Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febie Saputra
Abstrak :
The three packages of law on state financial management (Law No. 17 of 2003 on State Finance, Law No. 1 of 2004 on State Treasury and Law No. 15 of 2004 on State Financial Audit) have some fundamental differences from previous regulations. One of them is to post State Treasurer as a functional role. The government conducts a central role in achieving good governance in the implementation of the state budget. Article 23 verse (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia provides a strong legal basis to implement the principles of good governance. In managing the state budget, one mechanism to implement good governance is to improve state treasurer professionalism as a functional role; unfortunately, the research shows that more sustained and coherent efforts are needed to realize this.

Apabila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya, ketiga paket undang-undang pengelolaan keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, memiliki beberapa perbedaan yang cukup mendasar. Salah satu di antaranya adalah jabatan bendahara sebagai jabatan fungsional. Pemerintah memegang peran utama dalam mewujudkan good governance dalam pelaksanaan anggaran belanja negara. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah memberikan landasan hukum yang kuat dalam rangka penerapan prinsip-prinsip good governance Dalam mengelola APBN, salah satu mekanisme untuk mewujudkan good governance adalah dengan meningkatkan profesionalisme bendahara negara sebagai tenaga fungsional; namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa upaya terkait dan berkelanjutan dibutuhkan untuk merealisasikan maksud tersebut.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pembendaharaan, 2016
336 ITR 1:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Heru Triatma Jaya
Abstrak :
Pengaturan Keuangan yang sangatlah luas dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, berakibat pula pada meluasnya penerjemahan kerugian negara itu sendiri. Hal ini mengakibatkan menjadi kesulitan juga dalam menentukan apakah suatu perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Dalam  Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memasukkan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai salah satu unsur yang dipenuhi dalam tindak pidana korupsi untuk menilai adanya kerugian negara yang timbul dalam hubungan hukum yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara ataupun Daerah. Hal ini tentu bertentangan dengan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan bahwa BUMN maupun BUMD tunduk pada UU Nomor 40 tahun 2007. Sehingga negara hanya bertanggung jawab sebatas modal yang diberikan yang telah di konversi menjadi saham.Jadi, kekayaan negara dalam BUMN maupun BUMD hanya sebatas saham itu sendiri. Perdebatan mengenai sejauh mana keuangan negara yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara sampai sekarang masih terjadi. Penelitian ini akan melihat sejauh mana kerugian negara dalam dikategorikan sebagai unsur dalam tindak pidana korupsi. Tinjauan analisis didasarkan pada teori transformasi keuangan negara, dan melihat mengenai perbedaan mengenai definsi kerugian negara dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian normatif, yaitu melakukan analisis pada aturan hukum terkait BUMN, BUMD, keuangan negara, kekayaan negara yang dipisahkan, perjanjian,  serta tindak pidana korupsi, merujuk pada Peraturan Perundang-undangan, maupun Peraturan Pemerintah  Jadi, data yang akan diperoleh berupa data sekunder (bahan hukum primer dan sekunder). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, adalah : Pertama, Salah satu unsur untuk menentukan ada atau tidaknya suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi adalah kerugian negara yang timbul terhadap keuangan negara, serta kerugian pada BUMN maupun BUMD tidak dapat dikategorikan secara langsung sebagai tindak pidana korupsi. Kedua, kedudukan debitur dalam suatu perjanjian pada dasarnya adalah setara dengan kreditur, dimana debitur dan kreditur memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Ketiga, dalam kasus kredit macet terhadap Bank Papua dan PT. Vitas tidak dapat hanya bertumpu pada kerugian negara semata untuk menyatakan bahwa debitur termasuk dalam tindak pidana korupsi, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini. ......Financial arrangements that are very broad in a number of current laws and regulations have also resulted in the widespread translation of losses of the state itself. This has caused difficulties in determining whether an act can be categorized as a criminal act of corruption. In Law No.31 of 1999 concerning Corruption Crime, including separated state assets as one of the elements fulfilled in corruption acts to assess the existence of state losses arising in legal relations carried out by State or Regional State-Owned Enterprises. This is certainly contrary to Law Number 19 of 2003 concerning BUMN which states that BUMN and BUMD are subject to Law No. 40 of 2007. So that the state is only responsible as limited as the capital provided which has been converted into shares. So, state wealth in BUMN and BUMD only limited to the stock itself. Debates about the extent to which state finances can be categorized as state losses have still occurred. This study will look at the extent to which state losses are categorized as