Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asma Fitriani
"ABSTRAK
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan analgesik dalam menginduksi kerusakan hati pada hewan model. Penggunaan hewan model digunakan dalam studi preklinik untuk mengevaluasi aktivitas obat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kondisi kerusakan hati yang diinduksi parasetamol dan natrium diklofenak dan mengevaluasi efek hepatoprotektif lisinopril sebagai obat off label pada hewan model hepatotoksik. Orientasi pembentukan hewan model dilakukan beberapa kali pada beberapa variasi dosis parasetamol melalui rute oral dan natrium diklofenak melalui rute intraperitoneal. Selanjutnya, hewan uji digunakan untuk mengevaluasi pemberian lisinopril. Tiga puluh ekor tikus, dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan (normal, kontrol negatif, dan lisinopril 10, 20, dan 40 mg/kg BB) diberikan perlakuan selama 14 hari melalui rute administrasi oral. Dua puluh empat jam setelah administrasi, parasetamol (2000 mg/kg BB) diberikan secara oral dan 6 jam setelah administrasi, sampel plasma dikumpulkan untuk dianalisis kadar AST, ALT, dan ALP sebagai biomarker parameter kerusakan hepatosit dan SOD dan GPx sebagai gambaran kadar antioksidan plasma. Gambaran morfologi hati juga diamati. Hasilnya menunjukkan bahwa parasetamol menimbulkan kerusakan lebih parah dan lebih dapat diimplementasikan dalam studi hepatoprotektif dibandingkan natrium diklofenak. Dosis parasetamol yang memberikan perbedaan signifikan (p<0,05) terhadap kelompok normal adalah 2000 mg/kg BB dan diukur pada waktu 6 jam setelah administrasi. Uji evaluasi lisinopril menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif pada parameter AST, ALT, dan ALP. SOD dan GPx menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding kontrol negatif, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing dosis. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa parasetamol (2000 mg/kg BB, 6 jam) lebih baik digunakan pada hewan model hepatotoksik dibandingkan natrium diklofenak dan pemberian model lisinopril (40 mg/kg BB) selama 14 hari memiliki potensi sebagai hepatoprotektor pada hewan model hepatotoksik.

ABSTRACT
Several studies have been performed to investigate the analgesic drugs for inducing the liver injury in animal model. It is used as animal model to perform the preclinic study in evaluating the activity of drugs. This study was conducted to compare the conditions of paracetamol and sodium diclofenac-induced liver injury and to experimentally evaluate the protective effect of lisinopril as off label drug in hepatotoxic animal models. The orientation for the formation of animals hepatotoxic model was repeated at various doses of paracetamol orally and sodium diclofenac via intraperitoneal for various timeframes. Furthermore, the animal model was used to evaluate the lisinopril administration. A total of 30 rats in 5 treatment groups (normal, negative control, and lisinopril at dose of 10, 20, and 40 mg/kg/BW/day) were used and treated for 14 days via oral administration route. Twenty four hours after administration, paracetamol (2000 mg/kg BW) were given orally and 6 hours after the plasma samples were collected to analyze AST, ALT, and ALP as paramater biomarkers for hepatocyte damage and SOD and GPx as illustrations of plasma antioxidant activity. Morphological observations were also carried out. The result showed that paracetamol cause more damage and that could be implemented in the hepatoprotective study than sodium diclofenac induction. The dose of paracetamol which gives a significant different (p<0,05) to the normal group is 2000 mg/kg BW and measured at 6 hours after administration. The evaluation of lisinopril showed that there were significant difference (p<0,05) between the treatment groups compared to negative control group on AST, ALT, and ALP parameters. In addition, SOD and GPx activity showed a higher value compared to the negative control group but there were no significant differences in each dose. Based on the the result, it be concluded that paracetamol (2000 mg/kg BW, 6 hours) could be better used as hepatotoxic animal model compared to sodium diclofenac and lisinopril administration (40 mg/kg BW) for 14 days has the potential as a hepatoprotector in animal model."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Rizky Amalia
