Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melfira Saufika
"ABSTRAK
Trend Video Blogging atau Vlog, telah menjadi trend di masyarakat. Beragam konten kreatif Vlog menjadi tren topik di situs web YouTube, yang dibuktikan dengan jumlah penonton dan penyuka yang didapatkan oleh pembuat video. Dua dari artis muda Indonesia, yang bernama Ringgo Agus Rahman dan Sabai Dieter Morscheck, mendapatkan popularitas di YouTube, setelah membuat video series berjudul Pesan Untuk Bjorka. Video ini mencakup pesan untuk diberikan kepada Bjorka, ketika Bjorka memasuki beberapa fase kehidupan, seperti ketika memasuki masa remaja, beberapa tips dalam memilih teman hidup, dan momen kebersamaan keluarga. Seiring dengan diunggah nya video ke YouTube, konsep video dan proses produksi mendapatkan kritikan dari pengguna internet di Indonesia. Kritik dialamatkan kepada Ringgo dan Sabai, karena pengguna internet di Indonesia mempertanyakan tujuan dari dibuat nya video, apakah sebagai bahan hiburan atau iklan.Penggunaan sponsor dalam produksi dan efek untuk penonton di bawah umur yang menonton video adalah kritik utama. Mahasiswa berumur 20 sampai 22 tahun terpilih sebagai sampel untuk studi. Hasil studi menunjukkan bahwa tujuan dari video Pesan Untuk Bjorka - Siklus Kehidupan dalam Kapsul Waktu, adalah sebagai bahan hiburan. Meskipun banyak tanggapan negatif diberikan oleh penonton YouTube, implikasi untuk digunakan untuk mempelajari konstraksi medium dan realitas sosial adalah konten utama.

ABSTRACT<>br>
The trends of Video Blogging or Vlog, has becoming a trend in the society. A diverse and creative content of Vlog is becoming the trending posts on YouTube website, that is proven by the number of views and likes that is obtained by the video creator. Two of the Indonesian young artists named Ringgo Agus Rahman and Sabai Dieter Morscheck, gained popularity on Youtube for creating a video series titled Pesan Untuk Bjorka. The video encompass messages to be given to Bjorka when he is entering certain phases in life such as when facing the adolescent period, several tips in choosing the life partner, and the moment of family togetherness. By the time the video was uploaded on YouTube, the concepts of the video and the production process was being criticized by the Indonesian internet users. The critics are pointed to Ringgo Rahman and Sabai Morscheck, because the Indonesian internet users were questioning the purpose of the videos, whether the videos were made for entertainment or advertisement.The use of sponsor in the production and the effect for underage viewers who are watching the videos are the main critics. The university students ages 20 to 22 are selected as the sample for this study. The result of this study found that the purpose of the videos Pesan Untuk Bjorka The Cycle of Life in Time Capsules, are created for entertainment. Despite of the negative reactions given by the YouTubers, the implications to be used to learn more about medium of construction and social reality is a major content."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: Wiley Blackwell, 2014
306.44 HAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
"Negara Orde Baru, yang jauh dari format demokratis, agresif menyebar instrumen sosialisasi sebagai upaya pelanggengan sistem politik. Namun secara teoritik, sosialisasi tidak selalu berhasil secara lengkap, diantaranya dipecah oleh kekuatan imperatif kelas sosial.
Tesis ini mengangkat prerskripsi tersebut. Penelitian dilakukan di Kota Rangkasbitung pada lima bulan menjelang Mei 1998 (Reformasi).
Urgensi penelitian ini disamping persoalan praktis bagi para aktor pengambil kebijakan bertalian dengan upaya perolehan kesempatan pembangunan dengan (bentuk) perilaku politik juga merupakan tanggapan terhadap fenomena kesenjangan atau kelas. Pada tataran teoritik, dalam pendekatan Struktural Fungsional bahwa sosialisasi merupakan proses pelestarian sistem politik, dalam kajian ini proses itu diduga terpecah melalui persoalan kelas sosial.