an element of corruption. The analysis review is based on the theory of state financial transformation, and looks at the differences regarding the definition of state losses in several applicable laws and regulations. The study was conducted using a normative research methodology, namely conducting an analysis of the legal rules relating to BUMN, BUMD, state finance, separated state assets, agreements, as well as corruption, referring to the Laws and Regulations, as well as Government Regulations in the form of secondary data (primary and secondary legal materials). The conclusions that can be obtained from this study are: First, one element to determine whether or not an action can be categorized as a criminal act of corruption is state losses arising from state finances, and losses to BUMN or BUMD cannot be categorized directly as corruption. Second, the position of the debtor in an agreement is basically equivalent to the creditor, where the debtor and creditor have their respective rights and obligations that must be fulfilled. Third, in the case of bad loans to Bank Papua and PT. Vitas cannot only rely on state losses alone to state that debtors are included in corruption, so it cannot be said that there is a criminal act of corruption in this case.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Wijaya
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan korupsi tidak lepas dari kerugian keuangan negara yang diakibatkannya. Salah satu upaya hukum untuk memberantas korupsi adalah dengan merampas aset hasil korupsi melalui Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). Namun untuk dapat menerapkan konsep ini perlu untuk diketahui terlebih dahulu mekanisme perampasan aset hasil korupsi yang ditetapkan sebagai aset tercemar sehingga dapat dirampas melalui NCB dan juga konsep NCB ini masih menjadi masalah terkait dengan kemungkinannya untuk dapat diterapkan dalam hukum di Indonesia. Untuk itu, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif dan dengan menggunakan analisis kualitatif penulis akan menjawab permasalahan yang ada terkait dapatkah perampasan aset NCB ini menjadi instrumen hukum yang mampu memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Di akhir, penelitian ini menemukan bahwa perampasan aset NCB adalah konsep terbaik yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keruangan negara dari tindak pidana korupsi.
ABSTRACT
The problem of corruption is inseparable from its impact on state financial losses. One legal effort to eradicate corruption is to seize assets resulting from corruption through Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). However, to be able to apply this concept it is necessary to know in advance the mechanism of appropriation of assets resulting from corruption which is determined as a tainted asset so that it can be seized through the NCB and also the NCB concept is still a problem related to its possibility to be applied in law in Indonesia. For this reason, by using normative research methods and by using qualitative analysis the author will answer the existing problems related to whether the seizure of NCB assets is a legal instrument that is able to maximize the return of state financial losses from corruption. In the end, this research found that NCB's asset seizure is the best concept that can be used to maximize the return of state spatial losses from corruption.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Febri
Abstrak :
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang melakukan penyalahgunaan wewenang di dalam keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menentukan hasil pengawasan aparat intern pemerintah salah satunya adalah terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara karena dalam keputusan dan/atau tindakan Pejabat Pemerintahan mengandung ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang memiliki kompetensi absolut untuk melakukan pengujian ada atau tidak unsur penyalahgunaan wewenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 mengatur pengujian unsur penyalahgunaan wewenang namun dengan frasa tambahan sebelum adanya proses pidana. Frasa tersebut menimbulkan problematika terhadap penyelesaian pengujian unsur penyalahgunaan wewenang. Hakim dalam memutuskan perlu membuat pertimbangan (ratio decidendi) dan kriteria ideal mengenai penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara karena kesalahana adminstratif. Dan juga putusan PTUN dalam tataran eksekusi tidak dijalankan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Penelitian tesis dengan menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif, tipologi penelitiannya adalah preskriptif, dan hasil penelitiannya berbentuk preskriptif-analitis.Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa kriteria ideal atau pertimbangan dalam putusan penilaian unsur penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara berdasarkan Pasal 16 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 didasarkan pada maksud dan tujuan permohonan, kompetensi PTUN, legal standing, dan pertimbangan hukum terhadap hasil pengawasan APIP, asas legalitas, penilaian kerugian negara berdasarkan potential loss (hukum materiil) bukan lagi actual loss sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016, serta kriteria ideal lainnya adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam keputusan dan/atau tindakan yang menimbulkan kerugian negara karena kesalahan administrasi. Terhadap putusan PTUN mengenai pengujian unsur penyalahgunaan wewenang sesuai sifatnya bahwa putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap maka putusan tersebut merupakan putusan eksekutorial yang dapat dilaksanakan, selain itu bersifat mengikat semua orang (erga omnes). Sementara itu frasa sebelum adanya proses pidana dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 menimbulkan implikasi berupa pembatasan terhadap kompetensi absolut peradilan lain dalam hal terjadinya kerugian negara karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tidak mengatur seperti hal tersebut, sehingga ditinjau dari hukum perundang-undangan terjadi konflik norma dengan adanya frasa sebelum adanya proses pidana. Putusan PTUN mempunyai kekuatan mengikat dan eksekutorial namun sulit dieksekusi meskipun sudah ada pengaturan upaya paksa, selain itu daya mengikatnya adalah erga omnes. ......Government Agencies and/or Officials are prohibited from committing abuse of authority in decisions and/or actions determined and/or carried out. Article 20 of Law Number 30 of 2014 determines the results of supervision of internal government apparatus, one of which is that there are administrative errors that cause losses to state finances because the decisions and/or actions of Government Officials contain whether or not there is an element of abuse of authority. Based on Article 21 paragraph (1) of Law Number 30 of 2014, the one that has absolute competence to examine whether or not there is an element of abuse of authority is the State Administrative Court. Article 2 of Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 regulates testing for elements of abuse of authority but with an additional phrase prior to criminal proceedings. This phrase raises problems with the completion of testing elements of abuse of authority. Judges in deciding need to make considerations ( ratio decidendi ) and ideal criteria regarding the abuse of authority which causes state losses due to administrative errors. And also PTUN decisions at the execution level are not carried out by Government Agencies and/or Officials. Thesis research uses normative juridical research methods, the research typology is prescriptive, and the research results are prescriptive-analytical. The results of this study are that the ideal criteria or considerations in the decision to evaluate elements of abuse of authority that are detrimental to state finances based on Article 16 of Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 are based on the intent and purpose of the application, competence of the State Administrative Court, legal standing , and legal considerations of the results of APIP supervision. , the principle of legality, the assessment of state losses based on potential loss (material law) is no longer an actual loss according to the Constitutional Court Decision Number 25 of 2016, as well as other ideal criteria is the presence of an element of unlawful act in decisions and/or actions that cause state losses due to administrative errors . Regarding the PTUN's decision regarding the examination of elements of abuse of authority according to its nature that the PTUN's decision has permanent legal force, the decision is an executorial decision that can be implemented, besides that it is binding on everyone (erga omnes). Meanwhile, the phrase before criminal proceedings in Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 has implications in the form of restrictions on the absolute competence of other courts in the event of state losses because Law Number 30 of 2014 does not regulate such matters, so that in terms of statutory law there is a conflict of norms with the phrase before the criminal process. Administrative Court decisions have binding and executorial powers but are difficult to execute even though there have been coercive measures in place, in addition to that their binding power is erga omnes.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fahd Budi Suryanto
Abstrak :
Penegakan hukum tindak pidana korupsi sebagai salah satu fokus utama pemerintah untuk mewujudkan good and clean government memiliki problematika hukum terkait dengan penerapan hukum tindak pidana korupsi pada kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN khususnya pada Anak Perusahaan BUMN. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dan penerapan hukum yang sesuai dengan teori dan asas-asas yang berlaku di dalam hukum, perlu dilakukan penelitian yuridis terhadap status hukum dan aspek hukum keuangan Anak Perusahaan BUMN. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif (legal research) melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan teori hukum (rechts teorie). