Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Muktiarti
Abstrak :
Alergi makanan adalah salah satu jenis alergi yang sering terjadi dan merupakan masalah penting pada anak karena makanan merupakan zat yang mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak. Bila seorang anak alergi terhadap bahan makanan utama yang sangat diperlukan pada proses tumbuh kembangnya keadaan ini tentunya dapat merupakan proses tumbuh kembang anak. Perkembangan alergi makanan didahului oleh adanya tahap sensitisasi. Pada tahap ini seorang individu belum menunjukkan gejala tetapi sudah terdapat kenaikan kadar IgE spesifik terhadap alergen makanan tertentu. Paparan terhadap alergen berikutnya pada individu yang sudah tersensitisasi akan rnenimbulkan reaksi imunologi yang selanjutnya mencetuskan gejala alergi. Deteksi sensitisasi terhadap suatu alergen dapat dilakukan melalui pemeriksaan uji kulit (skin prick test/SPT) dan pemeriksaan kadar IgE spesifik terhadap suatu alergen. Pemeriksaan kadar IgE spesifik mempunyai kelebihan dibandingkan SPT terutama bagi anak-anak di bawah 2 tahun karena pemeriksaan SPT pada bayi di bawah 1 tahun sering memberikan hasil negatif palsu dan pada anak usia di bawah 2 tahun dapat mempunyai indurasi yang lebih kecil. Susu sapi termasuk salah satu jenis makanan yang paling sering menimbulkan reaksi alergi karena protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal oleh bayi. Prevalens alergi susu sapi (ASS) cukup bervariasi mulai dari 0,5% sampai dengan 7,5%.8-9 Alergi susu sapi sering terjadi pada bayi di bawah usia 1 tahun dan angka kejadiannya akan berkurang dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis ASS dapat timbul di berbagai sistem organ seperti kulit, saluran cema, saluran napas, dan reaksi anafilaksis. Baku emas untuk menegakkan diagnosis ASS adalah dengan uji provokasi makanan buta ganda atau double blind placebo control food challenge (DBPCFC). Tatal aksana ASS adalah penghindaran susu sapi dan semua produknya. Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan cara terbaik untuk menghindari alergen susu sapi. Namun bila pasien ASS tidak bisa mendapatkan ASI maka sebagai pengganti susu sapi dapat diberikan susu kedelai, susu dengan protein hidrolisat, atau susu elemental. Susu kedelai telah lama digunakan terutama di negara-negara Timur. Susu kedelai pertama kali digunakan sebagai pengganti susu sapi pertama kali adalah pada tahun 1929. Beberapa keuntungan pemakaian susu kedelai antara lain adalah tidak mempunyai protein susu sapi, rasa yang lebih enak dan harga yang lebih murah dibandingkan susu protein hidrolisat. Kedelai dapat juga menjadi bahan dasar bermacam-macam makanan yang cukup sering dikonsumsi di negara Asia, antara lain minyak, tepung, tahu, tempe, penyedap alamiah, kecap, dan susu kedelai. Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang sering digunakan oleh ibu-ibu di Asia untuk menjadi makanan awal yang diperkenalkan saat penyapihan karena konsistensinya yang lembut dan harganya yang cukup murah. Namun sayangnya, banyak penelitian menyatakan bahwa sebagian besar pasien ASS juga alergi terhadap kedelai. Prevalens alergi kedelai (AK) pada ASS sangat bervariasi, berkisar antara 0-63% dengan angka yang lebih tinggi dilaporkan pada ASS yang tidak diperani oleh IgE. Karena alasan inilah sebagian besar pasien ASS diberikan susu dengan protein hidrolisat ekstensif untuk menghindari kemungkinan AK. Selain itu, penelitian-penelitian tersebut lebih banyak dilakukan di negara-negara Barat yang populasinya tidak banyak mengkonsumsi kedelai. Pada penelitian yang dilakukan di Korea angka sensitisasi kedelai pada pasien ASS adalah sebesar 18,3%. Penelitian di Thailand menemukan AK sebesar 17% pada pasien ASS. Sedangkan penelitian di Jepang menemukan angka kejadian AK pada anak-anak yang menderita alergi makanan sebesar 11%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudith Kusuma Putri
