Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeffry Ricardo
Abstrak :
Banyak sekali tindak kejahatan yang sulit untuk diungkap oleh aparat penegak hukum karena sulit menemukan bukti-bukti serta informasi yang minim di lapangan karena pelaku tindak kejahatan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk tidak meninggalkan jejak agar kasusnya tidak dapat terungkap sehingga penyidik membutuhkan instrumentasi untuk mendukung mengungkap tindak kejahatan. Instrumentasi tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan alat Lie Detector. Alat lie detector didesain untuk melihat perilaku tubuh manusia saat dalam kondisi tertekan. Alat ini tidak dapat secara spesifik mendeteksi apakah seseorang berbohong atau tidak. Lie detector hanya mengukur reaksi psikologis manusia sebagai indikasi seseorang berbohong atau tidak. Seorang pembohong ?kelas kakap? mungkin biasa bersikap sangat tenang sehingga reaksi psikologisnya tak terdeteksi. Dalam hal ini operator lie detector mesti benar-benar berpengalaman. Di negara maju, khususnya Eropa dan Amerika Serikat, lie detector sudah sering digunakan dan menjadi prosedur standart dalam memeriksa penjahat dan dalam mengungkapkan kasus kriminal. dengan kata lain, penjahat bila ingin perkaranya sampai di pengadilan, dia harus melalui test dengan alat ini dahulu. Pelaksanaannya dilakukan pihak independen (independent examiner), biasanya seorang psikolog, dan hasil akhir untuk menilai tingkat kebohongan itu juga di tangan psikolog. Polisi yang menangani kasus akan menerima hasil yang sudah matang dari psikolog tersebut. Ahli hukum di sana berpendapat, psikolog tentunya akan lebih memahami masalah kejiwaan, sehingga apabila pemeriksaan lie detector dilakukan oleh psikolog, maka hasilnya akan lebih akurat dan obyektif. Alat ini dikenal dengan nama Polygraph Test. ...... There are so many crime that are difficult to be revealed by law enforcement officials it because less of information and evidence that made by the criminals. Criminals always try not to make any trace of evidence so that the case can not be revealed, the investigator need an instrumentation to support revealing the crimes. One of the instrument is using the lie detector. Lie detector was designed to view the conduct of human body in the pressured condition. Lie detector can not specifically detect whether a person is lying or not. Lie detector only measuring a human reaction as an indication of a person's psychological. An expert liar usually can act very quiet so that the phsycological reaction is hard to be detected. In this case the examiner of lie detector must have an experienced. In the advance country, especially in Europe and USA, lie detector is often to used and already become standart procedure to examining the criminals and to revealing the criminal cases. The implementation do by the independent examiner, usually a psychologist and the assessment result also in the hands of psychologists. The police who handled the case will receive the results from the psychologist. The legal experts in there argued that the psychologists would be more understand of the psychological problems. so that if the lie detector examination do by a psychologist, then the result would be more accurate and objective. The lie detector examination is known as the Polygraph Test.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Raquela Raya
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kekuatan pembuktian keterangan anak di bawah umur untuk dijadikan Saksi dalam tindak pidana pencabulan. Mengenai keterangan anak di bawah umur sebagaimana diatur dalam peraturan Pasal 171 KUHAP dikatakan bahwa anak di bawah 15 (lima belas) tahun tidak berkompeten untuk dijadikan Saksi, dikarenakan anak yang memberikan keterangan tidak berada di bawah sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk guna menambah keyakinan Hakim jika ditunjang oleh alat bukti yang sah lain. Namun, jika keterangan anak hanya dijadikan alat bukti petunjuk, tidak dapat pula dikatakan sebagai alat bukti yang sah, karena tidak disumpah. Sedangkan pada kasus tindak pidana pencabulan, banyak ditemukan anak menjadi Saksi dan/atau Korban sebagai alat bukti satu-satunya. Oleh sebab itu, pada skripsi ini akan membahas yaitu, kekuatan pembuktian Anak Saksi dalam tindak pidana pencabulan, yang memenuhi kriteria fit to stand a trial, perbaikan yang perlu dilakukan dalam rangka melindungi anak sebagai Saksi tindak pidana pencabulan dan RUU KUHAP dapat mengakomodasi hal tersebut. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif, di mana data penulisan ini berasal dari studi kepustakaan, wawancara Ahli dan Undang-Undang terkait. Hasil penulisan ini mengarahkan untuk dilakukan perbaikan pengaturan hukum di Indonesia yaitu anak di bawah umur yang akan dijadikan saksi tindak pidana pencabulan harus memenuhi batasan minimal umur dan melewati pemeriksaan kompetensi sesuai prinsip fit to stand a trial. Dan dalam rangka melindungi hak anak sebagai Saksi, anak wajib didampingi oleh Ahli Psikiatri Forensik sebelum persidangan, persidangan dan setelah persidangan. ......This thesis discusses the strength of proof of the testimony of minors to be used as witnesses in criminal acts of obscenity. Regarding the testimony of minors as stipulated in Article 171 of the Criminal Procedure Code, it is said that children under 15 (fifteen) years are not competent to be made witnesses, because children who give statements are not under oath and their statements are only used as a guide to add to their conviction. Judge if supported by other valid evidence. However, if the child's statement is only used as evidence, it cannot also be said to be valid evidence, because it is not sworn in. Meanwhile, in cases of criminal acts of sexual abuse, many children were found to be witnesses and/or victims as the only evidence. Therefore, this thesis will discuss, namely, the strength of proof of Child Witnesses in criminal acts of obscenity, which meet the fit to stand a trial criteria, improvements that need to be made in order to protect Children as Witnesses in criminal acts of obscenity and the Criminal Procedure Code Bill can accommodate this. This writing uses a juridical-normative method, where the data for this writing comes from literature studies, expert interviews and related laws. The results of this writing direct the improvement of legal regulations in Indonesia, namely that minors who will be used as witnesses to criminal acts of obscenity must meet the minimum age limit and pass a competency examination according to the principle of fit to stand a trial. And in order to protect the rights of children as witnesses, children must be accompanied by a forensic psychiatrist before the trial, the trial and after the trial.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library