Kajian masalah itu dilakukan terhadap 100 responder, masing-masing 50 responden untuk setiap kelas sosial melalui sampling purposive, ini tahap pertama. Tahap berikutnya, diambil 2 (dua) informan dalam indeepth interview untuk masing-masing kalas sosial, yang didasarkan pada bentuk okupasi public servant dan bentuk okupasi yang mandiri. Responden berusia berkisar antara 18 sampai 30 tahun. Secara demografi-politik, usia ini adalah generasi baru yang tidak tersentuh oleh perjuangan `45 atau apapun yang berhubungan dengan G 30 S-PKI, tidak ada yang trauma politik . Mereka adalah produk sosialisasi Orde Baru.
Data disusun dalam bentuk tabel silang untuk memudahkan analisa pada keterkaitan antar variabel. Bahasan diurai secara naratif analitik, dimaksudkan paparan data bukan sekedar sajian langsung dari tabel kuesioner dan informan yang sepenuhnya tafsiran peneliti (yang memungkinkan peluang dramatis). Melainkan tafsiran didasarkan rasionalitas teori dan perbandingan dengan penelitian yang lain. Ini dilakukan pada setiap ujung pembahasan bab dan sub-bab atau tema.
Seperti layaknya penelitian sosialisasi mengungkap proses ragam institusi sosial yang tersedia dalam masyarakat yang membangun pengetahuan, nilai dan sikap serta kepedulian. Dalam kerangka tersebut pertanyaan besarnya : bagaimana anak muda kota dalam proses pembentukan orientasi politik dalam kaitannya dengan kelas. Untuk membantu memahami gejala tersebut digunukan Poi ver Perspective dan Sociological Knowledge Approach.
Temuan penelitian tesis ini dalam bagian Kesimpulan disajikan dalam beberapa tesa. Pertama, peran keluarga dalam kelas atas lebih nyata sebagai agen sosialisasi politik, sementara pada kelas bawah peran itu dilakukan oleh peers-group ketetanggaan. Kedua, Orang tua yang menjadi figur publik cenderung memberikan kontribusi terhadap tingkat kepedulian politik anak. Ketiga, institusi agama pada masyarakat kelas atas cenderung bersifat politis sehingga sebagai agen sosialisasi politik lebih menonjol. Keempat, institusi agama pada kelas bawah cenderung sarat dalam wacana sufistik, sehingga memberikan kesan pada bentuk sosialisasi nilai politik yang bersifat konformis secara politik atau pro-state. Kelima, kelas atas lebih memahami aturan main politik, sementara pada kelas bawah lebih memahami peristiwa politik. Keenam, pada kelas bawah demokrasi dipandang dalam kerangka formalistik - institusional, sementara pada kelas atas demokrasi lebih dilihat dari sisi substansi (isi). Ketujuh, nilai - nilai demokratis lebih baik dikalangan anak muda kelas atas. Kedelapan, anak-anak muda kelas atas cenderung bersikap responsif-konservatif terhadap persoalan politik tingkat lokal, sementara pada anak muda kelas bawah terhadap persoalan yang sama bersikap apatis. Kesembilan, anak muda pada kelas bawah bersikap fatalistik terhadap sistem meritokrasi politik dan ekonomi, sementara pada anak muda kelas atas bersikap optimistik bahwa sistem meritokrasi tersebut dapat dibangun, Kesepuluh, bagi anak muda kelas atas terhadap isu politik lokal menunjukkan kepedulian yang lebih tinggi. Sementara terhadap isu kesenjangan ekonomi kepedulian yang tinggi lebih ditunjukkan oleh anak muda dari kelas bawah.
