengah-tengah masyarakat akan menimbulkan implikasi tertentu, salah satu nya adalah keberadaan potensi konflik. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori eskalasi konflik menurut Friedrich Glasl yang memaparkan bawa terdapat tahap-tahap tertentu dalam sebuah eskalasi konflik, dari sebuah potensi hingga menjadi konflik yang menimbulkan korban. Selain itu, dalam usaha penulis mencari data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan wawancara pada pihak-pihak tertentu. Selanjutnya, penulis mendapatkan temuan-temuan yang menunjukkan terdapat potensi konflik dalam tingkatan tertentu yang sesuai dengan teori eskalasi konflik di Desa Batulayang.
ABSTRACT This research will answer the question of conflict escalation between asylum seekers and refugees with the local communities of Batulayang Village, Cisarua, Bogor. Previously, Batulayang Village was one of the areas with high levels of concentration and high number of foreign immigrant. In my assumption, the existence of asylum seekers and refugees in the midst of society will lead to certain implications, one of which is the potential existence of conflict. In this study, the author uses the theory of conflict escalation by Friedrich Glasl which describes that there are certain stages in an escalation of conflict, from a potential to a conflict that caused the victim. In addition, in the authors attempt to find data, the authors use qualitative methods with interviews on certain parties. Furthermore, the authors find findings that indicate the potential for conflict in a certain degree that is compatible with conflict escalation theory in Batulayang Village.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huda
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai kisah eksil Indonesia di Belanda secara kronologis dengan memaparkan latar belakang pengiriman mahasiswa Indonesia ke luar negeri pada tahun 1956 mdash;1964 oleh Presiden Sukarno. Mereka dikirim ke sebagian besar negara-negara di Eropa Timur untuk mempelajari bidang pengetahuan masing-masing dan diharuskan kembali lagi ke Indonesia setelah masa studi untuk mengabdi. Pada kurun waktu 1965 mdash;1966, mereka harus berhadapan dengan perubahan kondisi politik yang curam. Sebagai konsekuensi dari kondisi politik tersebut, sebagian besar dari mereka dengan latar belakang politik yang beragam dicabut paspornya dan kehilangan identitasnya sebagai Warga Negara Indonesia. Seluruhnya harus berpindah dari satu negara ke negara lainnya untuk mencari suaka sementara hingga akhirnya sampai ke Belanda untuk menetap sebagai suaka akhir. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan studi literatur, berita-berita sezaman, serta sumber lisan sebagai penunjang utama penelitian.
ABSTRACT
This research chronologically discusses about Indonesian exiles in the Netherlands with precedent explanation about historical background of sending Indonesian students abroad in 1956 1964 by President Sukarno. They were sent to most of Eastern Europe countries to deepen their respective subject and were obligated to come home to serve the country, Indonesia, upon completing their study. In 1965 1966, they were faced by Indonesian political transition. As a consequence, most of Indonesian students rsquo passport living abroad with a distinct political background were revoked and lost their citizenship. They might seek for asylum to support their living, moved from one to another country and stop at the Netherlands as the last place to seek for asylum. This research used historical methods by collecting data, including primary and oral resources as supporting data.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>