Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Syerly
"Tesis ini adalah hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat Kota sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang terkena bencana abrasi pantai dan gelombang pasang. Program pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang dimulai pada tahun 2001 dengan membangun sebanyak 112 unit rumah dengan sistim swakelola dan stimulan bagi penerima sasaran.
Program pembangunan perumahan yang melibatkan partisipasi masyarakat pada era sekarang ini merupakan suatu instrumen yang lebih efektif dan efisien serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan. Masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang lama, ia menjadi unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan nelayan desa Penjajap di dusun Sebangkua Desa Pemangkat Kota dan mengetahui faktor-faktor penghambat / pendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan sejumlah 112 unit rumah tahun 2001 ini terbatas kepada kegiatan pembangunan prasarana, pembentukan kelompok kerja dan kegiatan pembangunan perumahan. Hal ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas karena merupakan rangkaian dari program-program bantuan sebelumnya yang pernah ada di kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, dengan melaksanakan sistim swakelola dan stimulan.
Program pembangunan perumahan tersebut dilaksanakan 3 (tiga) tahap. Tahap I tahun 2001 sebanyak 112 buah. Tahap II akan dilaksanakan tahun 2003, sebanyak 106 buah dan Tahap III akan dilaksanakan tahun 2004, sebanyak 118 buah. Partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan pada tahap I dimulai bulan Pebruari 2001 dan selesai dibangun bulan September 2002 sebanyak 112 unit rumah. Ternyata pada pelaksanaannva terdapat berbagai faktor penghambat dan pendorong dalam pelaksanaan program. Faktor penghambat partisipasi tersebut adanya perencanaan sentralistik, sifat ketergantungan masyarakat dan kebiasaan masyarakat. Hal ini mengakibatkan sebanyak 86 KK yang bersedia menetap di lokasi yang baru, dan 26 KK yang tidak bersedia pindah. Namun di antara 86 KK tersebut terdapat 11 KK yang sering kembali ke rumah asalnya dan hanya sesekali menetap di rumahnya yang baru. Sehingga dengan demikian, masyarakat yang murni menetap di dusun Sebangkau Desa Pemangkat Kota adalah sebanyak 75 KK.
Sedangkan faktor yang mendorong mereka bersedia pindah adalah kondisi dan kebutuhan masyarakat akan rumah, peran fasilitator (tim penyuluhan dan pembinaan pemindahan penduduk) dan peran tokoh-tokoh formal dan informal desa Penjajap dalam mendukung program tersebut.
Partisipasi program pembangunan tersebut dapat dikatakan berorientasi kepada proyek yang kurang mengarah kepada kepentingan masyarakat. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang belum sesuai dengan konsep pentingnya partisipasi dan tujuan partisipasi dimana feed back yang diharapkan adalah pelibatan masyarakat, mulai dari persiapan program, proses perencanaan program, pelaksanaan program dan proses pembuatan keputusan program, masyarakat harus dilibatkan. Kemudian secara komprehensip dan terintegrasi melibatkan dinas instansi terkait, kepala Desa serta Lembaga-lembaga desa yang ada di desa yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
"Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat.
Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya.
Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974.
Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD.
Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinita Pratijivananti
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana peran masyarakat sipil dalam implementasi kebijakan. Peran-peran masyarakat sipil dalam mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sebagai promotor dialog, melakukan advokasi atau lobi, sebagai penyebar informasi, dan sebagai manager project. Penelitian menggunakan studi kasus Komunitas Ciliwung Depok sebagai masyarakat sipil dalam mendorong implementasi kebijakan pembuangan air limbah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 4 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bahwa masyarakat sipil merupakan faktor yang dapat mendorong keberhasilan implementasi kebijakan dengan menjalankan perannya yaitu sebagai promotor dialog, melakukan advokasi atau lobi, sebagai penyebar informasi, dan sebagai manager project. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa dalam implementasi kebijakan harus terdapat kerjasamaa dan koordinasi antara masyarakat sipil dengan pemerintah mengingat kewenangan masyarakat sipil yang terbatas dan respon yang harus diberikan oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan tersebut.