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah keuangan Anak Perusahaan BUMN merupakan keuangan publik dan masuk dalam lingkup keuangan publik dan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau sebaliknya keuangan Anak Perusahaan BUMN sebagai badan hukum privat tunduk pada hukum perdata, sehingga segala problematika hukum terkait Anak Perusahaan BUMN harus dilakukan dalam koridor hukum perdata termasuk di dalamnya peraturan mengenai perseroan terbatas. ......Anti Corruption Law enforcement, as one of the main focuses of the government in realizing good and clean government, has legal problems related to anti corruption criminal act enforcement to state financial that are separated from state owned company, especially its subsidiaries. In order to ensure legal certainty and legal application in accordance with the theory and principles applicable in law, it is necessary to conduct juridical research on the legal status and financial legal aspects of the state owned company’s subsidiaries. The method used in this research is the normative juridical method (legal research) through the statute approach and legal theory (rechts theory). This study aims to answer the question whether the finance of the state owned company’s subsidiaries is a subject of public finance and is included in the scope of public finance and state finances as referred to in Law of the Republic of Indonesia Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law of the Republic of Indonesia Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Action Corruption, or vice versa, the finance of the state owned company’s subsidiaries as private legal entities is subject to civil law, so all legal problems related to the state owned company’s subsidiaries must be carried out in the corridor of civil law, including regulations regarding limited liability companies
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Ronny Roy
Abstrak :
ABSTRACT Tesis ini membahas mengenai penggunaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai alternatif dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara, selain dari dasar gugatan yang sudah digunakan selama ini.Dalam kasus tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, terbukti dasar gugatan yang digunakan selama ini belum memberikan hasil yang optimal dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara. Hal ini dikarenakan yang dijadikan dasar gugatan dalam gugatan perdata tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, adalah perbuatan melawan hukum dikarenakan mantan Presiden Soeharto bersama-sama dengan Yayasan Beasiswa Supersemar telah menyalahgunakan dana yayasan dan bukannya pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling). Penelitian ini menggunakan metode normatif. Hasil penelitian menyarankan agar adanya penambahan pengetahuan secara kontinyu terhadap para penegak hukum (khususnya penuntut umum) terkait pemahaman konsepsi gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara, bahwa terdapat banyak instrumen hukum perdata yang dapat digunakan sebagai dasar gugatan guna mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dan perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam kasus tindak pidana korupsi.
ABSTRACT The focus of this study is the use of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as an alternative basis of a civil lawsuit of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses, other than the basic claim that is used during. In corruption case of former President Soeharto, proven basis for a lawsuit which was not providing optimal results in order to return the state's financial losses. This is because the basis for a lawsuit in a civil lawsuit corruption of former President Soeharto, is due to illegal actions of former President Soeharto with Supersemar Scholarship Foundation has been misused foundation funds, and instead of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling). This study used normative methods. Results of this study give suggestion that the addition of a continuous knowledge of the law enforcement agencies (particularly the public prosecutor) conception of understanding related to a civil lawsuit of corruption in order to return the state of financial loss, that there are many civil legal instruments that can be used as the basis for the lawsuit to optimize the return on financial losses state and needs to be disseminated about the existence of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as the basis for civil lawsuits of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses in cases of corruption.
2010
T26742
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Usep Syaipudin
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IC disclosure di berbagai negara. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh IC disclosure terhadap likuiditas saham dan nilai kapitalisasi pasar perusahaan dan perbedaan pengaruh IC disclosure terhadap likuiditas saham dan nilai kapitalisasi pasar perusahaan di berbagai negara. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor perbankan di 6 (enam) negara yaitu Indonesia, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Thailand. Lima negara tersebut memiliki struktur keuangan yang berbeda, ada yang market based dan ada yang bank based. Metode yang digunakan adalah regresi dengan pool data analysis. Beberapa kontribusi penelitian ini adalah: (i) menyajikan pendekatan baru dalam mengukur intellectual capital disclosure dengan cara memberikan skor atas item pengungkapan dengan mempertimbangkan bentuk, isi atau makna, keragaman dan volume informasi dari sebuah pengungkapan IC, (ii) menyajikan pengukuran baru untuk variabel karakteristik komite audit dan variabel independensi komisaris, (iii) menyajikan bukti empiris mengenai pengaruh IC disclosure terhadap likuiditas saham, (iv) menyajikan bukti empiris mengenai perbedaan dampak IC disclosure terhadap likuiditas saham dan nilai kapitalisasi pasar perusahaan di berbagai negara dengan struktur keuangan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CG indeks, karakteristik komite audit, usia listing, dan nilai kinerja IC perusahaan berpengaruh positif terhadap IC disclosure. Sementara itu, variabel konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap IC disclosure, dan variabel-variabel ukuran komisaris, independensi komisaris, kepemilikan institusional, profitabilitas, dan leverage perusahaan tidak berpengaruh terhadap IC disclosure. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa IC disclosure tidak berpengaruh terhadap likuiditas saham, namun struktur keuangan negara berpengaruh terhadap likuditas saham. Sementara itu, IC disclosure berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik ketika diukur dengan market capitalizations maupun market to book ratio. Hasil penelitian memberikan implikasi bahwa kondisi CG dan struktur keuangan negara merupakan variabel yang harus dipertimbangkan dalam penelitian mengenai IC disclosure. Selain itu, adanya respon pasar terhadap pengungkapan informasi IC memberikan implikasi bahwa perusahaan memiliki insentif untuk melakukan IC disclosure. Penegakan hukum dan praktik CG yang baik dapat mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi IC. Penelitian ini memiliki keterbatasan yang sekaligus merupakan peluang bagi penelitian selanjutnya yaitu pengukuran variabel IC disclosure belum memisahkan pengungkapan yang bersifat mandatory dan voluntary. ...... This study aims to examine the factors that influence IC disclosure in various countries. In addition, this study also examines the effect of IC disclosure on stock liquidity and the value of the company's market capitalization and the difference in the effect of IC disclosure on stock liquidity and the market capitalization value of companies in various countries. This study was conducted on companies in the banking sector in 6 (six) countries, including Indonesia, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapore, and Thailand. The five countries have different financial structures, some are market based and some are bank based. The method used is regression with pool data analysis. Some of the contributions of this study are: (i) to present a new approach in measuring intellectual capital disclosure by giving a score on disclosure items by considering the form, content or meaning, diversity and volume of information from an IC disclosure, (ii) to present new measurements for the audit committee characteristic variables and the independence of the board of commissioners, (iii) to present empirical evidence regarding the effect of IC disclosure on stock liquidity, and (iv) to present empirical evidence regarding the different impact of IC disclosure on stock liquidity and the market capitalization value of companies in various countries with different financial structures. The study found that the CG index variable, audit committee characteristics, listing age, and the company's IC performance value had a positive effect on IC disclosure. Meanwhile, the ownership concentration variable has a negative effect on IC disclosure, and the variables of commissioner size, commissioner independence, institutional ownership, profitability, and leverage company have no effect on IC disclosure. The test results also showed that IC disclosure has no effect on stock liquidity, but the state's financial structure has an effect on stock liquidity. In addition, IC disclosure has an effect on firm value both when measured by market capitalizations and market to book ratio. The results of this research implies that CG condition and state financial structure are variables that must be considered in study on IC disclosure. In addition, the market response to the disclosure of IC information implies that companies have incentives to carry out IC disclosures. Law enforcement and Good CG practices can encourage companies to disclose IC information. Finally, the study has limitations which are also opportunities for further researches, which are the measurement of the IC disclosure variable that has not separated the disclosures between mandatory and voluntary.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfiyah
Abstrak :
Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang rendah disinyalir dapat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah. Kondisi yang terjadi saat ini banyak terjadi penyerapan APBD yang tidak maksimal di hampir seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk DKI Jakarta. Jika hal ini dibiarkan, maka pembangunan daerah mengalami stagnasi yang pada akhirnya juga ikut mempengaruhi terwujudnya tujuan bernegara. Kondisi demikian ini perlu diatasi dengan mencari faktor yang mempengaruhi penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Provinsi DKI Jakarta dan implikasinya terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari penelitian normatif dapat disimpulkan faktor kerumitan dalam siklus anggaran daerah, faktor perhanan birokrasi yang kurang efektif dalam mewujudkan pembangunan daerah, faktor DPRD, dan hal-hal Khusus menjadi penyebab yang mempengaruhi penyerapan APBD di DKI Jakarta. Terdapat implikasi dari penyerapan APBD di DKI Jakarta yaitu: pertumbuhan ekonomi cenderung lambat, tingkat Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan, masih terjadi ketimpangan pendapatan penduduk DKI Jakarta yang otomatis akan mempengaruhi kehidupan sosial penduduk DKI Jakarta, tingkat Pengangguran cenderung meningkat, tingkat capaian kinerja pembangunan di bidang pendidikan