Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Sumiati Widjaja
Abstrak :
ABSTRAK


Penyuntikan kombinasi northisteron enanthat (NE) dan testosteron enanthat (TE) dosis tunggal, bertujuan untuk menghambat spermatogenesis mencit (Mus nusculus) jantan galur CBR, tanpa mempengaruhi libido dan potensi seks.

Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok E1 yang disuntik dengan NE 0,004 mg/ gram berat badan (BB) dan TE 0,005 mg/ gram BB (dosis I), kelompok yang disuntik dengan NE 0,008 mg/ gram BB dan TE 0,005 mg/ gram BB (dosis II), kelompok yang disuntik dengan kombinasi Pelarut NE dan TE, sedangkan kelompok K2 tidak diberi perlakuan apapun.

Dari sayatan histologi testis yang dibuat pada hari ke-45 setelah penyuntikan, ditenukan adanya penurunan jumlah beberapa sel-sel spematogenlk. yaltu npernatogonia A, spermatogonia B, leptoten, pakhlten, dan spermatld. serta pengecilan diameter tubulus semlniferns. Pengujian statistik terhadap berat teatls, berat vesikula seminalia dan perubahan berat badan tidak menunjukkan adanya perbedaan antara ke-4 kelompok.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuntikan kombinaai HE dan TE doaia I dan II menghambat spermatogenesis mencit iMus Busoulus) jantan galur CBR tanpa mempengaruhi potensi seks.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnadi
Abstrak :
Telah dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap konsentrasi spermatozoa dan keadaan sel-sel spermatogenik testis mencit albino (Mus musculus L.) Strain Swiss Webster BPMSOH. Pemajanan dilakukan pada dosis 6 kV dan 7 kV selama 4 jam/hari dengan lama pemajanan selama 54 hari atau sampai pada satu generasi (F1). Berdasarkan penelitian Soeradi (2), pemajanan medan elektrostatik yang dimulai dari dosis 6 kV dan 7 kV selama 1 jam/hari secara langsung terhadap testis tikus menimbulkan kerusakan pads sel epitel seminiferus, maka perlakuan yang diberikan pads penelitian ini dimulai dari dosis 6 kV ke atas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 macam dosis perlakuan, yaitu : Kontrol (0 kV), tegangan 6 kV (P I), tegangan 7 kV (P II) yang diberikan selama 4 jam/hari hingga melahirkan keturunan pertama (FA), pemajanan dilakukan secara rutin setiap hari secara tegak lurus yang akan mengenai seluruh tubuh mencit. Sebaliknya untuk mencit kelompok kontrol (0 kV) hanya dikandangkan saja, dikawinkan sampai melahirkan keturunan yang pertama (F7). Setelah mencit dewasa dilakukan pengamatan terhadap mencit F dengan parameter sebagai berikut :
1. Konsentrasi spermatozoa vas deferen
2. Diameter tubules seminiferus
3. Jumlah sel spermatogonium A
4. Jumlah sel spermatosit primer pre-leptoten
5. Jumlah sel spermatosit primer pakhiten
6. Jumlah sel spermatid Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi konsentrasi spermatozoa vas deferen.
2. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi diameter tubulus seminiferus.
3. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi keadaan sel-sel spermatogenik seperti jumlah sel spermatogonium A, sel spermatosit primer per-leptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Zidni Hidayati
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap populasi selsel spermatogenik raencit (Mus musculus L.) strain GBR. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok raencit jantan, masing-masing kelompok kelola tanpa disuntik (K1); kelompok kelola (K2) yang disuntik aqua bidest. sebanyak 0,2 ml/mencit/hari selama 10 hari; dan kelompok eksperimen (E) yang disuntik ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/mencit/hari selama 10 hari. Tiga hari setelah penyuntikan berakhir sernua kelompok mencit ditimbang kemudian dibunuh.

