Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Puji Mahalia
Abstrak :
Tanah merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang memiliki peranan sangat vital, populasi penduduk Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat ketersediaan lahan pemukiman semakin terbatas, semakin terbatasnya lahan menyebabkan banyak terjadi peristiwa alam yang pada akhirnya dapat menimbulkan endapan lumpur atau tanah yang terbawa arus ke sungai/pantai/laut yang berhenti disuatu tempat dalam waktu yang lama dan membentuk daratan yang baru yang disebut tanah tumbuh. Adanya penambahan luas berupa daratan baru di Desa Pantai Sederhana, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi ini menyebabkan munculnya berbagai masalah yang disebabkan oleh ketidakpastian hukum ataupun kurangnya pengetahuan masyarakat yang menyebabkan banyaknya terjadi sengketa dalam pemanfaatan dan kepemilikan tanah tumbuh. Permasalahannya adalah bagaimanakah proses terjadinya tanah tumbuh, bagaimana penguasaannya menurut hukum tanah di indonesia dan bagaimanakah pendaftaran haknya. Hasil analisis penulis mengenai proses terjadinya adalah dengan proses alam, tanah ini merupakan tanah negara sebagai refleksi dari asal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA. Tanah tumbuh di Desa Pantai Sederhana ini dsapat dimohonkan Hak Milik, Hak Penguasaan Perairan Pesisir dan Hak Pakai, namun berdasarkan wawancara dan penelitian penulis dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, Bahwa sampai saat ini hak yang dapat dimohonkan adalah Hak Pakai dikarenakan Tanah tumbuh ini berbentuk sebuah pulau dan bukan melekat pada tanah Hak Milik Masyarakat, dan untuk mengajukan permohonan Hak Pakai kepada Badan Pertanahan Negara Setempat, pemohon harus mendapat surat keterangan menggarap dari Kepala Desa setempat dan yang terpenting harus seusai dengan Reancana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi.
Soil is one of the necessities of human life that has a very vital role, the population of Indonesia is increasing every year making the availability of residential land more limited, the more limited land causing many natural events that can ultimately lead to silt or soil that is washed into the river/beach/ocean that is stopped somewhere for a long time and formed a new land called detalber/channelbar. The addition of area in the form of a new land in the village of Pantai Sederhana, Muara Gembong, Bekasi Regency led to the emergence of various problems caused by legal uncertainty or lack of knowledge that causes many disputes occurring in the use and ownership of the detalber/channelbar. The problem is about how the process of the detalber/channelbar, how its control according to the law of land in Indonesia and how about registration rights. The result of researcher’ analysis about the occurrence process that is a natural process, this land is the state land as a reflection of the 33 verse (3) of the Constitution 1945 and Article 2 of UUPA. The detalber/channelbar in the Pantai Sederhana can be requested for the Properties Rights, Tenure and Coastal Water Right of use, but based on the interviews and research by the researcher with Bekasi District Land Office, that until now the rights which can be requested is because of the Land Right of use of this detalber/channelbar forms an island and not attached to the land of Society Ownership Rights, and to apply for the request of Use Rights to the Local State Land Board, the applicant must obtain a certificate of work of the Local Village Chief and most importantly, it should be after the Spatial Planning of Bekasi Regency.