"Pada penelitian ini kitosan digunakan sebagai bahan penyalut natrium diklofenak dalam bentuk mikrosfer, sehingga waktu pelepasan obat ini dapat diperlambat. Mikrosfer dari kitosan dan natrium diklofenak dibuat menggunakan metode taut silang dengan glutaraldehid sebagai senyawa penaut silang. Preparasi enkapsulasi natrium diklofenak dengan kitosan dalam bentuk mikrosfer mengikuti metode Dubey (2003). Metode analisis yang digunakan adalah Spektrofotometri UV untuk menganalisis konsentrasi obat natrium diklofenak yang terdapat dalam mikrosfer selama pelepasan berlangsung. Scanning Electron Microscope untuk memastikan mikrosfer terbentuk dan melihat bentuk dari mikrosfer tersebut. Konsentrasi natrium diklofenak dalam mikrosfer sebesar 0,35 ; 0,46 dan 0,51 mg natrium diklofenak dalam mikrosfer per mg natrium diklofenak yang ditambahkan pada pembuatan mikrosfer. Efisiensi penjeratan yang paling tinggi mikrosfer dengan konsentrasi obat natrium diklofenak 8 mg/mL sebesar 51 %. Pada penambahan obat 8 mg/mL memberikan profil pelepasan yang lebih lambat dengan rentang waktu yang sama, pada jam ke 12,5 profil pelepasan mulai stabil. Hal ini sesuai dengan waktu pencernaan manusia yaitu 8 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa kitosan dapat memperlambat pelepasan natrium diklofenak. Semakin tinggi konsentrasi obat maka semakin lambat pelepasan obat tersebut. Sebagai perbandingan dengan konsentrasi obat 2 mg/mL profil pelepasannya paling cepat dengan rentang waktu yang sama.

In this research, chitosan is used as a coating material in the form of sodium diclofenac microspheres, so the time of drug release can be slowed. Microspheres of chitosan and sodium diclofenac were made using the method of cross-link with glutaraldehyde as cross link compound. The preparation of encapsulation of sodium diclofenac with chitosan in the form of microspheres follows Dubey method (2003). Analytical methods used are UV spectrophotometer to analyze the concentration of sodium diclofenac drug contained in microspheres during the release takes place. The Scanning Electron Microscope is to ensure the formed microspheres and see the shape of the microspheres. The concentration of sodium diclofenac in the microspheres of 0.35, 0.46 and 0.51 mg of sodium diclofenac in microspheres per mg of sodium diclofenac is added in the manufacture of microspheres. The highest entrapment efficiency of microspheres with the concentration of the 8 mg / mL drug sodium diclofenac is 51%. In addition, the drug 8 mg / mL gives a slower release profile with the same time frame, while at the 12.5 release profile began to stabilize. This is consistent with human digestion time of 8 hours. These results suggest that chitosan can slow the release of sodium diclofenac. The higher concentration of the drug, the drug release is slower. As the comparison, the drug concentration of 2 mg/mL has the fastest release profiles with the same time frame."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1601
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prahara Yuri
"Pendahuluan: Pengobatan analgesik yang ideal pasca operasi harus dapat membantu untuk menghilangkan rasa nyeri yang cepat dan efektif.
Metode Penelitian: 80 pasien yang menjalani tindakan endoskopi urologi di Rumah Sakit Kardinah. Efek analgesik dinilai menggunakan Skala Analog Visual VAS.
Hasil Penelitian: Pada kelompok eksperimen, tidak ada perbedaan antara kelompok B phenazopyridine HCl dan C natrium diklofenak p> 0,05. Grup A asam pipemidat menunjukkan efek analgesik yang lebih menguntungkan daripada B dan C p

Introduction: The ideal postoperative analgesic treat ment should provide rapid and effective pain relief.
Methods: The 80 patients who underwent endoscopic urological surgery at Kardinah Hospital. The analgesic effects were assessed using the Visual Analog Scale VAS.
