Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Patricia Rosalind Ismantara
"Penggunaan kadaver sebagai media pembelajaran dalam pendidikan kedokteran telah berlangsung lama. Salah satu zat kimia yang banyak digunakan dalam pengawetan kadaver adalah formalin karena mampu memfiksasi jaringan dengan baik. Namun, penggunaan formalin juga memiliki dampak negatif karena kadaver yang diawetkan dengan formalin tidak mudah mengalami dekomposisi sehingga dapat mencemari tanah ketika kadaver dikebumikan. Sebagai upaya pencegahan, perlu dilakukan proses netralisasi formalin pada kadaver sebelum penguburan. Natrium karbonat dapat menetralkan formalin dalam bentuk asam format. Namun, belum pernah ada penelitian yang membuktikan apakah natrium karbonat mampu menetralkan formalin dalam jaringan. Maka dari itu, untuk mengetahui apakah natrium karbonat mampu menetralkan formalin jaringan, dilakukan studi eksperimental menggunakan hewan coba mencit (Mus musculus) sebanyak 18 ekor yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu tanpa pengawetan (kelompok kontrol, n=6), dengan pengawetan formalin tanpa netralisasi (kelompok formalin, n=6), dan dengan pengawetan formalin serta netralisasi dengan 30% natrium karbonat (kelompok natrium karbonat, n=6). Mencit dikuburkan dan diamati setiap minggu selama enam minggu. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna pada persentase penurunan massa, bahwa persentase penurunan massa kelompok formalin lebih tinggi dari kelompok natrium karbonat. Kemudian, kecepatan tahapan dekomposisi mencit kelompok formalin lebih tinggi dari kelompok natrium karbonat. Disimpulkan bahwa 30% natrium karbonat belum mampu menetralkan jaringan tungkai mencit yang sudah diawetkan dengan formalin.
Cadaver have been used as learning media in medical education for a long time. One of the chemicals that is used in preserving cadaver is formalin because it can fix tissue well. However, this also has negative impact because the cadaver that is preserved with formalin is not easy to decompose so it can pollute the soil when the cadaver is buried. As preventive measure, it is necessary to carry out a formalin neutralizationprocess on cadaver before burial. Sodium carbonate can neutralize formaldehyde in the form of formic acid. However, there has never been a study that proves whether sodium carbonate is able to neutralize formalin in tissues. Therefore, to find out whether sodium carbonate is able to neutralize tissue formalin, an experimental study was conducted using18 mice (Mus musculus) which were divided into three groups, namely withoutpreservation (control group, n=6), with formalin preservation without neutralization (formalin group, n=6), and with formalin preservation and neutralization with sodium carbonate (sodium carbonate group, n=6). The mice were buried and observed every week for six weeks. The results showed a significant difference in the percentage reduction in mass, that the percentage reduction in mass in the formalin group was higher than in thesodium carbonate group. Then, the rate of decomposition of the formalin group of mice was higher than that of the sodium carbonate group. It was concluded that 30% sodium carbonate had not been able to neutralize the muscle tissue of mice that had been preserved with formalin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jason Anfernee Kaloh
"Mengikuti studi literatur, ekstraksi mangan dan litium dari larutan asam dapat dicapai dengan menggunakan natrium karbonat, menghasilkan presipitat karbonat mangan dan litium. Setelah reaksi, padatan disaring menggunakan filter pelat dari larutan asam. Subsistem filter reaktor kedua kemudian dipasang sebagai sejumlah besar litium yang tidak bereaksi dan litium karbonat terlarut yang tersisa. Dengan cara ini, produk padat mangan dan litium karbonat diperoleh pada 99,5% berat. Aliran daur ulang awalnya direncanakan. Namun, setelah pertimbangan dan penyelidikan lebih dalam dalam neraca massa dan spesifikasi peralatan, hal itu dipertimbangkan. Dengan demikian, aliran daur ulang dapat dianggap dilewati. Area pabrik ini mahal, memiliki total biaya tetap berdasarkan lokasi US$164.864.820 di Jakarta, Indonesia. Artinya, rencana proses ini masih memerlukan optimasi dan pertimbangan ulang. Pabrik ini juga mengeluarkan emisi karbon sebesar 80.910,20 kg CO2 per tahun. Dengan optimasi peralatan lebih lanjut, hal ini dapat dikurangi. Analisis bahaya awal menunjukkan bahwa bahaya yang ditimbulkan dalam proses ini agak minimal dan terkait dengan aliran dan bahan peralatan. Tumpahan, korosi, dan erosi adalah bahaya utama yang dapat dicegah dan dikurangi dengan perawatan dan pemeriksaan rutin.
