Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Handayani Primandiri
"

Dalam pembuktian di Pengadilan, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari akta tersebut. Untuk dapat dikatakan sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna maka harus memenuhi syarat autentisitas yang telah ditentukan dalam undang-undang dan juga kekuatan pembuktian dari akta tersebut. Syarat yang ditentukan dalam undang-undang yakni yang ada dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang mana dibuat berdasarkan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat. Sementara kekuatan pembuktian terbagi menjadi tiga yakni, kekuatan pembuktian lahiriah, formil, dan materiil. Baik Notaris/PPAT sebagai pejabat umum memiliki kewajiban berdasarkan undang-undang untuk mencatatkan setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya dalam suatu buku daftar akta atau repertorium. Buku daftar atau repertorium ini juga menjadi tanggung jawabnya selama menjalankan profesinya. Lantas bagaimana jika suatu akta yang telah dikeluarkan oleh Notaris/PPAT tidak dicatatkan didalam buku daftar akta atau repertorium. Apakah hal ini akan berpengaruh pada kekuatan pembuktian akta tersebut? Hal inilah yang menjadi dasar penulisan skripsi dengan metode penelitian yuridis normatif. Bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan fakta bahwa dalam hal Notaris/PPAT tidak mencatatkan akta-akta tersebut pada buku daftar akta atau repertorium tidak akan mengakibatkan akta tersebut berubah nilai kekuatan pembuktiannya. Sebab proses pencatatan ini hanya merupakan proses administratif saja. Terkait dengan tidak dicatatkannya akta ini pada buku daftar akta atau repertorium merupakan suatu pelanggaran administratif yang sanksinya dapat berupa sanksi administratif, kode etik, atau apabila pihak lain merasa sangat dirugikan maka Notaris/PPAT dapat bertanggung jawab secara pidana maupun perdata juga.

 


In evidentiary court, an authentic deed has the power of proof that is perfect for those who have litigated or have obtained the right from the deed. To be able to be said as evidence that has a perfect proof of strength, it must meet the requirements of authenticity specified in the law and also the strength of proof of the deed. The conditions specified in the law, namely in Article 1868 of the Civil Code that made based on the form determined by law, made by or in front of the public official authorize for that place where the deed was made. While the strength of proof is divided into three namely, the strength of physical evidence, formal, and material. Both the notary / PPAT as a public official has an obligation under the law to record each deed made by or in his presence in a deed register book or repertorium. The register book or repertorium is also his responsibility while carrying out his profession. So what if a deed that has been issued by a notary / PPAT is not recorded in the deed register book or repertorium. Will this affect the strength of proof of the deed? This is the basic questions of writing in this thesis with normative juridicial research methods. Based on the research conducted, it was found that in this case the notary / PPAT does not record the deed in the deed register book or the repertorium will not cause the deed to change the value of the strength of the proof. Because this recording process is only an administrative process. Related to the non-registration of this deed in the register book of the deed or repertorium is an administrative violation whose sanctions can be in the form of administrative sanctions, code of ethics, or if other parties feel very disadvantaged then the notary / PPAT can be held liable both criminal and civil.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Salsabila
"Pada hukum Islam, pembagian harta warisan ialah salah satu kajian Islam yang pada keilmuan islam dibahas secara khusus pada fiqh mawaris. Dalam praktiknya terdapat pewarisan yang tidak mengikutsertakan anak dari pewaris dengan berbagai alasan. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode analisis kualitatif. Rumusan masalah yang digunakan ialah bagaimana upaya hukum terhadap anak yang tidak diperhitungkan sebagai ahli waris dalam Penetapan Waris Nomor 195/Pdt.P/2020/PA.KBr. dan bagaimana kekuatan pembuktian Tes DNA dibandingkan dengan Akta Kelahiran dalam Putusan Gugatan Pembatalan Penetapan Waris berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Padang Nomor 11/Pdt.G/2023/PTA.Pdg.. Dalam hal Upaya hukum yang dapat digunakan oleh anak dibawah umur yang tidak diikut sertakan sebagai ahli waris dimana sudah terbitnya Penetapan Waris ialah Kasasi dan Peninjauan Kembali. Berkaitan dengan kekuatan pembuktian Tes DNA dibandingkan dengan Akta Kelahiran ialah Tes DNA diperlukan untuk mengklarifikasi pengakuan dari Ibu si anak yang menyatakan bahwasanya anak tersebut bukanlah anak dari si Pewaris. Saran yang diberikan ialah agar pembagian waris dijalankan berdasarkan prinsip keadilan dan kepastian hukum sehingga yang menerima waris benar-benar orang yang berhak sesuai hukum yang berlaku dan agar dalam hal adanya ketidakpastian mengenai ahli waris yang benar-benar bernasab kepada pewaris, hendaknya hukum acara yang mengatur mengenai pewarisan baiknya mengakomodir mengenai tes DNA secara lebih komprehensif.

In Islamic law, the division of inheritance is one of the Islamic subjects discussed specifically in Islamic jurisprudence (fiqh mawaris). In practice, many cases of inheritance occur that do not include the children of the deceased for various reasons. This study aims to analyze the legal efforts to preserve the rights of heirs to the inheritance that belongs to them based on inheritance law. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as the research target. This research uses secondary data with a qualitative analysis method. The problem statements used are: How are the legal efforts for children who are not considered as heirs determined in Inheritance Determination Number 195/Pdt.P/2020/PA.KBr., and What is the strength of DNA testing compared to Birth Certificates in the Decision to Annul the Inheritance Determination based on the Decision of the Higher Religious Court of Padang Number 11/Pdt.G/2023/PTA.Pdg.? Regarding the legal remedies available to underage children who were not included as heirs after the issuance of the Inheritance Determination, they include Cassation and Review. In relation to the strength of DNA testing compared to Birth Certificates, DNA testing is necessary to clarify the statement made by the child's mother, indicating that the child is not the offspring of the deceased. The suggestion provided is that the distribution of inheritance should be carried out based on the principles of justice and legal certainty, ensuring that the inheritors are those entitled according to applicable law. In cases of uncertainty regarding the rightful heirs of the deceased, the procedural law concerning inheritance should ideally accommodate DNA testing more comprehensively."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library