Results: In the experimental group, there was no difference between groups B phenazopyridine HCl and C sodium diclofenac p 0.05. Group A pipemidic acid demonstrated a more favourable analgesic effect than B and C p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Nurrahmi
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang memiliki kelarutan rendah dalam air. Pemberian natrium diklofenak secara oral memiliki efek samping pada saluran cerna, untuk mengatasi hal tersebut, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk mikroemulsi transdermal. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi koloid yang terdiri dari fase air, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pada penelitian ini diformulasikan mikroemulsi natrium diklofenak dengan metode titrasi fase. Mikroemulsi yang jernih dan stabil dihasilkan dengan konsentrasi minyak 10%, Span 20 35%, Tween 80 30%, dan etanol 10%. Minyak yang digunakan yaitu palm olein yang dibandingkan dengan isopropil miristat. Evaluasi mikroemulsi dilakukan dengan mengukur diameter globul, tegangan antarmuka, bobot jenis, pH, viskositas, uji sentrifugasi, uji stabilitas fisik pada penyimpanan suhu 28±2o C, 4±2o C, 40±2o C, selama 8 minggu dan cycling test. Uji penetrasi natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan sel difusi Franz selama 8 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua formulasi mikroemulsi stabil secara fisik selama penyimpanan dan uji penetrasi menunjukkan bahwa jumlah kumulatif natrium diklofenak pada formula dengan isopropil miristat sebagai fase minyak sebesar 259,6757 ± 70,4651 μg/cm2 dan palm olein sebesar 349,0782 ± 22,0396 μg/cm2.

Diclofenac sodium is a water poorly soluble anti-inflammatory drug. Oral administration of diclofenac sodium can irritate the gastrointestinal tract, to overcome this, diclofenac sodium was made in transdermal microemulsion dosage form. The microemulsion is a colloidal dispersion system that consists of water, oil phase, surfactant, and cosurfactant. In This study a clear and stable sodium diclofenac microemulsion was formulated by phase titration method using isopropyl myristate or palm olein as an oil phase 10%, Span 20 35%, Tween 80 30%, and ethanol 10%. The microemulsion was evaluated by measuring globule diameter size, interfacial tension, density, pH, viscosity, centrifugation test, physical stability test at 28±2oC, 4±2oC, 40±2oC, for 8 weeks, and cycling test. In vitro penetration of diclofenac sodium was examined using Franz diffusion cell for 8 hours. The results showed that the two microemulsion formulations remained physically stable during storage and the cumulative amount of diclofenac sodium penetrated form formulation containing isopropyl myristate and palm olein as the oil phase were 259.6757 ± 70.4651 μg/cm2 and 349.0782 ± 22.0396 μg/cm2"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisi Praista
"Natrium diklofenak merupakan obat golongan NSAID yang sering digunakan untuk mengatasi osteoartritis dengan persentase sebesar 55,88% di Indonesia. Pemberian peroral natrium diklofenak memiliki efek samping gangguan pada saluran cerna dan memiliki waktu paruh singkat. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat sediaan mikroemulsi dengan sistem penghantaran transdermal. Namun, dalam penghantaran sistem transdermal stratum korneum dapat menghalangi absorpsi obat melewati kulit karena stratum korneum tersusun dari sel mati dan pipih yang tersusun dari keratin kaya protein. Mentol merupakan peningkat penetrasi yang dapat meningkatkan absorpsi obat melewati kulit dengan cara meningkatkan permeabilitas kulit. Mikroemulsi merupakan sistem dua fase yang terdiri dari dari minyak dan air serta distabilkan oleh surfaktan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi optimum mentol yang dapat menghasilkan penetrasi yang tinggi. Mikroemulsi natrium diklofenak dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode titrasi fase. Mikroemulsi jernih dan stabil didapatkan dengan konsentrasi tween 80 20%, propilen glikol 30%, minyak 3%, dan mentol (0%, 1%, 3%, dan 5%). Evaluasi sediaan mikroemulsi yang dilakukan adalah pengukuran pH, ukuran globul dan zeta potensial, bobot jenis, viskositas, tegangan permukaan, uji sentrifugasi, uji stabilitas, dan cycling test. Uji penetrasi obat melewati kulit dilakukan secara in vitro dengan metode Sel Difusi Franz. Hasil penelitian menunjukkan persen jumlah kumulatif terpenetrasi pada F1, F2, F3, dan F4 sebesar 9,2581%, 9,5114%, 28,1514%, dan 13,3155% dan keempat formulasi stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu. Formulasi dengan mentol 3% memiliki penetrasi yang lebih tinggi dibandingkan formulasi dengan mentol 0%, 1%, dan 5%.