2015
T43880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hizkia Immanuel Toban
Abstrak :
Tanah Negara merupakan Tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan tanah wakaf, bukan tanah ulayat dan bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah. Kabupaten Gowa memiliki peraturan daerah khusus yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Gowa No 3 Tahun 2014 tentang Penertiban Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Negara. Sebelum Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 03 Tahun 2014 terbit, pemanfaatan tanah milik negara untuk kepentingan masing-masing individu dalam masyarakat seringkali dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Oleh karena itu dalam hal ini keterlibatan pemerintah melalui pemerintah daerah dalam hal pengelolaan tanah negara dalam hal penggunaan dan pemanfaatannya menerapkan aturan dengan mengeluarkan perda kabupaten. Bupati yang mempunyai kuasa penuh di kabupaten berwenang untuk mengeluarkan surat rekomendasi bagi siapapun pihak yang ingin memanfaatkan dan atau menggunakan tanah negara tersebut. Metode penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan untuk menelaah norma hukum tertulis untuk menganalisis Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 03 Tahun 2014 Tentang Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah Negara dengan jenis data sekunder dan alat pengumpulan data studi dokumen atau bahan Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mengelola tanah negara yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah adalah sebagai tugas pembantu yang terkait dengan pengelolaan tanah negara, tetapi status dan legalitasnya adalah rekomendasi persetujuan Bupati. Diberlakukannya syarat rekomendasi izin oleh Bupati terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah negara secara tegas mampu mencapai kemakmuran rakyat secara adil dan merata dengan mewujudkan prinsip-prinsip penggunaan dan kesetaraan semua warga negara. ......State land is land that is directly controlled by the state which is not attached to any land rights, is not waqf land, is not ulayat land and is not an asset of state property/regional property. Gowa Regency has a special regional regulation, namely Gowa Regency Regional Regulation No. 3 of 2014 concerning Controlling the Use and Utilization of State Land. Before the Gowa District Regulation Number 03 of 2014 was issued, the use of state-owned land for the benefit of each individual in the community was often carried out in an inappropriate manner. Therefore, in this case the involvement of the government through local governments in terms of managing state land in terms of its use and utilization applies the rules by issuing district regulations. The regent who has full power in the district is authorized to issue a letter of recommendation for anyone who wants to use and or use the state land. Normative juridical research method, namely research conducted to examine written legal norms to analyze Gowa Regency Regional Regulation Number 03 of 2014 concerning Utilization and Use of State Land with secondary data types and data collection tools for document studies or library materials. The results of the study indicate that the responsibility of the Regional Government in managing state land delegated by the Central Government to the Regional Government is as an auxiliary task related to the management of state land, but its status and legality is the recommendation of the Regent's approval. The implementation of the requirements for permit recommendations by the Regent related to the use and utilization of state land is expressly capable of achieving people's prosperity in a fair and equitable manner by realizing the principles of use and equality of all citizens.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Putranto
Abstrak :
PT. Sekar Kenaka Langgeng mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung agar menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor: 1451 Tanggal 20 Mei 2014 karena tanahnya berada diatas tanah hasil reklamasi pantai yang dilaksanakannya. Sengketa tersebut telah diputus oleh Mahkamah Agung yang pada intinya hakim membatalkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Terhadap gugatan pembatalan sertifikat tersebut terdapat persoalan yaitu bagaimana kedudukan hukum pihak yang melaksanakan reklamasi pantai terhadap tanah hasil reklamasi pantai menurut ketentuan hukum tanah nasional, bagaimana cara perolehan hak atas tanah hasil reklamasi pantai oleh pihak yang melaksanakan reklamasi pantai, bagaimana dasar pertimbangan hakim sehingga mengabulkan gugatan yang diajukan pihak yang melaksanakan reklamasi pantai terkait pembatalan sertipikat hak milik atas tanah hasil reklamasi pantai dan apakah putusan Mahkamah Agung tersebut telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Penulis meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan cara studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah hasil reklamasi pantai statusnya adalah Tanah Negara. Tanah hasil reklamasi pantai tersebut tidak serta merta langsung menjadi hak dari pihak yang melaksanakan reklamasi pantai. Penguasaan tanah masih dikuasai negara dan pengaturannya masih diatur oleh Badan Pertanahan Nasional. Pemberian Hak Atas Tanah pada Tanah hasil reklamasi dan tanah timbul dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak atas tanah yang dapat diperoleh adalah Hak Pengelolaan atas nama Pemerintah Kota dan Perseroan Terbatas akan mendapatkan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan. Putusan Mahkamah Agung tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ......PT. Sekar Kenaka Langgeng sued the Land Office Bandar Lampung through the State Administrative Court Bandar Lampung in order to the Court declare void Property Rights Certificate Number 1451 Date May 20, 2014 because the soil is above ground reclamation implementation results. The formulation of the problem in this thesis is how the legal