Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
A manual that is designed to support the diagnosis and management of oral soft tissue diseases for busy dental practitioners. It depicts lesions with one or more color photographs that illustrate typical clinical features. It includes recommendations for patient management, sample prescriptions, and monographs for drugs commonly used in treatment.
Ohio : Lexicomp, 2013
616.31 ORA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Retno Nuraini
Abstrak :
Latar Belakang: Resesi gingiva merupakan salah satu kondisi periodontal yang dapat memberikan perburukan kualitas hidup penderita. Terdapat berbagai metode perawatan resesi gingiva, salah satunya adalah perawatan bedah. Penelitian mengenai preferensi dan persepsi terhadap bahan dalam perawatan bedah pada terapi resesi gingiva belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengetahui preferensi dan persepsi Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Indonesia terhadap penggunaan soft tissue matrix pada terapi resesi gingiva. Metode: Penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang menggunakan kuesioner kepada Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Indonesia. Hasil: Mayoritas Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Indonesia (87,8%) mengerjakan 1-5 kali kasus resesi gingiva dalam satu tahun terakhir Sebagian besar (73,2%) memilih autograft dalam penutupan resesi gingiva. Mayoritas menggunaka soft tissue matrix dalam <50% kasus resesi gingiva yang dikerjakan (48,8%), dengan sediaan berbentuk membran (91,5%). Bahan soft tissue matrix yang paling diminati adalah Acellular dermal matrix (60,1%). Mayoritas menggunakan soft tissue matrix karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk cangkok (52,45%) dan biaya yang dikeluarkan lebih besar (53,45%) sebagai alasan untuk tidak menggunakannya. Limitasi terbesar ketika menggunakan soft tissue matrix adalah mukosa berkeratin yang didapat minim (15,9%) dan stabilisasi yang sulit (15,9%). Keseluruhan responden memiliki persepsi yang cenderung positif terhadap soft tissue matrix. Kesimpulan: Mayoritas Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Indonesia memilih autograft pada terapi resesi gingiva dan bahan soft tissue matrix yang paling diminati adalah allograft berupa Acellular dermal matrix. Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Indonesia memiliki persepsi yang cenderung positif terhadap penggunaan soft tissue matrix pada terapi resesi gingiva ......Background: Gingival recession is one of the periodontal conditions that can worsen the patient's quality of life. Various methods are available for treating gingival recession, one of which is surgical treatment. No study has evaluated about preferences and perceptions of materials used in the gingival recession treatment in Indonesia. Objective: To evaluate the preferences and perceptions of Indonesian Periodontist for the use of soft tissue matrix as gingival recession treatment. Methods: A cross-sectional descriptive study using questionnaires given to Periodontists in Indonesia. Results: Most of Periodontist in Indonesia (87.8%) performed 1-5 cases of gingival recession in the past year. Majority (73.2%) chose autograft for treating gingival recession. Most of Periodontist used soft tissue matrix in <50% of the cases treated (48.8%), and chose membranes as the preferred form of matrix (91.5%). The most popular soft tissue matrix material is Acellular dermal matrix (60.1%). Most of Periodontist use soft tissue matrix for reasons related to the patient's condition which contraindicated for grafting (52.45%) and the costs incurred were higher (53.45%) as the most reason not to use it. The greatest limitations when using soft tissue matrix were the keratinized mucosa that obtained is minimal (15.9%) and difficulty in stabilizing the matrix (15.9%). All respondents have a good perception of the soft tissue matrix with an index value of 65.5%. Conclusion: The majority of Periodontist in Indonesia preferred autograft in treating gingival recession. Most demand soft tissue matrix material is allograft in the form of acellular dermal matrix. Periodontist in Indonesia tend to have positive perception in the use of soft tissue matrix as a treatment of gingival recession.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Rahman