memiliki tren yang meningkat, capaian kinerja di bidang kesehatan cenderung meningkat meskipun masih belum optimal, pembangunan di bidang sosial masih belum tergambar dengan jelas walaupun anggaran untuk belanja bantuan sosial naik tiap tahun, dan Pembangunan infrastruktur belum mampu menyerap anggaran dengan maksimal. ...... The low absorption of Local Government Budget (APBD) is alleged to affect the financial performance of local government. Conditions that occur today, many absorption of APBD is not maximal in almost all provinces in Indonesia, including DKI Jakarta. If this is allowed, then the development of the region stagnated, which in turn also affect the realization of the goals of the state. This condition needs to be solved by looking for factors influencing the absorption of Local Government Budget in DKI Jakarta Province and its implication to local government financial performance. From the normative research, it can be concluded that the complexity factor in the local budget cycle, the less effective bureaucratic role in the realization of regional development, the DPRD factors, and the Special matters are the causes that influence the absorption of APBD in DKI Jakarta. There are implications from the absorption of APBD in DKI Jakarta: economic growth tends to be slow, poverty level in Jakarta has increased, there are still inequality of Jakarta residents income which will automatically affect social life of Jakarta residents, unemployment rate tends to increase, in the field of education has an increasing trend, performance in the health sector tends to increase although still not optimal, development in the social field is still not clearly illustrated although the budget for social assistance expenditures increases each year, and infrastructure development has not been able to absorb the budget to the maximum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Herdiawan
Abstrak :
ABSTRAK
BPK memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara/daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara. Penyelesaian kerugian negara/daerah yang menjadi tanggung jawab bendahara diatur tata cara penyelesaiannya oleh Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, dimana dinyatakan dalam Pasal 41 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 Badan Pemeriksa Keuangan dapat membentuk Majelis Tuntutan Perbendaharaan dalam rangka memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara. Sebagai bagian dari penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang bertujuan untuk pemulihan keuangan negara/daerah dan tertib administrasi dalam pengelolaan keuangan negara/daerah, Majelis Tuntutan Perbendaharaan pada BPK memegang peranan penting khususnya dalam penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang penanggungjawabnya adalah bendahara. Dengan menggunakan kajian kepustakaan dan perundang-undangan, penulisan ini bermaksud menjelaskan kedudukan Majelis Tuntutan Perbendaharaan dalam menilai dan/atau menetapkan kerugian negara/daerah terhadap bendahara dikaitkan dengan Sistem Peradilan Administrasi di Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penulisan ini, disimpulkan bahwa kedudukan Majelis Tuntutan Perbendaharan dalam menilai dan/atau menetapkan kerugian negara/daerah terhadap bendahara dikaitkan dengan Sistem Peradilan Administrasi di Indonesia adalah bahwa Majelis Tuntutan Perbendaharaan tidak termasuk dalam Sistem Peradilan Administrasi di Indonesia karena pada proses menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara/daerah terhadap bendahara Majelis Panel dalam Majelis Tuntutan Perbendaharaan menjalankan fungsi quasi administratif atau berlaku selayaknya pimpinan instansi/lembaga terhadap pegawai dalam lingkungannya.
ABSTRACT
The Audit Board of The Republic of Indonesia (BPK RI), have the authority to assess and determine the amount of loss suffered by the state caused by a treasurer’s illegal action both intended or by negligance. State assessments and state financial losses or the determination of which party is obliged to pay compensation determined by the decision of BPK RI. The settlements in which the treasurer obliged to, is ruled by BPK Regulations Number 3 Year 2007, in which Article 41 of the regulation stated that BPK RI can formed a Treasury Prosecution Council to process the state financial loss settlements to the treasurer. As a part of state financial loss settlements system that pursue the relieve of the state financial and an administration order in state financial management, BPK RI’s Treasury Prosecution Council held an important role, especially in state financial loss settlements obliged to a treasurer. By using literatures and laws study, this research intented to explain and clearing the Treasury Prosecution Council’s stand in the Administrative Judicature System of Indonesia. Based on the analysis conducted in this research, it is concluded that the Treasury Prosecution Council in doing assessments and/or determination of a state financial loss obliged to a trasurer is not a part of the Administrative Judicature System of Indonesia because it doesn’t do any court function. The conclusion was higlighting that in the assessing and/or determining process, the Panel in the Treasury Prosecution Council was doing a quasi administrative function or in other word it act as if it were the head of the office in giving assessments and determinations.