Diclofenac sodium is one of NSAID group often used to treat osteoarthritis with percentage of 55,88% in Indonesia. Oral administration sodium diclofenac gives side effect on gastrointenstinal tract and has short half-life. To overcome this problem, diclofenac sodium was prepared by microemulsion with transdermal administration. However, on transdermal delivery system stratum corneum can inhibit drug absorption because stratum corneum consist of a dead and flatted cells that rich of protein. Menthol is one of penetration enhancer which can increase drug absorption through the skin by increasing skin permeability. Microemulsion is double phase system consisting of water and oil stabilized by surfactant. The aim of this study was to determine optimum concentration of menthol that can produce high penetration. Microemulsion of diclofenac sodium in this study was prepared by phase titration method. Clear and stable microemulsion were obtained with concentration of tween 80 20%, propylene glycol 30%, oil 3%, and menthol (0%, 1%, 3%, and 5%). Evaluation of microemulsion done by measuring pH, diameter of globul and zeta potential, density, viscosity, surface tension, stability testing, and cycling test. In Vitro drug penetration test was conducted using Franz Diffusion Cell menthod. The result show percent cumulative in F1, F2, F3, and F4 were 9,2581%, 9,5114%, 28,1514%, and 13,3155% and four formulation physically stable during storage 12 weeks. The formulation with 3% menthol had higher penetration that the formulation with 0%, 1%, and 5% menthol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koko Prakoso
"Kitosan merupakan polimer alam bersifat biodegradabel dan biokompatibel yang berpotensi sebagai eksipien farmasetika. Namun, kitosan memiliki batasan penggunaan, yaitu kitosan hanya larut dalam medium asam. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi kimia terhadap kitosan dengan reaksi subtitusi gugus suksinat ke dalam gugus amin kitosan. Modifikasi menggunakan metode pelarut air dan menghasilkan kitosan suksinat. Kitosan suksinat yang dihasilkan dikarakterisasi dan digunakan sebagai bahan penyalut pada sediaan tablet salut enterik natrium diklofenak. Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi fisik (organoleptis, morfologi, sifat termal, kelarutan), kimia (derajat subtitusi, pengenalan gugus suksinat, pH), dan fungsional (viskositas, daya mengembang).
Hasil karakterisasi tersebut diperoleh bentuk polimer yang tidak beraturan dan permukaan kasar. Kelarutan kitosan suksinat mengalami perluasan pada medium basa dan memiliki derajat subtitusi sebesar 3,65 mol/g. Kitosan suksinat selanjutnya digunakan sebagai penyalut dengan konsentrasi 3% dan 4%, serta dikombinasikan dengan HPMCP perbandingan (3:1) dan (2:1) dengan konsentrasi 3%. Tablet salut enterik dievaluasi meliputi penampilan fisik, keseragaman bobot dan ukuran, ketebalan salut, kenaikan bobot, uji waktu hancur pada medium asam selama 2 jam, dan uji disolusi.
Tablet salut enterik dengan konsentrasi kitosan suksinat 3% dan 4% hancur setelah 1 jam dalam medium asam dan belum dapat menahan pelepasan obat dalam medium asam dibawah 10%. Kombinasi kitosan suksinat dengan HPMCP perbandingan (3:1) 3% tidak hancur setelah 1 jam dalam medium asam dan mampu menahan pelepasan obat dalam medium asam sampai 8,53%. Kombinasi kitosan suksinat-HPMCP (3:1) 3% sudah memenuhi persyaratan sebagai penyalut pada sediaan tablet salut enterik.

Chitosan, a natural polymer with biodegradable and biocompatible characteristics, has the potential to be developed as a pharmaceutic excipient. Nevertheless, chitosan has constraint in its use in which chitosan can only soluble in acid. In this study, chemical modification was carried out of chitosan by subtituting succinate group into chitosan amine group. This reaction use water solvent method obtaining chitosan succinate. Chitosan succinate were then characterized and used as coating agent in enteric coated tablet dosage forms containing sodium diclofenac as drug model. Characterizations of chitosan succinate includes physical characterizations (organoleptic, morphology, thermal, solubility), chemical (subtitution degree, succinate group introduction, pH), and functional (viscosity, swelling).