Abstrak :
Latar Belakang: Soft tissue sarcoma menjadi salah satu penyebab kematian karena angka kelangsungan hidup yang rendah. Tatalaksana utamanya merupakan pembedahan, dengan margin reseksi yang seringkali ditentukan sesuai opini atau pengalaman ahli bedah yang bersangkutan. Belum ada pedoman yang jelas dalam penggunaan surgical margin. Oleh karena itu, disusun telaah sistematis untuk menguraikan perbedaan luaran terhadap margin reseksi sehingga dapat diketahui manakah yang memberikan hasil terbaik untuk dijadikan pedoman tatalaksana di Indonesia. Metode: Penelitian merupakaan telaah sistematis yang menelaah studi tentang pengaruh dari surgical margin terhadap rekurensi lokal dan kesintasan pasien dengan soft tissue sarcoma. Hasil: Hasil yang didapatkan adalah pada analisis univariat, didapatkan pembedahan dengan margin reseksi R0 memberikan angka rekurensi lokal yang lebih rendah dan kesintasan yang lebih tinggi daripada R1 secara independen. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa kemungkinan kelompok pasien dengan margin reseksi R1 mengalami rekurensi lokal dan kematian lebih besar daripada R0. Kesimpulan: Margin reseksi R0 dari klasifikasi R+1 UICC memberikan luaran yang lebih baik dari R1. ......Background: Soft tissue sarcoma is one of the common causes of death due to the relatively low survival rate, especially among adults. Surgery is the main treatment, whereas the surgical margin is often decided based on the opinions or experience of the surgeons. Therefore, we reviewed studies to learn more about the outcome of surgical margin to know of which giving the best and can be adopted as the guideline for management in Indonesia. Methods: This is a systematic review which reviewed studies about the influence of surgical margin towards local reccurence and survival in STS patients. Results: Based on univariate analysis, surgical margin R0 shows lower local reccurence rate and higher survival rate rather than R1. Based on multivariate analysis, patients R1 group is more likely to experience local recurrence and death. Conclusion: Surgical margin R0 based on R+1 classification UICC shows better outcomes than R1
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raigrodski, Ariel J.
Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc, 2015
617.69 RAI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Irawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan. Tumor Ganas Jaringan Lunak Soft Tissue Sarcoma merupakan kelompok heterogen tumor ganas mesenkim dengan jumlah kasus yang sangat sedikit dengan gejala klinis sulit dibedakan dengan tumor jinak, menjadikan tumor ini sering ditangani tanpa mengetahui batas tumor yang jelas unplanned excision . Penanganan tumor ganas jaringan lunak secara inadekuat ini mengakibatkan tumor masih tersisa sehingga beresiko terjadi rekurensi dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekurensi dan mortalitas pasien tumor ganas jaringan lunak ekstremitas yang telah dilakukan unplanned excision, serta faktor-faktor yang memengaruhinya.Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan kohort retrospektif yang menggunakan data pasien RS Cipto Mangunkusumo tahun 2005 hingga 2015. Pada penelitian ini, didapati yang memenuhi kriteria sebanyak 87 subjek, yakni pasien unplanned excision tumor ganas jaringan lunak ekstremitas yang dilakukan analisis angka rekurensi dan mortalitas serta faktor-faktor yang berhubungan dengan rekurensi dan mortalitas tersebut.Hasil Penelitian. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat rekurensi dengan operator yang tidak berkompeten non orthopaedi onkologi p0,05 . Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara mortalitas dengan operator pembedahan, lokasi tumor, ukuran awal tumor dan tipe rumah sakit P>0,05 .Kesimpulan. Faktor yang memengaruhi rekurensi pada pasien unplanned excision tumor ganas jaringan lunak yakni operator non orthopaedi onkologi.
