Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulhadi. HM
Abstrak :
Lembaga Kantor Staf Presiden sebagai lembaga non struktural, yang memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden diberikan kewenangan dan kedudukan yang sama dengan pembantu Presiden lainnya seperti kementerian negara, sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya konflik atau tumpang tindih kewenangan sesama kelembagaan ataupun jabatan di lingkungan lembaga eksekutif. Dengan adanya perluasan fungsi dan kewenangan lembaga Kantor Staf Presiden (bukan merupakan anggota kabinet), seakan-akan berkedudukan di atas kementerian negara (merupakan salah satu anggota kabinet). Penelitian tesis ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, yang dilaksanakan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan terkait sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk preskriptif-analitis. Berdasarkan ketentuan dari dasar hukum pembentukan kementerian negara dan lembaga Kantor Staf Presiden, kedua lembaga ini memiliki kedudukan yang sama dalam sistem pemerintahan Indonesia. Tugas, fungsi, dan kewenangan yang begitu luas diberikan kepada lembaga Kantor Staf Presiden menyebabkan terjadinya konflik kewenangan dengan kementerian negara, yang sama-sama sebagai pembantu Presiden. Oleh karena itu, dalam rangka menghindari terjadinya konflik kewenangan di lingkungan lembaga kepresidenan, sebaiknya Presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif melakukan survei sebelumnya terkait urgensi pembentukan lembaga baik yang bersifat struktural maupun non struktural. ......The Presidential Staff Office as a non-structural institution, which has direct responsibility to the President, is given the same authority and position as other assistants to the President such as state ministries, resulting in the possibility of conflicts or overlapping authorities of fellow institutions or positions within the executive branch. With the expansion of the functions and authorities of the Presidential Staff Office (not a member of the cabinet), it is as if it is located above a state ministry (a member of the cabinet). This thesis research uses a form of normative juridical research, which is carried out by examining the relevant laws and regulations so as to produce research in a prescriptive-analytical form. Based on the provisions of the legal basis for the formation of state ministries and institutions of the Presidential Staff Office, these two institutions have the same position in the Indonesian government system. The tasks, functions, and powers that are so broadly assigned to the Presidential Staff Office lead to conflicts of authority with state ministries, which are both assistants to the President. Therefore, in order to avoid conflicts of authority within the presidential institution, the President as the head of the executive government should conduct a previous survey regarding the urgency of establishing institutions both structural and non-structural.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh Amar Khoerul Umam
Abstrak :
Penelitian ini membahas dua pokok permasalahan: Pertama, bagaimana proses pemilihan dan pengangkatan menteri oleh presiden setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, bagaimana pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengangkatan menteri menurut tinjauan Hukum Tata Negara. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pembahasan dimulai dari kekuasaan presiden sebelum dan setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, khususnya kewenangan dalam memilih dan mengangkat menteri, serta kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pengaturan proses pemilihan menteri dalam Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum maupun setelah amandemen tidak banyak berubah, dan secara substansi tidak ada yang berubah sama sekali. Meski demikian, setelah amandemen, terdapat undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kementerian negara, yaitu Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Di dalam undang-undang tersebut, proses pemilihan dan pengangkatan menteri tidak diatur sama sekali. Hal yang diatur secara khusus dalam Undang-undang Kementerian Negara adalah persyaratan untuk menjadi seroang menteri. Kewenangan memilih menteri merupakan kewenangan yang melekat pada presiden, inherent power. Sedangkan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses pemilihan menteri tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan maka disebut diskresi atau hak prerogatif presiden. ...... This study addresses two main issues: First, how the process of selection and appointment of ministers by the president after the amendment of the Constitution of 1945. Secondly, how the inclusion of the Corruption Eradication Commission in the appointment of ministers according to a review of Constitutional Law. The method used is juridical-normative. The discussion starts with the president's powers before and after the amendment of the Constitution of 1945, in particular the authority to select and appoint ministers, as well as the position of the Corruption Eradication Commission in the state system of Indonesia. The arrangement of ministerial election process in the Constitution of 1945 both before and after the amendment has not changed much, and substantially no change at all. However, after the amendment, there is a law that specifically regulates the state ministries, namely Law No. 39 of 2008 concerning the Ministry of State. In the law, the process of selection and appointment of ministers is not regulated at all. It is specifically regulated in the Law of the Ministry of State is the requirement to be a minister. The authority of choosing a minister is attached to the president's authority, inherent power. While involving the Corruption Eradication Commission in the electoral process the minister is not set in legislation, the so-called discretionary or prerogative of the president.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library