Temuan lain, nampaknya menarik untuk diangkat, bahwa eksklusivisme cenderung dibangun melalui struktur kelas (struktur sosial vertikal) daripada struktur sosial horizontal. Dan, anak muda di kedua kelas cenderung konservatif terhadap nilai agama, tetapi lebih moderat dalam soal suku atau etnis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Federika Arwan
"ABSTRAK
Penelitian tentang "Sosialisasi Anak di Daerah Skouw, Kotamadya Jayapura" difokuskan pada 3 (tiga) desa yaitu : Desa Skouw Sae, Desa Skouw Mabu dan Desa Skouw Yambe di Kecamatan Muara Tami yang merupakan daerah perbatasan negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara tetangga Papua New Guinea.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk sosialisasi anak di daerah Skouw, kaitannya dengan latar belakang sosial budaya. Untuk mencapai tujuan dimaksud, digunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah holisme yang bersifat deskriptif dan prosesual.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah "purposive sampling" dengan jumlah sampel sebanyak 30 kepala keluarga (KK) dari populasi yang ada. Teknik ini digunakan dengan,pertimbangan bahwa karakteristik populasi yang ada bersifat homogen, sehingga dapat dianggap representatif. Sementara itu pusat perhatian lebih difokuskan pada keluarga dalam suatu rumah tangga, khususnya yang telah mempunyai anak.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan seperti pengasuhan dan perawatan anak, serta penyampaian informasi kepada anak tentang nilai-nilai, normanorma dan aturan-aturan yang disepakati bersama dalam kebudayaan orang Skouw merupakan titik perhatian dari kajian ini. Melalui proses pembelajaran ini pula, sifat-sifat seperti bekerja sama (gotong royong), bertanggung jawab, patuh dan taat, sopan dalam pergaulan, minta dilayani dan sifat agresif dapat dikembangkan pada diri anak sesuai dengan lingkungan sosial budaya di mana anak lahir, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ansari Ridha
"Penyelenggaraan Pendidikan Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan profesional petugas di bidang pemasyarakatan. Semenjak didirikan tahun 1964, lembaga pendidikan ini telah mencetak kader-kader di bidang pemasyarakatan yang bekerja dan tersebar dari seluruh Indonesia. Namun sampai saat ini belum banyak penelitian yang berusaha mengungkap dampak penyelenggaraan pendidikan pendidikan AKIP terhadap kualitas kerja, sikap dan perilaku serta mobilitas sosial bagi para alumninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penyelenggaraan pendidikan AKIP terhadap kualitas kerja, sikap dan perilaku serta mobilitas sosial para alumninya. Melalui basil penelitian ini diharapkan akan diperoleh masukan bagi lembaga ini dalam menentukan arah dan garis kebijakan pengembangan kurikulum AKIP di masa-masa mendatang.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan responden yang terpilih adalah alumni AKIP 3 (tiga) angkatan terakhir, dengan harapan dapat merepresentasi kondisi obyektif alumni. Dari hasil pengumpulan data melalui kuesioner dan pemilihan sampel sebany.k 30 (tiga puluh) orang, selanjutnya dilakukan penghitungan secara kuantitatif dengan pendekatan statistik. Pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows.
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap variabel ini, ternyata ditemukan adanya dampak penyelenggaraan program pendidikan AKIP terhadap kualitas kerja alumninya di Iapangan. Adanya dampak pendidikan terhadap kualitas alumninya terlihat dari kemampuan alumni untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya dengan balk, timbulnya ide-ide barn dalam pelaksanaan tugas sehingga mencerminkan kualitas tertentu pada din alumni serta meningkatnya tingkat efisiensi dan efektifitas pelayanan yang dapat mereka berikan kepada masyarakat.

Management of Education of Academy of Science Corrections (AKIP) executed in order to improving professional skill and knowledge officer in area correction. Since founded year 1964, institute of this education have printed cadre in area of laboring pemasyarakatan and gone the round of from entire all Indonesian. But to date not yet a lot of research trying to express impact of management of education of education of AKIP to quality work, attitude and behavioral and also the social mobility to all his college.
This research aim to to know impact of management of education of AKIP to quality work, attitude and behavioral and also the social mobility all his collegiate. Through result of this research expected will be obtained by input for this institute in determining direction and mark with lines policy of development of curriculum of AKIP in the future.
In this research writer use chosen responder is college of AKIP 3 (three) of last generation, on the chance of earning presentation of objective condition of college. From result of data collecting ofthrough kuesioner and election of sample as much 30 (threeten) people, , is here in after conduct by a numeration quantitative with statistical approach. Data processing use program of SPSS for Windows.
Pursuant to analysis to this variable, is really found by a existence affect management program education AKIP to quality work his college in field. Existence affect education to his college quality is seen from collegiate ability to finish duties which to perform better, incidence new idea in duty execution so that mirror certain quality at college x'self and also the increasing of and efective service efficiency storey;level they which can pass to society."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Rosdiana Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas pengaruh sosialisasi keluarga terhadap perilaku prososial remaja awal (13-14 tahun). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan teknik survei untuk mengumpulkan data utama, dan teknik wawancara untuk mengumpulkan data tambahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sosialisasi keluarga berpengaruh terhadap perilaku prososial anak, dengan kekuatan hubungan antar varaibel yang cukup kuat (nilai uji kekuatan hubungan menggunakan somers'd = 0,451). Sosialisasi keluarga diukur dari empat proses, yaitu terpaan yang selektif, keteladanan, ganjaran/imbalan, dan hukuman. Masing-masing proses sosialisasi keluarga ini terbukti memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial anak, walaupun memiliki kekuatan yang berbeda-beda.