ABSTRACT
Introduction. Soft tissue sarcoma is part of mesenchymal malignant tumor heterogeneous group with very little number of cases. Unplanned excision often become the choice of treatment due to difficulties to differentiate it with benign tumor. The inadequate treatment of this soft tissue sarcoma often leave trace of the tumor, leading to recurrence and mortality. We studied the recurrence and mortality of patients with unplanned excision on soft tissue sarcoma of extrimities, including affecting factors.Methods. This is an analytical descriptive study with retrospective cohort design, using patient rsquo s data in Cipto Mangunkusumo hospital during 2005 to 2015. Our study acquired 87 subjects with unplanned excision on soft tissue sarcoma of extrimities. Analysis of recurrence rate, mortality rate, and related factores were examined and analysed.Results. There was significant relationship between recurrence rate with incompetent surgeon non oncology orthopaedics p0,05 . However, this study could not find statistical significance between mortality with non oncology orthopaedic surgeon, location of the tumour, initial size of the tumour, and hospital type P 0,05 .Conclusion. There is relationship between recurrence rate with non oncology orthopaedics operator.
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safira Anindya
Abstrak :
Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit merupakan salah satu kelainan kongenital yang memengaruhi regio orofasial. Kelainan ini merupakan cacat lahir orofasial yang paling sering terjadi dengan prevalensi 1:700. Pada beberapa pasien dengan celah bibir dan langit-langit komplit, dapat ditemukan suatu jembatan jaringan lunak yang dapat menghubungkan tepi medial dan lateral dari celah bibir atau nostril, bibir dengan prosesus alveolaris, ataupun menghubungkan prosesus alveolaris yang terpisah, yang biasa disebut dengan soft tissue band. Mekanisme terbentuknya band ini belum diketahui secara pasti. Terdapat tiga tipe soft tissue band, tipe 1 yaitu band yang menghubungkan bibir dengan bibir (band Simonart); tipe 2 band yang menghubungkan bibir dengan alveolar (band oblique); dan tipe 3 band yang menghubungkan antar prosesus alveolar (band alveolar). Penelitian mengenai soft tissue band pada kasus celah bibir dan langit-langit di Indonesia masih sangat sedikit, sehingga penelitian deskriptif retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi soft tissue band pada pasien celah bibir dan langit-langit berdasarkan tipe celah di RSAB Harapan Kita periode Januari 2010 Desember 2012. Analisis dilakukan pada 296 rekam medik. Dari 296 pasien celah bibir dan langit langit di RSAB Harapan Kita tahun 2010-2012, ditemukan 30 kasus soft tissue band (10,1%). Pada tahun 2010 terdapat 6 kasus, tahun 2011 terdapat 10 kasus, dan tahun 2012 terdapat 14 kasus. Soft tissue band lebih sering ditemukan pada pasien dengan celah unilateral (10,3%) dibanding pasien dengan celah bilateral (9,5%). Sebanyak 9 kasus soft tissue band ditemukan pada celah bibir dan langit langit unilateral sisi kiri. Berdasarkan tipenya, soft tissue band paling banyak ditemukan pada tipe Simonart (bibir ke-bibir) yaitu 18 kasus (60%), tipe oblique(bibir ke-alveolus ditemukan 10 kasus 33,3%, dan tipe band alveolar alveolus ke-alveolus) ditemukan 2 kasus 6,7%. Berdasarkan variasinya, sebanyak 21 kasus soft tissue band tertutup oleh kulit 70% dan 9 kasus hanya berupa jaringan mukosa atau yang disebut varian subklinis 30%.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Kezia Martina
Abstrak :
Latar belakang: Strategi terapi sarkoma jaringan lunak (SJL) ekstremitas cukup menantang. Hal ini karena diagnosis sering terlambat dan gambaran klinisnya yang tidak spesifik sehingga hampir 50% pasien yang baru didiagnosis mengalami kematian. Berbagai modalitas terapi digunakan untuk meningkatkan angka kesintasan pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas. Namun faktor klinikopatologis dapat memengaruhinya angka kesintasan sehingga memengaruhi efektivitas terapi. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka dan faktor-faktor yang memengaruh kesintasan hidup (overall survival) lima tahun pascaterapi pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas di RSCM tahun 2011-2015. Metode: Sebanyak 42 pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas ditegakkan dengan histopatologis dan menjalani terapi di RSCM tahun 2011-2015 menjadi subjek dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan metode Kapplan Meier, uji Cox Regression, dan Cox Regression with Time Dependent Variable Hasil penelitian: Median kesintasan hidup pascaterapi pasien sebesar 6 tahun ( 3 bulan - 8,25 tahun) dengan persentase kesintasan hidup lima tahun sebesar 52,4%. Faktor yang berpengaruh terhadap kesintasan hidup lima tahun pascaterapi pasien SJL adalah tindakan pembedahan berupa limb saving surgery (HR 0,852 IK95% 0,68 - 1,07, p =0,163). Kesimpulan: Kesintasan hidup lima tahun pada pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas adalah sebesar 52,4%, Kesintasan hidup dipengaruhi oleh derajat SJL tinggi, terapi tidak lengkap, dan stadium klinis metastasis. Kata kunci: kesintasan, sarkoma jaringan lunak ekstremitas. ......Background: The strategy for treating limb soft tissue sarcoma (SJL) is quite challenging. This is because the diagnosis is often delayed and the clinical picture is non-specific so that almost 50% of newly diagnosed patients die. Various therapeutic modalities are used to increase the survival rate of patients with extremity soft tissue sarcoma. However, clinicopathological factors can influence the survival rate and thus affect the effectiveness of therapy. This study aims to determine the numbers and factors that influence overall survival five years after therapy for patients with soft tissue sarcoma of the extremities at RSCM in 2011-2015. Methods: A total of 42 patients with soft tissue sarcoma of the extremities were histopathologically established and underwent therapy at the RSCM in 2011-2015 as subjects in this study. Data analysis was carried out using the Kapplan Meier method, Cox Regression test, and Cox Regression with Time Dependent Variable. Results: The median survival after therapy for patients was 6 years (3 months - 8.25 years) with a five-year survival percentage of 52.4%. Factors that affect five-year survival after SJL patients are surgical procedures in the form of limb saving surgery (HR 0.852 95% CI 0.68 - 1.07, p = 0.163). Conclusion: The five-year survival rate for patients with soft tissue sarcomas of the extremities was 52.4%. Overal survival is affected by higher sarcoma grade, incomplete therapy, and worse clinical stage. Keywords: survival, extremity soft tissue sarcoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Gabriella
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian persepsi Ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah biasanya dilakukan untuk mengevaluasi kesepakatan di antara kelompok tersebut. Namun, masih sedikit penelitian yang menghubungkan persepsi dengan parameter jaringan lunak profil wajah. Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi ortodontis dan masyarakat awam dan korelasinya terhadap parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett. Metode: Penelitian ini adalah analitik korelatif dengan desain potong lintang. Foto profil 52 orang dinilai estetikanya oleh 17 ortodontis dan 17 masyarakat awam pada kuesioner. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai modus persepsi VAS oleh Ortodontis dan masyarakat awam dengan selisih pengukuran parameter jaringan lunak Arnett, Schwarz, Rickett pada foto terhadap nilai normal. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara persepsi ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah (p=0,001). Uji kappa menunjukkan kesepakatan antara Ortodontis dan masyarakat awam yang rendah (p=0,035 untuk persepsi estetika, p=0,112 untuk persepsi kecembungan). Terdapat korelasi linier negatif sedang yang bermakna secara statistik antara persepsi estetika Ortodontis dan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas) (r=-0,287, p=0,039), tetapi tidak terdapat korelasi linier yang bermakna secara statistik antara persepsi Ortodontis dan masyarakat awam dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett (Li/bibir bawah). Kesimpulan: Terdapat korelasi antara persepsi Ortodontis dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas). .......Background: Facial profile perception of Orthodontists and Laypeople was usually studied to assess the agreement between them. However, there is still lack of study that correlates the facial profile perception with soft tissue parameters. Objectives: This study was aimed to evaluate the perception of Orthodontists and Laypeople about the facial profile and its possible correlation with soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett. Methods: This study was correlative analytical