Following a literature study, the extraction of manganese and lithium from an acidic solution can be achieved using sodium carbonate, producing carbonate precipitates of manganese and lithium. Following reaction, solids are filtered out using a plate filter from the acidic solution. A second reactor-filter subsystem is then set in place as a sizeable amount of unreacted lithium and dissolved lithium carbonate remain. In this way, a solid product of manganese and lithium carbonates are obtained at 99.5% by weight. A recycle stream was initially planned. However, after deeper consideration and investigation in mass balances and equipment specifications, it was considered. Thus, the recycle stream can be considered by-passed. This plant area is costly, having a locationfactored total fixed cost US$164,864,820 in Jakarta, Indonesia. This means that this process plan still requires optimisation and reconsiderations. This plant also gives off a carbon emission of 80,910.20 kg CO2 annually. With further equipment optimisation, this can be reduced. Preliminary hazard analysis shows that the hazards posed in this process are rather minimal and are related with flowrates and equipment materials. Spillage, corrosion, and erosion are the major hazards which can be prevented and mitigated by routine maintenance and check-up."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adeline Hyansalem Wicaksono
"Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan deposit bijih laterit yang signifikan. Namun, pengolahan bijih laterit masih menghadapi tantangan dalam pemisahan logam bernilai tinggi dari pengotor. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis mixed nickel oxalate dari larutan pelindian bijih laterit menggunakan asam sulfat melalui proses presipitasi bertahap, yang melibatkan natrium karbonat dan asam oksalat. Proses penelitian diawali dengan pelindian bijih laterit menggunakan larutan asam sulfat (HâSOâ) 2 M pada suhu 90°C dengan variasi waktu pelindian selama 3, 4, dan 5 jam. Larutan hasil pelindian kemudian diproses lebih lanjut melalui presipitasi tahap pertama menggunakan natrium karbonat (NaâCOâ) hingga pH 4 untuk memisahkan besi, diikuti presipitasi tahap kedua menggunakan asam oksalat (CâHâOâ) hingga pH 1–2 untuk menghasilkan mixed nickel oxalate. Produk yang dihasilkan dianalisis menggunakan X-ray Diffraction (XRD), X-ray Fluorescence (XRF), dan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) untuk mengkarakterisasi struktur kristal, komposisi kimia, dan kandungan logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk presipitasi nikel diperoleh pada waktu pelindian 5 jam, dengan kemurnian produk yang tinggi dan pengotor yang minimal.
Indonesia is one of the largest nickel producers in the world, with significant laterite ore deposits. However, processing laterite ore still faces challenges in separating high value metals from impurities. This research aims to synthesize mixed nickel oxalate from the sulfuric acid leach solution of laterite ore through a stepwise precipitation process involving sodium carbonate and oxalic acid. The study begins with leaching laterite ore using 2 M sulfuric acid (HâSOâ) at 90°C with varying leaching times of 3, 4, and 5 hours. The resulting leach solution is further processed through a first precipitation step using sodium carbonate (NaâCOâ) to raise the pH to 4-5, separating iron. This is followed by a second precipitation step using oxalic acid (CâHâOâ) to adjust the pH to 1–2, producing mixed nickel oxalate. The synthesized product was characterized using X-ray Diffraction (XRD), X-ray Fluorescence (XRF), and Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) to determine its crystal structure, chemical composition, and metal content. The results showed that the optimal conditions for nickel precipitation were achieved at a leaching time of 5 hours, producing a high-purity product with minimal impurities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library