Hasil perhitungan secara kuantitatif menunjukkan bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/ mencit/hari selama 10 hari tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti terhadap populasi sel-sel spermatogenik, khususnya spermatogonia A dan spermatosit primer Pakhiten pada tingkat α = 0,05. Selain itu juga tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti terhadap diameter tubulus seminiferus, berat testis, dan berat badan pada tingkat α = 0,05.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya dengan dosis 10 mg/0,2 ml/mencit/hari selama 10 hari, pada strain GBR, tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter yang diujikan. Diduga bahwa ekstrak biji pepaya beraksi sebagai zat spermatoksit terhadap pematangan sperma kauda epididymis, jadi tidak mempengaruhi proses sperraatogenesis testis.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Asma`ul Husna
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Laki-laki menyumbang sekitar 40% kasus untuk infertilitas. Salah satu penyebab infertilitas yakni kasus azoospermia. Pada beberapa kasus azoospemia yang ditangani melalui teknologi reproduksi berbantu dengan kegagalan perolehan sperma dari testicular sperm extraction (TESE), maka Spermatogonial Stem Cells (SSCs) dapat menjadi salah satu alternatif terapi. SSCs dapat diperoleh dari isolasi dan kultur sel spermatogenik. Sejak abad ke 19, berbagai metode isolasi dan kultur sel spermatogenik mulai dikembangkan. Akan tetapi berbagai metode ini belum ada yang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik kultur untuk mengoptimalisasi proses ekspansi sel spermatogenik, dari segi faktor apoptosis.

Metode: Pada penelitian ini dilakukan pemberian suplemen kultur berbeda pada medium kultur yakni FBS 10%, PRP 10%, dan PRP 10% ditambah faktor pertumbuhan (GDNF, bFGF, EGF) untuk proses kultur. Hasil kultur dilakukan identifikasi marka permukaan CD90 dan GFRA1 menggunkan flowsitometri dan dilakukan uji apoptosis. Fenomena apoptosis yang muncul diamati berdasar adanya fragmentasi pada DNA dengan metode TUNEL serta adanya peran eksekutor apoptosis yakni kaspase-3 yang teramati pada pengujian imunositokimia.

Hasil Penelitian: Hasil analisis marka permukaan CD90 dan GFRA1 memiliki nilai berbeda- beda pada pemberian medium yang berbeda. Pertumbuhan sel kultur lebih baik dengan indeks apoptosis yang lebih rendah pada medium dengan pemberian PRP dan PRP ditambah faktor pertumbuhan (FBS= 25.01%, PRP = 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Nilai ekspresi kaspase-3 pada sel yang diberi suplemen FBS sekitar 21%, PRP 13% dan PRP + GF 7%.

Kesimpulan: PRP lebih baik dibandingkan dengan FBS sebagai medium kultur sel spermatogenik, dari segi apoptosis.
ABSTRACT
Background: Males contribute to 40% of the infertility cases over the universe. One of the causes of men infertility is azoospermia. In some cases of azoospemia which are handled through assisted reproductive technology with the failure of sperm retrieval from testicular sperm extraction (TESE), the Spermatogonial Stem Cells (SSCs) could be an alternative therapy. SSCs can be obtained from isolation and culture of spermatogenic cells. Since the 19th century, various methods of isolation and spermatogenic cell culture began to be developed. However, there are not optimal condition of this yet. Therefore, we need to optimize the spermatogenic cell expansion method, particularly in apoptotic factor.

Method: In this study, the culture system were administrated by the supplementation with 10% FBS, 10% PRP, and 10% PRP plus growth factors (GDNF, bFGF, FGF). Spermatogenic cells were identified the surface markers CD90 and GFRA1 using flowsitometry and apoptosis tests were performed. The apoptotic phenomenon was observed based on the presence of DNA fragmentation by the TUNEL method and the caspase-3 expression by immunocytochemical.

Result: The result of surface marker had different value. The results showed better that cell culture growth and lower apoptotic index in the medium with PRP and PRP+ GF (FBS= 25.01%, PRP= 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Immuno-expression of caspase-3 in cells cultured with FBS 21%, PRP 13%, dan PRP+ GF 7 %.

Conclusion: PRP was better than FBS as the spermatogenic cell culture medium based on apoptotic phenomenon.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library