study with cross-sectional design. The facial profile photographs of 52 people were rated by 17 Orthodontists and 17 Laypeople on the questionnaire. The correlation between the mode value of VAS perception score by Orthodontists and Laypeople with the difference of soft tissue facial profile parameters at photographs from the normal value according to Arnett, Schwarz, and Rickett was tested using Spearman's correlation. Results: Regarding the perception of Orthodontists and Laypeople on facial profile, statistically significant difference was detected (p=0.001). The Kappa statistic test showed poor agreement between Orthodontists and Laypeople in facial profile perception (p=0.035 for pleasantness, p=0.112 for convexity). The correlation test showed that there was statistically significant difference (moderate negative linear correlation) between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip) (r=-0.287, p=0.039), but there was no statistically significant difference (linear correlation) between Orthodontists’ and Laypeople’ perceptions with the soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett (Li/lower lip). Conclusion: It was concluded that there was correlation between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revania Rismarini
Abstrak :
Soft Tissue Tumor atau tumor jaringan lunak adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru. Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Penyakit tersebut dapat terjadi disemua kelompok umur. Menurut beberapa dokter setiap benjolan/tumor yang ada haruslah diperiksa sejak dini sehingga pasien dapat mendapatkan pengobatan yang tepat dan tidak terjadinya perkembangan kanker. Pada penelitian ini, metode machine learning yang digunakan untuk mengklasifikasi soft tissue tumor. Dengan data Soft Tissue Tumor yang memiliki beragam fitur, maka akan direduksi dengan seleksi fitur signal to noise ratio. Pada penelitian ini, penyakit Soft Tissue Tumor dideteksi dengan mengklasifikasikan pasien tersebut mengidap Soft Tissue Tumor atau tidak menggunakan Deep Neural Network dengan implementasi metode seleksi fitur signal to noise ratio dan akan dibandingkan nilai akurasi klasifikasi yang dihasilkan dari Deep Neural Network tanpa seleksi fitur dan Deep Neural Network dengan seleksi fitur signal to noise ratio. Data yang diperoleh berjumlah 76 data dengan total 17 fitur. Diperoleh hasil bahwa akurasi menggunakan seleksi fitur lebih tinggi dibandingkan tanpa seleksi fitur. Metode klasifikasi mendapat akurasi tertinggi pada jumlah fitur 14. ......Soft tissue tumor is an abnormal lump or swelling caused by the growth of new cells. They can occur in all parts of the body from head to toe. Some types of this disease are more common in children, while some others are more common in adults. Though initially benign, this tumor can become aggressive if not treated. The more the tumor has invaded nearby tissues, the harder it is to completely remove. Sometimes, patients underestimate lumps because there are no distinctive clinical signs between malignant and benign tumors. Therefore, doctors suggest patients to immediately examine any existing lump so that it can be treated early and not develop into cancer. The usage of machine learning method to classify the diagnosis is very beneficial. High-dimensional soft tissue tumor data will be reduced using signal to noise ratio feature selection method. In this study, soft tissue tumor disease is detected by classifying soft tissue tumor patients and non-patients data using Deep Neural Network with the implementation of signal-to-noise feature selection. The accuracy will then be compared to Deep Neural Network classification without the implementation of feature selection. The data obtained amounted to 76 data with a total of 17 features. It is found that the accuracy of Deep Neural Network with feature selection is higher compared to the one without feature selection. The highest accuracy result is obtained with the use of 14 features.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Gozali Surono
Abstrak :
