Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Connelly, J. Alvin
Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-Hall, 1992
621.319 2 CON m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutton, Wendy
[Singapore]: Periplus, 1997
R 664.53 HUT t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Benzhaf, Walter
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, 1989
621.381 5 BAN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tuinenga, Paul W.
Abstrak :
Buku yang berjudul "SPICE : a guide to circuit simulation and analysis using PSpice" ini ditulis oleh Paul W. Tuinenga. Buku ini merupakan sebuah buku panduan mengenai simulasi sirkuit dan analisis menggunakan PSpice.
New Jersey: Prentice-Hall, 1995
R 621.3815 TUI s
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sulandjari
Abstrak :
PENDAHULUAN Pada abad 18 sejarah Kesultanan Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh masalah perdagangan lada. Pada waktu itu lada merupakan bahan ekspor yang terpenting sehingga perdagangan lada sangat berperan di dalam kehidupan ekonomi dan politik di Banjarmasin. Sebelumnya, di abad 16 lada hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dtanam tidak lebih dari 4-5 rumpun setiap keluarga. Selain itu penduduk masih mengumpulkan hasil hutan, bijih emas dan intan diantaranya sebagai barang tribut tahunan ke Mataram karena pada waktu kesultanan Banjarmasin masih menjadi daerah kekuasaan Mataram di Jawa Tengah. Untuk mencukupi kebutuhan pokok beras selain masih harus mengimpor dari Jawa, penduduk bertanam padi dipedalaman seperti di Amuntasi dan Margasari. Oleh karena letaknya yang strategis di tepi laut Jawa dan Selat Makasar yang menjadi jalur perdagangan di?Kepulauan Indonesia", maka Tatas, Ibukota Kesultanan Banjarmasin yang terletak di muara sungai Barito, tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai disinggahi oleh kapal dagang yang melewati jalur itu. Migrasi pedagang-pedagang dan Pantai Utara Jawa yang menghindarkan diri dari tekanan Sultan Agung dari Matararn pada pertengahan abad 17 mendorong perkembangan perdagangan di Banjarmasin. Setelah Kesultanan Banjarmasin lepas dari kekuasaan Mataram pada belahan kedua abad ke 17, Tatas berkembang menjadi pelabuhan pembongkaran dan pemuatan barang dari dan ke Banjarmasin. Terutama pedagang dari Cina, Jawa dan Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan. Mereka membawa porselen, beras, garam, teh dan budak, sebaliknya Banjarmasin menyediakan hasil hutan, bijih emas, intan dan lada. Permintaan lada yang semakin bertambah dari Cina dan perhatian VOC yang semakin besar terhadap Banjarmasin sejak kepentingannya untuk mendapatkan lada dipersulit oleh penguasa Banten pada sekitar tahun 1661, mendorong penduduk Banjarmasin untuk meningkatkan hasil ladanya. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1664 EIC berusaha mengadakan hubungan dagang dengan Sultan Mustain bilah (1650-1678) dan diijinkan berdagang di Tabanio. Pada masa awal perkembangan lada di belahan kedua abad 17 Sultan Mustainbilah dan penggantinya Sultan Inayatulah (1678-1685) mengadakan hubungan perdagangan bebas dengan pedagang Cina, Bugis, VOC dan EIC. Budak yang di'tangkap dan diperdagangkan di sepanjang pantai Jawa, Madura dan Bali oleh orang-orang Buqis menjadi tenaga yang penting untuk mengerjakan tanaman lada milik sultan dan para mantrinya. Penanaman lada diperluas dengan cara membuka kebun lada baru dipedalaman seperti di Negara. Selain itu daerah-daerah yang semua merupakan tanah pertanian padi juga dijadikan kebun lada. Hubungan perdagangan yang semakin erat antara Banjarmasin dengan EIC terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saidilah (1685-1700) karena sultan mengijinkan orang-orang-orang Inggris mendirikan kantor dagangnya di Pasir dengan syarat membayar sejumlah uang sewa kepada sultan. Pada waktu itu monopoli perdagangan berada di tangan sultan. Sebaliknya di bawah pemerintahan Sultan Tahililah (Panembahan Kusumadilaga 1700-1745) orang-orang Inggris diusir dari Tabanio setelah terjadi konflik bersenjata untuk memperebutkan jalur perdagangan yang strategis yang menghubungkan pelabuhan Tatas dengan Pasir. Ini membuktikan kuatnya kedudukan sultan pada waktu itu. Monopoli perdagangan yang dikuasai oleh sultan dapat dilihat antara lain dari proses pembongkaran dan pengapalan barang yang tidak dapat dilakukan tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu dari pegawai kepercayaan sultan.
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T6811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rismawidiawati
Abstrak :
So far, the trade and spice route historiography has focused on social, political, and economic aspects. This discussion is also fragmentarily or is part of another focus. No studies have discussed the relationship between local knowledge practices, spice routes, power networks, and Islamization. However, the spice trade and Islamization are two intersecting events important for their connection with the local culture. This article assumes that there was a local knowledge used as a strategy by the Banten rulers as a response to trade, Islamization, and power networks in the sixteenth and seventeenth centuries. It finds that Sultan Maulana Yusuf’s policy, known as “gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis”, was a local knowledge that continued to be used by Banten rulers throughout the sixteenth-seventeenth centuries. This local knowledge was transformed from its literal meaning of “building cities and fortresses from bricks and corals” into a metaphor representing development that considered the duality of Banten’s potential. This local knowledge became the foundation stone for the strategies of Banten’s rulers until Sultan Ageng Tirtayasa to respond the challenges posed by the trade, power network, and Islamization. This application of the local knowledge carried the Banten Sultanate to its peak of advancement during the reign of Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). In his sponsorship of this local knowledge, the ruler of the Banten appears as a technocrat, trader, scholar, leader, and ruler who paved the way for the expansion of the Banten Sultanate. This local knowledge was passed down from generation to generation and remains the local knowledge of the Banten people today. This study reconstructs the historiography of the existing spice route by according local knowledge (gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis), the leading role in shaping the expansion of the Banten Sultanate in the century of the spice trade and the extension of the spice route.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
909 UI-WACANA 24:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library