position of the parties carrying out the reclamation of the land reclaimed coastal land under the provisions of national law, how the terms and procedures for acquisition of land reclaimed the beach by the parties implement the reclamation, how basic consideration so that the judge granted the lawsuit filed by the parties carrying out the reclamation related to the cancellation of certificates of ownership of land reclaimed beaches and whether the Supreme Court 39 s decision was in accordance with the applicable legislation. The author examines the problem by using the method of juridical normative research by way of literature study. The results showed that the land reclaimed its status is the State Land coast. Land reclamation results are not necessarily directly into the rights of the parties carrying out the reclamation. Land tenure is still controlled by the state and the settings are still set by the National Land Agency. Granting Rights to Land on land reclamation and land arise conducted in accordance with the provisions of the legislation. The right to land that can be obtained is the management rights on behalf of the City Government and Company Limited will acquire Broking above ground management right. The Supreme Court verdict is not yet fully in accordance with the legislation in force.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Dwi Ananta
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang operasionalisasi dari perampasan tanah yang terjadi di tingkat lokal pada era pasca Orde Baru Dengan metode penelitian kualitatif dan mengambil studi kasus di Karawang penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana politik oligarki menjadi operasionalisasi dari terjadinya perampasan tanah di tingkat lokal. Temuan penelitian ini menunjukan jejaring kekuasaan oligarki yang terbentuk dan beroperasi sejak Orde Baru masih menjadi kekuatan sosial yang dominan dalam proses perampasan tanah di Karawang Hal tersebut juga diikuti dengan cara kerja yang predatoris dengan menggunakan kekuasaan negara untuk akumulasi kekayaan individu relasi patronase diantara para elit ekonomi dan politik penggunaan politik uang pengerahan organisasi kekerasan non negara dan dimungkinkan oleh lemahnya kekuatan sosial di luar jejaring kekuasaan oligarki tersebut Keseluruhan praktek politik yang oligarkis itu dijalankan untuk mendapatkan sumber daya material termasuk dalam kasus perampasan tanah. Studi ini berkesimpulan bahwa jejaring kekuasaan oligarki menjadi bentuk dan cara kerja dari politik lokal di Indonesia Politik oligarki itulah yang menjadi bentuk operasionalisasi dari perampasan tanah di Karawang. ......This study discusses about the land grab that were operationalized by the political oligarchy at the local level after the New Order With qualitative research methods and case study in Karawang this study attempts to describe how the political oligarchy allow the expropriation of land at the local level. This study finds that networking power of the oligarchy was formed and has been in operation since the New Order It is also followed by the predatory way of functioning which are using state power for the accumulation of individual wealth political use of money the deployment of violent non state organizations and made possible by the weakness of social forces beyond the networking power of the oligarchy All oligarchic political practices were carried out to obtain material resources. This study conclusion that the networking power of the oligarchy is still a dominant social force and became the workings of local politics in Indonesia that political oligarchy becomes operational form of land grabbing in Karawang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasya Ardellia Pranandha
Abstrak :
Hak-hak lama atas tanah wajib dilakukan konversi ke dalam sistem hak atas tanah nasional sebagaimana diatur dalam Diktum Kedua Undang-Undang Pokok Agraria dengan tujuan untuk terciptanya unifikasi hukum tanah di Indonesia. Pada realitanya, sampai saat ini masih banyak hak-hak lama yang tidak dikonversi. Tidak adanya kepastian hukum terhadap tanah yang ditempati seringkali menimbulkan sengketa, terutama ketika tanah sudah dikuasai secara fisik oleh pihak lain seperti pada Putusan Nomor 109 Pk/Pdt/2022 antara Keluarga Muller dan PT. Dago Intigraha melawan warga Dago Elos. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kekuatan bekas Hak Eigendom dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan pemberian hak prioritas kepada subjek hukum yang menguasai tanah bekas Hak Eigendom tersebut. Kajian dilakukan menggunakan metode penulisan yuridis normatif dan didukung oleh hasil wawancara kepada narasumber. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekuatan eigendom verponding yang dimiliki oleh Keluarga Muller masih berlaku sebagai bukti tertulis untuk mendaftarkan tanah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, namun tanah yang dilekati eigendom sudah menjadi tanah negara sebagaimana ketentuan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Selain itu, penerapan pemberian hak prioritas atas tanah negara bekas Hak Eigendom dalam Putusan Nomor 109 Pk/Pdt/2022 belum tepat karena tidak mempertimbangkan unsur-unsur kriteria pemberian hak prioritas, melainkan hanya mengacu pada bukti akta eigendom verponding saja. Kemudian tidak diuraikan pula apakah akta eigendom memenuhi syarat pembuktian hak lama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan demikian, diperlukan penegasan terhadap hak-hak lama yang belum dikonversi karena dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum, terutama terhadap tanah yang sudah dikuasai oleh pihak lain yang berbeda dengan pemilik hak lama. Selain itu perlu juga diatur mengenai ketentuan hak prioritas atas tanah secara jelas. ......Old land rights must be converted into the national land rights system as stipulated in the Second Dictum of the Basic Agrarian Law with the aim of creating unification of land laws in Indonesia. In