This research will explain how the role of civil society in policy implementation. The roles of civil society in influencing policy implementation are as a promoter of dialogue, advocating or lobbying, as a disseminator of information, and as a project manager. The study used case study of Komunitas Ciliwung Depok as civil society in influence the implementation of wastewater disposal based on Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 4 Tahun 2011 about Disposal Permit and Wastewater Utilization. The purpose of this study is to explain that civil society is a factor that can encourage the successful policy implementation by carry out its role as a promoter of dialogue, advocacy or lobbying, as a disseminator of information, and as project manager. The results of this study suggest that in the policy implementation there should be cooperation and coordination between civil society and the government because of there are limited authority of civil society and the response that should be provided by the government in accordance with the policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Abdul Malik
"Program jaring pengaman sosial (JPS) bidang operasi pasar khusus (OPK) Beras merupakan program ketahanan pangan yang bertujuan untuk menangani masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Program ini digulirkan ke darah-daerah yang rawan terhadap masalah pangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Kenyataannya ketika program digulirkan banyak mengalami masalah di masyarakat terutama bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Program JPS bidang OPK Beras yang dananya berasal dari pinjaman Asia Development Bank (ADB) merupakan program bantuan bagi masyarakat dengan persyaratan melibatkan masyarakat sipil dalam memonitoring jalannya program tersebut.
Peran civil society dalam monitoring kegiatan opk beras menjadi sangat panting karena keterlibatan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Akuntabilitas Pembangunan (JAR) akan dapat menjadi katalisator dialog (catalys of dialogue), melakukan penyeimbang kepentingan (balancing inters), pemberian sinyal (picking up signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama (collective action).
Peran masyarakat sipil yang pertama adalah menjadi katalis dari dialog antara berbagai institusi Negara, pasar, dan masyarakat untuk mencapai konsensus alas prioritas bersama. Proses mencapai consensus ini melibatkan aktivitas-aktivitas seperti identifikasi masalah dan stakeholder, artikulasi dan klarifikasi berbagai kepentingan dan kebutuhan, dan penetapan tujuan bersama. Kedua, masyarakat sipil menjadi penyeimbang kepentingan. Masyarakat sipil yang efektif ditandai dengan proses penyeimbangan kepentingan yang dilaksanakan secara terbuka, santun, dan jujur dimana institusi-institusi yang terlibat memiliki posisi tawar yang sama.
Ketiga, masyarakat sipil melakukan pemberian sinyal. Masyarakat sipil yang berfungsi secara aktif menjamin bahwa sinyal yang dikirimkan sebagai akibat adanya penyimpangan mendapat perhatian dan penanganan sedini dan setuntas mungkin. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan dengan keterlibatan dalam menangani masalah pembangunan atau dengan kata lain masalah baru diatasi ketika sudah menjadi terialu besar merupakan indikasi melemahnya masyarakat sipil (civil society). Keempat, peran mobilisasi untuk aksi bersama. Aksi bersama menandakan masyarakat sipil telah mencapai kohesi kepentingan dan sinergi.
Pada kenyataanya LSM tidak berperan dalam memonitoring program opk (Beras). Ketidak berperanan LSM ini karena LSM tidak mau terlibat dalam struktur pengawasan yang telah dibuat pemerintah dalam memonitoring Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) termasuk di dalamnya operasi pasar khusus (opk) beras. LSM melihat keterlibatan mereka dalam struktur pengawasan JPS akan dapat menjadi LSM tidak independent dalam membuat laporan terhadap hasil temuan mereka.
LSM menganggap program monitoring JPS hanya merupakan salah satu bagian dari proyek pengawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu LSM tidak melakukan monitoring secara struktur tetapi melakukan kampanye melalui alat seperti brosur dan himbauan bahwa ada program JPS yang dananya merupakan pinjaman dari Lembaga bank dunia.
Penelitian yang dilakukan di daerah Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, karena daerah ini merupakan daerah yang dikategorikan sebagai daerah di perkotaan yang akan mengalami krisis pangan akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Tapi pada kenyataannya masyarakat tidak melihat bahwa ada program operasi pasar khusus (opk) beras di daerahnya yang bertujuan unutk membantu masyarakat yang tergolong tidak mampu dengan membeli beras seharga 1000 rupiah dan setiap kepala keluarga mendapat 20 kilogram per bulan.
Penduduk Galur tidak mengetahui bahwa program JPS tersebut merupakan program yang dalam kegiatannya dipantau oleh suatu lembaga yang bertugas unutk menangani keluhan bagi masyarkat yang merasa beras yang mereka terima tidak layak dimakan atau dikonsusmsi. Penduduk tidak tahu harus mengadu atau melapor kemana ketidak sesuaian barang yang mereka terima. Ada lembaga yang seharusnya berperan dalam memantau program opk beras tetapi tidak berjalan karena hanya berada di tingkat Kabupaten.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memaparkan kejadian atau gejala yang ada di lapangan dengan menggambarkan temuan-temuan dan mengambil suatu kesimpulan yang merekomendasikan terhadap temuan tersebut kepada lembaga yang berhak melaksanakannya. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksana program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library