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah membuat protein kedelai suksinat dari protein kedelai yang diperoleh melalui proses suksinilasi protein kedelai dengan anhidrida suksinat pada kondisi basa dalam medium berair. Protein kedelai suksinat yang diperoleh kemudian dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional, kemudian digunakan sebagai matriks pada sediaan tablet mengapung. Protein kedelai suksinat yang didapat berupa serbuk berwarna putih kekuningan, memiliki derajat suksinilasi 35,74 ± 0,38% dan 100,38 ± 0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653,0 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki daya mengembang 35,38 ± 2,08% dan 25,30 ± 4,99% dalam dapar asam klorida pH 1,2. Pada penelitian ini, tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan menggunakan diltiazem hidroklorida sebagai model obat. Semua formula dibuat dengan mengkombinasikan matriks protein kedelai (PK), protein kedelai suksinat 100% b/b (PKS 1), dan protein kedelai suksinat 250% b/b (PKS 2) dengan HPMC dengan perbandingan 1:1. Uji keterapungan, daya mengembang dan kinetika pelepasan obat pada tablet mengapung dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan matriks PKS 2:HPMC 1:1 merupakan fomula terbaikdengan waktu apung 40,75 ± 1,06 menit dan mampu mengapung selama 24 jam, daya mengembang 87,5 ± 3,1% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan mekanisme difusi non-Fickian. ...... The aims of this study was to produce the soybean protein succinate from soybean protein by succinilation of the soybean protein using succinic anhydride under alkaline conditions in aqueous medium. Soybean protein succinate were characterized physically, chemically and functionally, then was used as a matrix for floating tablet. Soybean protein succinate obtained a yellowish-white powder, having 35.74 ± 0.38% and 100.38 ± 0.38% as its succinylated degree, showed peak at the wave number 1653.05 cm-1 indicates that the amide carbonyl group is formed, swelling index was 35.38 ± 2.08% and 25.30 ± 4.99% in hydrocloric acid buffer pH 1.2. Tablets were made by wet granulation method and diltiazem hydrochloride was used as a model drug. All formulas were made by combining matrix soybean protein (SP), soybean protein succinate 100 % w/w (SPS 1), and soybean protein succinate 250 % w/w (SPS 2) with HPMC 1:1. Buoyancy test, swelling test and drug-release kinetics evaluated on the floating tablet. The results showed that the formula with SPS 2: HPMC 1:1 is the best fomula with a lag time of 40.75 ± 1.06 minutes, floating duration of 24 hours, and swelling test 87.5 ± 3.1%. This formula followed Higuchi release kineticsand showed non-Fickian diffusion mechanism.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Cinthya Chatarina
Abstrak :
Tablet lepas lambat merupakan tablet yang didesain untuk dapat melepaskan zat aktif secara perlahan di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipien protein kedelai tersuksinilasi yang digunakan sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat dengan propranolol hidroklorida sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai suksinat (PKS 1) diperoleh melaui cara esterifikasi konsentrat protein kedelai (PK) dengan anhidrida suksinat 100% b/b pada kondisi basa. PK dan PKS 1 dikarakterisasi secara fisik, kimia dan fungsional, kemudian diformulasikan menjadi matriks tablet lepas lambat dengan metode granulasi basah. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obatnya. Hasil penelitian menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 dan derajat substitusi PKS 1 sebesar 35,74 ± 0,38%. Eksipien tersebut menunjukkan kemampuan mengembang yang baik sebesar 35,38 ± 2,08% dalam HCl pH 1,2 dan 66,36 ± 2,12% dalam dapar fosfat pH 7,5. Profil pelepasan propranolol hidroklorida dari tablet lepas lambat yang mengandung PKS 1 sebagai pembentuk matriks (F1, F2, dan F3) menunjukkan profil pelepasan obat yang mengikuti persamaan Higuchi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PKS 1 dapat digunakan sebagai eksipien pembentuk matriks pada tablet lepas lambat dan dapat digunakan untuk pemakaian 24 jam. ......Sustained release tablet is solid oral dosage form which is designed to release drugs slowly in the body. This research was conducted to produce and characterize the succinylated excipient of soybean protein as matrix for sustained release tablet formulation with propranolol hydrochloride as model drug. Soybean protein succinate (SPS 1) was obtained by esterification of soybean protein (SP) with anhydride succinic 100% b/b in alkaline solution. SP and SPS 1 were characterized physically, chemically, and functionally, then were formulated as matrix in sustained release tablet by wet granulation method. Furthermore, the sustained release tablets were evaluated and the drug release profiles were studied. Characterization of excipient results showed a peak at the wave number 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 and substitution degree of PKS 1 is 35,74 ± 0,38%. That modified excipient show good swelling capability that are 35,38 ± 2,08% in medium HCl pH 1,2 and 66,36 ± 2,12% in medium buffer phosphate pH 7,5. Drug released profil of Propranolol hydrochloride from sustained release tablet which contain PKS 1 as matrices (F1, F2, and F3) showed Higuchi drug release kinetics. This study suggested that the PKS 1 can be applied as matrix for sustained release tablets and extend drug release up to 24 hours.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Abdul Karim
Abstrak :
ABSTRAK
Protein kedelai tersuksinilasi merupakan protein kedelai yang termodifikasi secara kimia dan berpotensi dimanfaatkan sebagai pembentuk matriks mikrosfer. Protein kedelai disuksinilasi dengan suksinat anhidrida 100% b/b dalam suasana basa. Protein kedelai tersuksinilasi yang diperoleh memiliki derajat suksinilasi 35,74±0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki nilai uji daya larut pada pH 1,2 sebesar 0,21±0,010 gram/100 ml dan pada pH 7,5 sebesar 0,35±0,003 gram/100 ml, serta memiliki kemampuan mengembang pada pH 1,2 sebesar 33,21±2,04% dan pada pH 7,5 sebesar 66,36±2,12%. Mikrosfer lepas lambat propranolol hidroklorida dibuat dengan eksipien konsentrat protein kedelai dan protein kedelai tersuksinilasi sebagai matriks menggunakan alat spray dryer dan dihasilkan mikrosfer dengan ukuran partikel 11,54-16,79 µm, nilai presentase rendemen 36,46-58,91%, dan nilai efisiensi penjerapan 95,75-99,81%. Formula 2 menahan pelepasan obat paling baik dalam medium pH 1,2 dengan nilai pelepasan obat kumulatif 14,44±0,10% selama 1 jam dan 63,05±0,40% jika dilanjutkan dalam medium pH 7,5 hingga jam ke-12.
ABSTRACT
Succinylated soybean protein was chemically-modified soybean protein that could be used as matrix for sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride. Soybean protein was succinylated with anhydride succinic 100% w/w in basic condition. Succinylated soybean protein had degree of succinylation 35.74±0.38%, showed peak in wave numbers 1653 cm-1 on IR spectrum which was indicating formed amide carbonyl group, had solubility index 0.21±0.010 gram/100 ml in aqueous medium pH 1.2 and 0.35±0.003 gram/100 ml in aqueous medium pH 7.5, and had swelling index 33.21±2.04% in aqueous medium pH 1.2 and 66.36±2.12% in aqueous medium pH 7.5. Sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride were made by using spray dryer and obtained microspheres had particle diameters 11.54-16.79 µm, had yield values 36.46-58.91%, and had encapsulation efficiency values 95.75-99.81%. Second formula was the best formula that could sustain drug release in the aqueous medium pH 1.2 with the value of cumulative drug release 14.44±0.10% for 1 hour and 63.05±0.40% if it was continued in aqueous medium pH 7.5 up to 12 hours.
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library