Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rr. Ratna Arietta
"Waktu tunggu merupakan komponen penentu kepuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan oleh sebuah rumah sakit. Semakin lama pelayanan yang diberikan kepada pasien semakin tidak puas pula pasien terhadap pelayanan rumah sakit sehingga mutu pelayananan pun dinilai tidak baik. Untuk itu, peneliti melakukan penelitian mengenai waktu tunggu pasien dengan tujuan menganalis waktu tunggu pasien yang bervariasi di Departemen Gigi dan Mulut RSPAD Gatot Soebroto selama periode 21 November hingga 28 November 2011. Kategori pasien dibagi menjadi pasien lama dan pasien baru sedangkan cara pendaftaran terbagi menjadi pasien SOP dan Non SOP serta untuk status pasien dibagi atas Militer dan Sipil.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross sectional, kemudian dilakukan uji statistik Chi Square Tests. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu tunggu pasien SOP sekitar 1 jam 33 menit yang melebihi ketentuan yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam keputusan menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, yaitu kurang dari atau sama dengan 60 menit yang berarti belum ada perbaikan yang berarti dari pihak manajemen rumah sakit berkaitan dengan waktu tunggu. Dengan demikian rekomendasi penelitian kepada pihak manajemen adalah agar memberikan saran dengan memberlakukan aturan-aturan yang terkait dengan standar pelayanan minimal termasuk waktu tunggu poliklinik, agar para petugas yang terkait dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan pihak manajemen dapat mengubah cara pandang terhadap waktu tunggu dengan memprioritaskan waktu tunggu dalam upaya perbaikan pelayanan.

Waiting time is a crucial component of patient?s satisfaction on services provided by an hospital. The longer the time needed to provide service to the patient, the more unsatisfaction felt by the patients, Then the quality of services will be judged as not good. Therefore, the research on patients waiting time in order to analyze the variety of patient waiting time was made. The research took place in Department of Dental and Oral Health Central Army Hospital RSPAD Gatot Soebroto, and held from November 21st until November 28th 2011. Patient category was divided into old and new patients, while patient registration method was divided into SOP and Non SOP, and for patient status was divided into Civil and Military.
This research is using a quantitative approach with a cross sectional design. The data were analyzed using a statistical test, Chi Square test. The outcome shows that the average waiting time spent by patient through SOP is approximately 1 hour 33 minutes, exceeding the provision of Hospital Minimum Service Standard in Policy of Health Minister Number 129/Menkes/SK/II/2008, that is less than or equal to 60 minutes, which means there is still no significant improvement from the hospital management related to patient waiting time. The research recommendations to the management party are to give a suggestion to enforce regulations on minimum services standard, included patients waiting time in clinic. So, the relevant employees would finish their works on time, and the management party should change the perception on waiting time by making a priority in patients waiting time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hikma Anggraini
"Latar belakang: Prevalensi Neuropati Perifer (NP) sulit diperkirakan dengan tepat. Telekonsultasi yang berkembang pesat selama Pandemi COVID-19, membuka peluang penelitian untuk mengetahui gambaran pasien NP di Indonesia. Pada layanan ini, banyak faktor yang dapat memengaruhi dokter dalam membuat keputusan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan melihat hubungan dari status pasien yang diketahui saat anamnesis, dengan keputusan rujukan dan pemberian tatalaksana farmakologi oleh dokter pada layanan telekonsultasi. Diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi dalam meningkatkan efisiensi layanan telekonsultasi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang retrospektif dengan sumber riwayat percakapan telekonsultasi dari Halodoc. Terdapat 150 subjek yang terpilih pada telekonsultasi yang dilakukan di bulan Maret 2020. Status pasien dikategorikan berdasarkan pernah atau tidak terdiagnosis NP sebelumnya. Sedangkan rujukan dan pemberian tatalaksana farmakologi dapat dilihat dari kalimat ‘Doctor Referral’ dan ‘Prescription’ pada riwayat percakapan. Hasil: Dari 150 subjek, hasil analisis menunjukkan tidak terdapatnya hubungan bermakna antara status pasien dengan keputusan rujukan (P=0,081) dan pemberian tatalaksana farmakologi (P=0,713) pada layanan telekonsultasi. Terlihat tren yang menunjukkan peningkatan pada pasien dengan status belum pernah terdiagnosis sebelumnya memiliki persentase rujukan lebih tinggi (38,8%) dibandingkan dengan pasien yang sudah pernah terdiagnosis (19%). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara status pasien neuropati perifer dengan keputusan rujukan dan tatalaksana farmakologi pada layanan telekonsultasi. Diperlukan studi lebih lanjut dengan jumlah subjek yang lebih besar dan setara di antara kedua variabel.

Introduction: The prevalence of Peripheral Neuropathy (PN) is hard to estimate accurately. Teleconsultation services are growing rapidly during the COVID-19 Pandemic, which opens research opportunities to find out the frequency distribution of PN patients in Indonesia. In this service, many factors can influence doctors in making decisions. Therefore, this study will look at the relationship of the patient’s status which is known during history taking, with referral decisions and the pharmacological treatment in teleconsultation services. It is hoped that this research can contribute to improving the efficiency of teleconsultation services. Method: This retrospective cross-sectional study used a teleconsultation history source from Halodoc. 150 subjects were selected based on a teleconsultation conducted in March 2020. Patient status was categorized based on having or not being diagnosed with PN before. While the referral decision and pharmacological treatment can be seen from the 'Doctor Referral' and 'Prescription' sentences in the conversation history. Result: No significant relationship was found between patient status with referral decisions (P = 0.081) and the provision of pharmacological treatment (P = 0.713) in teleconsultation services. There is a trend in patients with previously undiagnosed status having a higher referral percentage (38.8%) compared to patients who have never been diagnosed (19%). Conclusion: There is no significant relationship between the status of peripheral neuropathy patients with referral decisions and pharmacological management in teleconsultation services. Further studies are needed with a larger and equal number of subjects between the variables"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library