Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melly Kartika Adelia
Abstrak :
Manajemen pengetahuan merupakan, hal yang penting bagi perkembangan dan keefektifan sebuah organisasi. Seiring berkembangnya teknologi, manajemen pengetahuan mulai meninggalkan cara konvensional dan beralih ke manajemen pengetahuan berbasis teknologi salah satunya menggunakan media sosial. Penelitian ini berusaha menggambarkan proses tindakan staf ahli suatu Lembaga Negara dalam memenuhi tugas dan fungsinya yakni membantu anggota Lembaga Negara dalam mengekspresikan dirinya secara personal maupun institusi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam manajemen pengetahuan melalui media sosial memiliki 5 tahapan penerapan di antaranya internediasi yakni pengumpulan informasi lebih kepada upaya pencocokan antara agenda komunikasi dengan tren subjek, eksternalisasi merupakan upaya mentransfer pengetahuan sesuai dengan momentum yang disesuaikan dengan minat dan emosi masyarakat, internalisasi adalah membentuk atau mengambil informasi sesuai dengan pemikiran subjek, kognitif merupakan respon dari informasi yang telah disebarkan oleh staf ahli kepada masyarakat dan evaluasi yakni mengevaluasi, menilai, memetakan informasi yang telah disebarkan kepada masyarakat agar membantu dalam menyiapkan program selanjutnya dimana kelima tahapan tersebut saling berkesinambungan. Selain itu juga ternyata ada aspek yang mempengaruhi peranan manajemen pengetahuan di antaranya yakni aspek orang, aspek teknologi dan aspek proses. ......Knowledge management is essential for the development and effectiveness of an organization. As the development of technology, knowledge management began to leave the conventional way and turning to technology based knowledge management one using social media. This study sought to describe the act of a State Institution expert staff to fulfill its tasks and functions that help members of the State Agency in expressing himself both personally and institutionally. In this study, the author use the case study method with qualitative approach. Results from this study showed that in knowledge management through social media has 5 stages of the implementation of which internediasi is gathering more information on the efforts of matching between the agenda of communication with the trend of the subject, externalization is an attempt to transfer the knowledge in accordance with the momentum that is tailored to the interests and emotions of the public, internalizing is formed or retrieve information in accordance with the thinking subject, the cognitive is a response from the information that has been disseminated by the expert staff to the community and the evaluation is the evaluating, assessing, mapping information that has been disseminated to the public in order to assist in preparing the next program where five stages are mutually sustainable. It also turns out there are aspects that affect the role of knowledge management among the people aspects, technological aspects and aspects of the process.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T49694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Akbar Wahyu Nuryamto
Abstrak :
xPermanence Principle menentukan agar lembaga pemberantas korupsi dibentuk dengan dasar hukum yang kuat dan stabil seperti konstitusi atau setidaknya undang-undang khusus yang memberi penguatan kelembagaan, memastikan eksistensi dan melindunginya dari perambahan mandat hingga pembubarannya. Pengaturan dalam UUD sejalan dengan constitusional importance sebagaimana pandangan Mahkamah Konstitusi bahwa KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen dan memiliki kedudukan yang sejajar dengan lembaga negara yang tersebut dalam UUD NRI 1945. Lembaga negara independen sendiri merupakan konsep perkembangan cabang kekuasaan di luar trias politica konvensional yang kemudian disebut sebagai The Fourth Branch of The Government atau cabang kekuasaan ke-empat (De Vierde Macht). Permanence Principle adalah salah satu prinsip the Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies yang kemudian dikembangkan lagi oleh Colombo Commentary. Merupakan instrument pedoman implementasi Pasal 6 dan Pasal 36 UNCAC sebagaimana telah diratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Negara diberi mandat untuk memberlakukan kerangka hukum, kelembagaan dan kebijakan yang kuat untuk mengatasi korupsi. Dalam konsepsi negara hukum, komisi negara independen merupakan eksistensi cabang keempat (fourth-branch institutions) yang berfungsi untuk menjaga integritas cabang kekuasaan lainnya. Keberadaannya sejalan dengan tujuan dari separation/distribution of power yaitu menghindari pemusatan kekuasaan semata agar hukum dan demokrasi berjalan efektif, mendorong pemerintahan yang responsive, dan menjadikan kompetensi aparat yang profesional. Sehingga dapat memberikan perlindungan dan peningkatan hak-hak fundamental dan keadilan sosial. Melalui metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis permanence KPK berdasarkan Colombo Commentary On the Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies. Penelitian menunjukkan bahwa undang-undang KPK tidak mempunyai kekhususan dalam urgensi permanence. Darinya berkorelasi faktual atas perubahan yang terjadi secara kilat dan tidak diharapkan publik karena justru tidak memberi penguatan yang diperlukan. Bercermin pada lembaga pemberantas korupsi masa lalu yang selalu berakhir layu dan mati, diperlukan penguatan permanence sebagaimana mandate UNCAC, sekaligus berkorelasi dengan narasi constitusional importance sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi. ......The Permanence Principles stipulate that a corruption eradication agency should be formed with a strong and stable legal basis