Jakarta: Fakultas Hukum universitas Indonesia, 2014
T39097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hidayati
Abstrak :
Analisis Proses Penyusunan Laporan Keuangan Badan LayananUmum. Studi Kasus RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Laporan Keuangan Badan Layanan Umum BLU merupakan hal yang amat pentingdan tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan Kementerian induknya sebagaipertanggungjawaban dana publik dan juga memberikan keyakinan yang memadai reasonable assurance atas akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggarannegara. Tujuan penelitian ini untuk melihat proses penyusunan laporan keuangan diRSJPD Harapan Kita dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan nilaiaset sebesar Rp.971.630.323.566,- di tahun 2015. Hasil penelitian menunjukankompetensi sumber daya manusia SDM pada Bagian Perbendaharaan danMobilisasi Dana PMD dan Akuntansi memiliki latar belakang pendidikan sebanyak53,1 sarjana S1 ke atas dan didapati 37,5 pejabat struktural tidak memiliki latarbelakang pendidikan ekonomi atau akuntansi. Kondisi ini terjadi karena prosespengangkatan pejabat struktural belum dilakukan secara terbuka, tetapi melalui badanpertimbangan jabatan dan kepangkatan baperjakat , pada akhirnya keputusanDirektur Utama yang menentukan. Namun demikian kendala ini dapat diatasi denganmemberikan pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh Kementerian Keuangandan Kementerian Kesehatan.Sistem pengendalian internal akuntansi terkait penyusunan laporan keuangan, belumadanya validitas pada transaksi pendapatan tunai, pada proses pengakuan pendapatanpiutang BPJS membutuhkan waktu 2-3 bulan dikarenakan proses verifikasi keuanganinternal kekurang petugas dan belum dibantu oleh aplikasi komputer. Sedangkanuntuk sistem pengendalian akuntansi pengeluaran penggunaan kartu pengawassebagai kartu kendali belum optimal, kartu pengawas harus diterbitkan setelah prosespengadaan selesai sehingga dapat memantau berita acara serah terima BAST untukmencegah keterlambatan proses pengesahan belanja. Perlunya membangun sisteminformasi akuntansi rumah sakit yang terintegrasi sehingga membantu komunikasiantar unit kerja dan mengontrol aliran dokumen, lebih lanjut menghasilkan laporankeuangan secara real time. Peran auditor internal lebih diharapkan berperan sebagaikatalisator dengan memberikan bimbingan dan ikut aktif dalam proses bisnis. ...... Analysis of Public Service Agency BLU Finacial StatementProcess Case Study in RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita The Financial Statement of the Public Service Agency BLU is very important andinseparable from the Financial Statements of its parent Ministry as accountable forpublic funds and also provides reasonable assurance on the accountability andtransparency of the use of the state budget. The purpose of this study is to see theprocess of preparing financial statements at RSJPD Harapan Kita by usingqualitative research methods. With the asset value of Rp.971.630.323.566, in theyear 2015. The results show the competence of human resources HR in the Treasuryand Mobilization Fund PMD and Accounting has educational background of 53.1 bachelor to Over and found 37.5 of structural officials have no economic oraccounting education background. This condition occurs because the process ofappointment of structural officials has not been done openly, but through the agencyof consideration of rank baperjakat , ultimately the decisions of the PresidentDirector determine. However, this obstacle can be overcome by providing educationand training held by the Ministry of Finance and the Ministry of Health.Accounting internal control system related to the preparation of financial statements,the absence of validity on cash income transactions, the recognition process BPJSreceivable income takes 2 3 months due to the internal financial verification processlack of officers and has not been assisted by computer applications. As for theaccounting control system, the use of supervisory card as the control card is notoptimal yet, the supervisory card must be issued after the procurement process iscompleted so that it can monitor the acceptance report BAST to prevent the delay ofthe approval budget. The need to build an integrated hospital accounting informationsystem that helps communicate between work units and control the flow of documents,further generating financial reports in real time. The role of internal auditors is moreexpected to act as a catalyst by providing guidance and actively participating inbusiness processes.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library