fact, until now there are still many old rights that are not restricted. The absence of legal certainty regarding the land occupied often creates disputes, especially when the land is physically controlled by another party, as in Decision Number 109 Pk/Pdt/2022 between the Muller Family and PT. Dago Intigraha against the people of Dago Elos. Therefore, this study examines the strength of the former Eigendom Rights in the laws and regulations in Indonesia and gives priority to rights to legal subjects who control the land of the former Eigendom Rights. The study was carried out using normative juridical writing methods and was supported by the results of interviews with informants. The results of this study found that the power of eigendom verponding owned by the Muller Family is still valid as written evidence for registering land as in Government Regulation Number 24 of 1997, but the land attached to the eigendom is already state land as stipulated in Presidential Decree Number 32 of 1979. In addition, the implementation of granting priority rights to state land of former Eigendom Rights in Decision Number 109 Pk/Pdt/2022 is not completely correct because it does not consider the elements of the criteria for granting priority rights, but only refers to evidence of priority rights eigendom verponding. Then it is also not spelled out whether the eigendom deed fulfills the requirements for proving old rights in Government Regulation Number 24 of 1997. Thus, it is necessary to confirm old rights that have not been released because they can lead to legal injustice, especially to land already controlled by other parties different from the previous owner. In addition, it is also necessary to clearly regulate the provision of priority rights over land.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Sinddhisar Smaratungga
Abstrak :
Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan jual beli. Peralihan tanah dengan jual beli dapat dilakukan dengan membuat akta jual beli atau dengan membuat perjanjian dihadapan Notaris. Salah satu kewajiban dari Notaris dalam membuat akta perjanjian pengikatan jual beli adalah perlu melalukan pemeriksaan atas keabsahan dari surat-surat yang diperlukan. Apabila Notaris tidak memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian disini, akan menimbulkan kerugian bukan hanya bagi para pihak terkait, melainkan terhadap akta yang dibuatnya, yaitu dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkannya akta tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian pengikatan jual beli dengan objek tanah negara yang dilakukan oleh perseorangan dan bentuk pertanggungjawaban dari Notaris atas batalnya perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya berdasarkan Putusan Nomor 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitik, dan bersumber pada data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, bahwa ditemukan adanya tanah negara yang dijual oleh perseorangan, atau terdapat tanah yang dijadikan objek dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut merupakan tanah negara, sehingga perjanjian pengikatan jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. Notaris sebagai pihak yang diberi wewenang dapat dikenakan sanksi yaitu sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Sanksi yang dikenakan kepada Notaris dalam penelitian ini berupa sanksi perdata dengan mengembalikan uang jasa yang diterimanya. Untuk menghindari kesalahan yang dibuat oleh notaris, sebaiknya sebelum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli, notaris memastikan bahwa tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian tersebut tidak bermasalah, di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat. ......Transfer of land rights can be done in various ways. One of them is by buying and selling. The transfer of land by buying and selling can be done by making a deed of sale or by making an agreement before a notary. One of the obligations of a notary in making a deed of sale and purchase agreement is the need to check the validity of the required documents. If the Notary does not pay attention to and apply the precautionary principle here, it will cause harm not only to the parties concerned, but also to the deed he made, which can be null and void by law or the deed can be canceled. This study discusses how the legal consequences arising from the Sale and Purchase Binding Agreement with the State Land object are carried out by individuals and the form of liability from the Notary for the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement made based on Decision Number 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with descriptive analytical research type, and is sourced from secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. Based on the research that has been done, it is found that there is state land sold by individuals, or there is land that is used as the object in the sale and purchase agreement which is state land, so that the sale and purchase binding agreement is declared null and void. Notaries as authorized parties can be subject to sanctions, namely administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. Sanctions imposed on Notaries in this study are in the form of civil sanctions by returning the service fees they receive. To avoid mistakes made by a notary, preferably before making a deed of binding sale and purchase agreement, the notary ensures that the land is the object of the agreement is not problematic, at the local National Land Agency Office.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sila Rizki Mauliddini
Abstrak :
Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang tanah di wilayah Indonesia dengan suatu kepemilikan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya adalah tanah negara. Di Kota Balikpapan, dapat dijumpai tanah dengan status segel yakni tanah negara yang bukti penguasaannya ada pada seseorang. Dalam rangka mencegah terjadinya tumpang tindih tanah dengan status segel maka Pemerintah Kota Balikpapan mengeluarkan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN). Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN. Namun dalam kenyataannya masih ditemukan persoalan yang dipicu oleh IMTN itu sendiri sebagaimana dialami oleh Tuan H sebagai pemegang IMTN atas tanah dengan status segel yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Terkait hal tersebut maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang kedudukan IMTN dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan perlindungan hukum terhadap pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Untuk dapat menjawab kedua masalah tersebut maka penelitian doktinal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi dokumen. Guna memperkuat data sekunder yang dikumpulkan melalui studi tersebut, dilakukan pula wawancara dengan beberapa responden yang relevan dengan masalah penelitian. Selanjutnya data sekunder dan hasil wawancara dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pengaturan tentang IMTN atas tanah dengan status segel tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pokok Agraria 1960, namun diatur secara tersirat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 24 Ayat (1). Pengaturan tentang IMTN ini termasuk dalam otonomi daerah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Adapun perlindungan hukum yang semestinya diberikan kepada pemegang IMTN adalah bersifat preventif. Hal tersebut disebabkan penguasaan tanah negara dengan status segel oleh Tuan H yang tidak dapat dilakukan perpanjangan IMTN adalah karena telah dilakukan perpanjangan IMTN dan berada di kawasan resapan air. Perpanjangan IMTN tersebut hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Adanya perlindungan hukum preventif yang dinyatakan sebelumnya dilakukan dengan pendaftaran tanah ke kantor pertanahan sesuai dengan peruntukkan tanah dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang dalam penelitian ini berupa Hak Pakai. ......Land registration is intended to provide legal certainty for land parcels in the territory of Indonesia with ownership of land rights by applicable laws and regulations, including state land. In Balikpapan City, land with Segel status can be found, namely state land where proof of ownership is in the possession of a person. The Balikpapan City Government issues the Practice of License to Open State Land (IMTN) to prevent land overlapping with Segel status. The policy is intended to provide legal protection for IMTN holders. However, in reality, there are still problems triggered by the IMTN itself, as experienced by Mr. H as the IMTN holder of land with a Segel status who cannot extend the permit. Related to this, the issues raised in this study are about the legal status of IMTN in the land registration system in Indonesia and legal protection for IMTN holders who cannot extend permits. To be able to answer these two problems, this doctrinal research was carried out by collecting legal materials through document studies. To strengthen the secondary data collected through the study, interviews were also conducted with several respondents who were relevant to the research problem. Furthermore, secondary data and interview results were analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be stated that the regulation regarding IMTN on land with Segel status is not regulated in the 1960 Indonesian Agrarian Law, but is implicitly regulated in Indonesian Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, specifically Article 24 Paragraph (1). This arrangement regarding IMTN is included in regional autonomy based on the Decree of the President of the Republic of Indonesia Number 34 of 2003 concerning National Policy in the Land Sector. The legal protection that should be given to IMTN holders is preventive. This is due to the possession of state land with Segel status by Mr. H, which IMTN cannot extend because it has already been developed and is in a water catchment area. IMTN extension can only be done 1 (one) time with a period of 3 (three) years. The existence of preventive legal protection, which was stated previously, was carried out by registering land with the land office by the land allotment and the Regional Spatial Plan (RTRW), which in this study was in the form of a Right to Use.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobutaka︎, Suzuki
Abstrak :
Mindanao, a large tract of fertile, unexplored land with abundant natural resources in the southern Philippines, attracted much attention from American capitalists and entrepreneurs as well as Filipino policymakers and settlers beginning in 1898. However, little is known about how it attracted Christian Filipino settlers in the early twentieth century. It remains unclear how the government-led national settlement project of 1939 evolved and was implemented following the Cotabato agricultural colony project. This paper, focusing on the vital role of Filipino technocrats, aims to explore their contribution to the planning of Mindanao’s settlement and the motives behind their drafting of related bills in the Philippine legislature. The technocrats, taking their inspiration from California’s State Settlement Land Act of 1917, drafted bills to promote a similar project—yet their plans had little chance of being enacted, as they were enormously expensive. The settlement plan materialized as the Quirino-Recto Colonization Act of 1934, in response to American concerns that the growing Japanese community in Mindanao threatened the Philippines’ national security. Depicted as a national security issue, the plan became increasingly divorced from its original aims of increasing food production and promoting population redistribution. Further, American intervention both altered Mindanao’s development plans and overlooked indigenous people’s rights.
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2023
050 SEAS 12:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library