Kekuatan hubungan antara terpaan yang selektif/selective exposure (proses pemberian penjelasan) dengan perilaku prososial anak terbilang cukup kuat (somers'd =0,524). Kemudian, kekuatan hubungan antara keteladanan/modelling (proses pemberian contoh perilaku) dengan perilaku prososial anak terbilang sedang (somers'd = 0,414). Sedangkan, kekuatan hubungan antara ganjaran/reward (pemberian imbalan) dengan perilaku prososial anak terbilang cukup lemah (somers'd = 0,308). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kekuatan hubungan antara hukuman/punishment (pemberian hukuman) dengan perilaku prososial anak (somers'd = 0,305).
ABSTRACT
The focus of this study is to explore the effect of family's socialization toward the teenage's prosocial behavior. This study is using quantitative method, with the survey technique to collect the main data and depth interview technique to collect secondary data.
The results of this research had proved that the family's socialization has an effect toward teenage's prosocial behavior, where the score correlation between those variables are strong (somers'd 0,451). The family's socialization is measured by four process (selective exposure, modeling, reward, and punishment). The statistic test using somers'd has proved that each process has correlation with the teenage's prosocial behavior, tough with different results.
The correlation between selective exposure (the instruction process) and teenage's prosocial behavior is strong (somers'd = 0,524), and the correlation between modeling (and teenage's prosocial behavior is average (somers'd = 0,414). The correlation between reward and teenage's prosocial behavior is quite weak (somers'd 0,308). This result is not far different from the correlation between punishment and teenage's prosocial behavior (somers'd 0,305).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ariati Pratiwi
"An Organization which have a strong and deep of corporate culture, surely consist of highly motivated and committed individuals. Those individuals will sacrifice themselves for organization purpose. This is exactly what an ideal condition that were hoped for by all leaders, so that no extra effort needed to drive their worker and no need for a monetary instrument to boost their pace. That?s why strong organizational culture is an effective yet efficient to control human behavior. Kinderfield is one of educational organization that emphasize on their teacher?s quality. That?s why Kinderfield?s cultural socialization became important unseparated point from development of it?s teaching forces. Cultural socialization flow from a lower on group or organization to a lower level. Sometimes there were several hindrances and obstacles. Fue to that imperfection in cultural socialization cause bad effect to Kinderfield, such as lack of proper understanding of cultural values by the teachers and could disturb teaching- learning activities.
In this research, the researcher use qualitative approach. To get all the data and information, researcher use deep interview on multiple sources, field observation and librarial study. Reseaercher interviewed several sources, among them are two representative from Top Management, two from Managerial Class and Three teachers. They cover the whole Kinderfield population.
Based on result of the research on socialization process in KInderfield we can conclude that socialization in Kinderfield runs well done, despite all of hindrances and abstacles on the process which is slow understanding of several teacher. From interviews, teachers learn cultural values in story and ritual forms. Top Management?s sensitivity is needed in socialization process to ensure it still walk within allowable borders so that organizational target can be achieved which is good work productivity, high commitment and low rate of resigning workers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Triana