The results, chitosan succinate had irregular shape and rough surface. It was soluble in a wider pH range compared to chitosan. The chitosan succinate also had subtitution degree at 3,65 mole/g. Chitosan succinate was used as coating agent with consentration 3%, 4%, and combined with HPMCP in (3:1) and (2:1) 3%. The obtained tablets were evaluated by its physical appearance, uniformity of weight and size, thickness film, disintegration time for an hour in acid and dissolution.
The result revealed that enteric coated tablet with 3% and 4% of chitosan succinate dissolved after 1 hour in acid yet can not hold drugs release in acid medium under 10%. Enteric coated tablet with combination of chitosan succinate and HPMCP (3:1) and (2:1) 3% did not dissolve after 1 hour in acid medium and can hold drugs release up to 8,53% in acid. This combination has filled requirement as coated in enteric coated tablet dosage forms.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1074
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hariindra Pandji Soediro
"Tujuan: Untuk mengetahui apakah pemberian natrium diklofenak 0.1% topikal sebelum pembedahan dapat mempertahankan dilatasi pupil selama pembedahan katarak dengan tehnik standar ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) dalam pembiusan lokal.
Subjek dan metode : Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda. 32 subjek yang memenuhi kriteria inklusi menjalani pembedahan katarak dengan implantasi lensa intraokular, mendapatkan natrium diklofenak 0.1% tetes mata atau plasebo, yang diberikan 2 jam sebelum operasi setiap 15 menit sebanyak 4 kali setetes. Semua subjek mendapatkan tiga tetes tropikamid 1%, dan setetes fenilefrine liidroklorida 10%. Lebar pupil horisontal diukur sehari sebelum operasi, segera setelah blefarostat terpasang, segera setelah selesai melakukan irigasi aspirasi sisa lensa, dan sehari setelah operasi.
Hasil: Lebar pupil sebelum operasi dan segera setelah blefarostat terpasang tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Lebar pupil setelah irigasi aspirasi sisa lensa pada kelompok diklofenak lebih lebar dari kelompok plasebo, dan secara statistik bermakna (p<00.1). Perubahan lebar pupil pada kedua kelompok berbeda bermakna (p<00.1) dimana perubahan lebar pupil kelompok diklofenak lebih sedikit dibandingkan kelompok plasebo. Lebar pupil sehari pasta pembedahan berbeda bermakna (p<0.05), dimana kelompok diklofenak mempunyai lebar pupil sedikit lebih lebar dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Kesimpulan: Pemberian natrium diklofenak 0.1% tetes mata sebelum pembedahan efektif dalam mempertahankan dilatasi pupil selama pembedahan katarak dengan tehnik standar katarak ekstra kapsular dalam pembiusan lokal.
Kata kunci: Natrium diklofenak topikal - ekstraksi katarak ekstra kapsular - dilatasi - lebar pupil

Purpose: To determine whether pre-operative topical 0,1% Natrium diclofenac therapy could maintained pupillary dilation during cataract surgery using standard extracapsular cataract technique (ECCE) under local anesthetic.
Subject and methods: This study is a randomized, double-blinded clinical trial. Thirty two patients who met inclusion criteria and underwent cataract surgery with lens implantation were received either topical 0.1% natrium diclofenac or placebo, were given two hours pre-operatively every 15 minutes for four doses. All patients also received three doses of 1% tropicamide and single dose of 10% fenilefrine hidrochloride. Pupillary diameters horizontally was measured the day before surgery, immediately after blefarostat was attached, immediately after irrigation aspiration of lens material, and one day after surgery.
Results: Pupil size on the day before surgery and immediately after blefarostat was attached have no statistically different in both group. Pupil size immediately after irrigation aspiration in diclofenac group was larger compare to placebo, and statistically significant (p<0.O01). The change in pupil size was significantly different in both group (p<0.001), there being smaller decrease in diclofenac group compare with placebo group. Pupil size on one day after surgery was significantly different ( po0.05), where the diclofenac groups has slightly larger pupil.
Conclusions: Pre-operative 0.1% natrium diclofenac drops is effective in maintaining pupillary dilatation during cataract surgery using standard extracapsular cataract technique under local anesthetic.
Key words: topical sodium diclofenac- standard extracapsular cataract surgery-dilatationpupil size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library