Masalah kesehatan yang terjadi secara global saat ini adalah resistensi antimikroba. Resistensi ini menyebabkan meningkatnya mortalitas penyakit, memanjangnya lama hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Salah satu strategi yang diusung untuk menanggulangi resistensi ini adalah dengan menerapkan pola kuman sebagai acuan dalam perumusan panduan penggunaan antibiotika yang rasional. Pola kuman berguna bagi para klinisi untuk membantu memberikan petunjuk dalam pemberian terapi empiris. Pola kuman juga berfungsi untuk menunjukkan tren sensitivitas jenis kuman terhadap suatu jenis antibiotika. Indonesia menunjukkan kepeduliaannya dengan membuat suatu peraturan tentang Program Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA). Rumah sakit Santa Maria merupakan rumah sakit swsata yang sudah menerapkan pola kuman dalam panduan penggunaan antibiotika. Penelitian yang dilakukan terhadap kasus infeks jaringan lunak di RS Santa Maria mendapatkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan jenis kuman yang paling banyak ditemukan di kasus infeksi jaringan lunak dan pada uji sensitivitas antibiotika masih mempunyai derajat sensitivitas yang cukup baik terhadap golongan cephalosporin generasi ketiga. Pola kuman ini juga mendorong para klinisi agar memberi pengobatan sesuai dengan panduan antibiotika yang diberlakukan di RS Santa Maria. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dengan penerapan pola kuman terhadap panduan penggunaan antibiotika, pasien mempunyai outcome sembuh dengan lama hari rawat yang lebih pendek (5.45 hari vs 4.3 hari dengan P<0.001), biaya belanja obat antibiotika berkuurang (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) dan rata-rata total biaya yang lebih efisien (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). Hal ini dikarenakan jumlah penggunaan antibiotika yang berkurang setelah PPRA. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam ere PPRA di RS Santa Maria adalah mengoptimalkan pemakaian penggunaan jenis antibiotika spektrum sempit dan peningkata kualitas pengumpulan data pola kuman dengan teknik yang benar, alat yang menunjang dan sumber daya manusia yang berkompetensi di bidangnya . Beberapa hal yang harus diperhitungkan oleh rumah sakit terkait pola kuman ini adalah manfaat yang didapat haruslah lebih besar nilainya daripada biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan yang harus dikeluarkan baik terhadap pasien, klinisi dan rumah sakit.
Global health issue that is crucial nowadays problems is antimicrobial resistance. This resistance leads to increased disease mortality, extended length of stay and increased cost of treatment. One of the strategies that is carried out to overcome this resistance is to apply antibiogra, patterns as a reference in the formulation for rational use of antibiotics guidelines. Antibiogram patterns are useful for clinicians in giving empirical therapy thorough an educated guess. Antibiogram patterns are also useful to show trends of antibiotic sensitivity againts certain type of germ. Indonesia shows its concern by making a regulation on the Antimicrobial Stewardship (AMS). Santa Maria Hospital, a private hospital has applied antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines. This thesis was conducted on soft tissue infections cases found in Santa Maria Hospital . The result was that Staphylococcus aureus is the most commonly germ found in cases of soft tissue infections and still has a moderate sensitivity to antibiotic such as third generation of cephalosporin. This antibiogram pattern also encourages clinicians to treat patient diagnosed with soft tissue infection based on the antibiotic guidelines that applicable in Santa Maria Hospital. The results of this study found that with the application of antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines, brings benefit such as not only patients were recovered from the infection but also recovery with shorter length of stay (and 5.45 days vs 4.3 days with P<0.001), cost expenses for phharmacy logistic decreased (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) and decreased mean of treatment cost (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). The reason for this to happened is that the amount of antibiotic used to treat pastient is decreased after AMS . Some matter that need to be improved in the AMS program at Santa Maria Hospital is to optimize the use of narrow spectrum antibiotics and to improve the quality of collecting data for antibiogram pattern by improving techniques, supporting tools and competent human resources. Consideration that must be taken into account is that regarding this antibiogram pattern bring benefits for patients, clinicians and hospitals which is more important than the investment costs, operational costs, and maintenance costs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>