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan kegiatan sosialisasi Perlindungan Tenaga Kerja Anak yang dilaksanakan pada tahun 2004 di Desa Banyumulek beserta faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan kegiatan sosialisasi. Penelitian ini dipandang penting mengingat Pemerintah Pusat telah mengeluarkan adanya suatu Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk melindungi dan menghapuskan tenaga kerja anak melalui berbagai program kegiatan seperti sosialisasi, akan tetapi kenyataannya jumlah tenaga kerja anak di Prop. NTB masih menunjukkan angka yang tinggi. Begitu pula setelah diadakannya sosialisasi pada tahun 2004 terhadap anak-anak yang bekerja di sentra industri gerabah di Desa Banyumulek tetap tidak memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Jumlah tenaga kerja anak di Desa Banyumulek tetap memperlihatkan angka yang tinggi walaupun telah diadakan sosialisasi. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan, wawancara mendalam (in depth interview) tidak terstruktur dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dan dipilih sebanyak 15 informan yang terdiri dari para pelaksana kegiatan yakni Kasubdin Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Prop. NTB, Kasi Norma Kerja Disnaker Prop. NTB, Staff Disnaker, Penyuluh, Aparat Desa, Anggota Komite Aksi Propinsi. Sasaran kegiatan adalah peserta sosialisasi yakni anak-anak yang bekerja pada usia 13-15 tahun. Selain itu juga ada orang tua, pengusaha dan tokoh masyarakat setempat untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan kegiatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses kegiatan sosialisasi yang dilakukan pada tahun 2004 di Desa Bayumulek tersebut pada intinya dilaksanakan dengan segala keterbatasan. Baik itu dari segi perencanaan maupun pada tahap pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari beberapa kegiatan pada setiap tahapan, yakni tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan koordinasi, rekruitmen, persiapan bahan dan pembagian tugas semuanya dilakukan hanya dalam jangka waktu dua bulan sebelum pelaksanaan kegiatan yang ditentukan yakni pada tanggal 18 Mei 2004. Koordinasi hanya dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan rekruitmen peserta dilakukan oleh Aparat Desa yang dibantu oleh Kepala Dusun setempat. Pada tahap pelaksanaan ditemukan beberapa masalah yang perlu untuk diperhatikan yakni menyangkut waktu pelaksanaan kegiatan, peserta sosialisasi, penyuluh, materi yang disampaikan hingga metode yang digunakan. Waktu pelaksanaan kegiatan sosialisasi hanya dilaksanakan satu hari penuh yakni dari pukul 07.30 s/d 17.30. Waktu yang hanya satu hari penuh ini dirasakan sangat singkat oleh para peserta maupun oleh para penyuluh. Dalam pelaksanaan kegiatan ini ada beberapa faktor penghambat yang menyebabkan kegiatan sosialisasi ini tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Baik itu faktor penghambat yang berasal dari dalam kegiatan itu sendiri maupun faktor penghambat yang berasal dari luar kegiatan. Salah satu hambatan terbesar adalah waktu pelaksanaan kegiatan yang terlalu singkat yakni hanya dilakukan satu hari penuh. Materi yang terlalu panjang dan penyuluh yang belum memahami cara atau teknik berkomunikasi pada anak. Selain itu faktor penghambat lain yang berasal dari luar kegiatan adalah kondisi keluarga yang miskin, dan tradisi kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa pekerjaan membuat gerabah itu adalah suatu tradisi budaya turun-temurun yang harus dilestarikan. Disamping faktor penghambat juga terdapat faktor pendukung seperti tersedianya sarana dan prasarana juga kehadiran para peserta sebanyak 20 (dua puluh) orang. Selain itu juga ada faktor pendukung lain yang berasal dari luar kegiatan sosialisasi ini, yaitu komitmen bersama dari Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Baik itu orang tua, pengusaha maupun pekerja anak sendiri. Serta program terpadu yang dilaksanakan oleh para stakeholder baik itu Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial, BPM, LSM dan Lembaga Universitas secara bersama-sama.