such as a constitution or at least a special law that provides institutional strengthening, ensures its existence and protects it from encroachment on its mandate until its dissolution. The provisions in the Constitution are in line with constitutional importance establishing the view of the Constitutional Court that the KPK is a state institution that is independent and has an equal position with the state institutions referred to in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The independent state institution itself is a concept of the development of branches of power outside the trias politica convention later referred to as the Fourth Branch of Government or the fourth power branch (De Vierde Macht). The Permanence Principle is one of the principles of The Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies which was further developed by the Colombo Commentary. It is a guiding instrument for the implementation of Articles 6 and 36 of the UNCAC as ratified by Law Number 7 of 2006. The state is mandated to uphold strong legal, institutional and policy frameworks to tackle corruption. In the constitution of a rule of law state, an independent state commission is the existence of the fourth branch (fourth branch institution) which functions to maintain the integrity of the other branches of power. Its existence is in line with the objectives of the separation/sharing of powers, namely avoiding the concentration of power solely so that law and democracy can work effectively, encourage responsive government, and make the apparatus professionally competent. So as to provide protection and improvement of fundamental rights and social justice. Through normative juridical research methods, this paper will analyze the permanence of the KPK based on the Colombo Commentary on the Jakarta Statement on Principles for Anti-Corruption Agency. Research shows that the KPK law has no specificity in the urgency of permanence. From that, there is a factual correlation of changes that occurred quickly and were not expected by the public because they did not provide the necessary reinforcement. Reflecting on past corruption eradication institutions which always ended in lay and die, permanent strengthening is needed as mandated by the UNCAC, while at the same time correlating with the narrative of constitutional importance as stated in the decisions of the Constitutional Court.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasri Puspita Ainun
Abstrak :
Kementerian Negara sebagai unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan presiden memiliki pengaturan yang terpisah dalam UUD 1945 yaitu Bab V yang terpisah dari Bab III tentang pengaturan kekuasaan pemerintahan. Pemisahan ini, pada pokoknya, disebabkan oleh karena kedudukan menteri-menteri negara itu dianggap sangat penting dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945. Hal yang menjadi perdebatan adalah mengenai kedudukan hukum terhadap kewenangan yang dimiliki oleh menteri dalam Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahakmah Konstitusi. Penelitian ini akan memfokuskan pada analisis terhadap kedudukan menteri dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini sangat penting, mengingat UUD 1945, maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak menjelaskan detail pelaksanaan kewenangan tersebut, sehingga sebenarnya Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan untuk mengatur hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya termasuk dalam hal menentukan lembaga negara apa saja yang dapat berpekara di Mahkamah Konstitusi. Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kedudukan hukum kementerian negara yaitu teori kewenangan dan pemisahan kekuasaan yang akan dikaitkan dengan sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia. Dengan diketahuinya wewenang yang dimiliki oleh menteri dan kedudukannya dalam ketatanegaraan di Indonesia, maka hal tersebut juga turut dapat menjawab kewenangan Kementerian Negara sebagai pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Konstitusi. ......Ministry of State as an element that can not be separated with the president having a separate arrangement in Indonesian’s Constitution 1945. The Constitution separating between Chapter V of Ministry of States and Chapter III of governmental power. This separation is caused by the position of state ministers was considered very important in the state system by 1945Constitution. It is a debate is about the legal position of the authority possessed by the minister of State Agency Dispute Authority in Constitutional Court. This study will focus on the analysis of the position of minister of state on Settlement Disputes of Authorities of State Institutions granted by the 1945 Constitution by the Constitutional Court. This is particularly important, given the 1945 Constitution, and Law. 8 of 2011 on the Constitutional Court did not explain the details of the implementation of the authority, so that in fact the Constitutional Court was given the authority to regulate matters necessary for the smooth execution of duties and responsibilities, including in terms of determining what state institutions can apart as a parties in the Constitutional Court . There are several theories that can be used as a reference to determine the legal position of the state ministries, namely the theory of separation of powers and the authority to be associated with the system of government adopted in Indonesia. By knowing the power of the minister and his position in the state administration in Indonesia, then it also helped to answer the authority of the Ministry of State as a litigant parties in the Constitutional Court.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library