This thesis is result of research the implementation of socialization activity for Child Labor Protection executed in 2004 at Banyumulek Town along with pursue and support factors of activity socialization execution. This research are to be important considered of Central Government have released an National Action Plan to protect and abolish child labor through various activity program like socialization, however in reality amount of child labors in Province of NTB still show high number. As also after performing socialization in 2004 to children that work at central industry of gerabah in Banyumulek Town, still not showing a good result. In Banyumulek Town still showing a high number of child labors although it have been performed a socialization. In this research, writer use qualitative method yielding descriptive data through bibliography study, non-structure circumstantial interview (in depth interview) with all informant. Informant election conducted by purposive sampling and 15 informant were selected consist of all participate activity namely chief of Inspection division Labor Department Province of NTB, Chief of Law Work Subdivision of Labor Department Province of NTB, Staff of Labor Department, Trainers, Government Officer, Member of National Action Committee in Province. Activity target is socialization participant namely children which working in age 13-15 year. Besides there also parents, local elite figure and entrepreneurs that know pursue and support factors of activity. From research result known that socialization activity 2004 process in Bayumulek Town are conducted with many limitations. Whether it from planning and execution phase. This matter seen from some activities in each phase, namely planning phase and execution phase. In planning phase of coordination activity, recruitment, materials preparation and duty assignment altogether conducted only within two months before the execution activity on 18 May 2004. Coordination only conducted 2 (two) times and participant recruitment conducted by Government officer assisted by local chief officer. At execution phase found some problems which need to be paid attention namely concerning time execution activity, participant socialization, trainer, submitted materials to used method. Time socialization activity execution only executed one day full from 07.30 up to 17.30. Time which only one day full felt briefest by all participants and all trainers. In execution of this activity there are some pursue factors causing of this socialization activity does not have maximal result. Whether that pursue factor coming from within activity itself even coming from outside pursue factor of all participants. One of the biggest pursue is time execution too short only conducted one day full. Too much materials and no understanding trainer on way or communicate technique to children. Besides other pursue factor which was come from outside is the condition of impecunious family, and tradition habit of society assuming that work is a cultural tradition by generations which must be preserved. Beside pursue factor there also support factor like available facilities and basic facilities also the attendance of all 20 (twenty) people participants. Besides there is also other support factor to that maintain this socialization activity, that is real commitment from Government and all society element. Whether it parents, entrepreneur and child worker itself. As well as integrated program that executed by all stakeholder in Labors Department, Social Department, BPM, LSM and University."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Rahmat Purwanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana serangkaian proses yang
dialami oleh beberapa musisi jazz, dari mereka kecil hingga dewasa, proses ini
kemudian membuat sebuah karakter tersendiri yang dimiliki oleh musisi tersebut,
yakni, sebuah karakter yang dikatakan oleh orang-orang sebagai ?jazzy people?,
atau orang-orang yang bermain musik dengan nge-jazz.
Dalam menjelaskan serangkain proses tersebut, penelitian ini membahas
profil masing-masing informan (musisi jazz) dengan rinci. Data diperoleh dari
kegiatan sehari-hari informan, yang diceritakannya kembali kepada peneliti.
Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu sekitar satu setengah tahun,
dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam
terhadap para informan, dan melakukan kegiatan sehari-hari bersama mereka
(participant observation).
Beberapa proses yang dialami setiap musisi ini kemudian menjadi data
yang akhirnya diolah dan dianalisa, dan menghasilkan kesimpulan, yakni masing-
masing musisi mengalami pola penanaman kebudayaan yang berbeda yang
berpengaruh terhadap musik mereka, yang akhirnya menjadikan mereka musisi
jazz.
Pola-pola penanaman kebudayaan yang ditemukan dari penelitian ini
antara lain adalah, pola pengenalan musik sejak dini oleh keluarga si musisi, juga
karena faktor lingkungan dimana dia berada, dan pola penanaman kebudayaan
yang terjadi karena adanya kesempatan dan keseriusan dalam diri musisi jazz
tersebut.
Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa seseorang yang menjadi
musisi jazz itu melewati beberapa proses panjang dalam kehidupan mereka. Tidak
bisa dikatakan bahwa musisi itu bisa menjadi seorang yang ?jazzy? hanya karena
faktor keluarga saja, tetapi juga karena faktor-faktor lain, yang diantaranya adalah
institusi formal, dan lingkungan.

ABSTRACT
This study aimed to see how a series of processes experienced by some
jazz musicians, from their early years into adulthood, where this process later
create a character that is owned by the musician, that is, a character called by
people as "jazzy people", or people who play jazz music.
In explaining the series of processes, this research discusses the profile of
each informant (jazz musicians) in detail. The data was obtained from the daily
activities of informants that were shared to the researcher.
The research was conducted within a period of about one and a half years,
and to collect the data, the researcher used in-depth interviews with informants
and also performs daily activities with them.
The processes experienced by each musician was later was used as the
data that eventually was processed and analyzed, and lead to the conclusion that
each musician experienced different pattern of enculturation, which influenced
(affected) their music, and in the end made them become jazz musician.
Enculturation patterns found in this research include introducing music to
the musician from their early childhood by their family, influence by their
environment, and the opportunity and seriousness of the jazz musicians
themselves.
Based on this research, it was concluded that, a jazz musician went
through long and different processes in their lives. We can not say that a musician
could become a 'jazzy' only because of family factor, but also, the existence of
other factors such as the formal institution, and environment."
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Illinois : Dorsey Press, 1962
370.193 SOC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>