Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Tuty Nur Mutia
Abstrak :
Penelitian ini didasari pertanyaan utama "mengapa wanita Cina di Indonesia tidak terlalu terlihat aktualisasi peran sosialnya?" Kemudian, apakah hal itu terjadi karena posisi mereka yang "minoritas ganda"? Punyakah mereka keinginan untuk menunjukkan peran sosialnya di masyarakat? Bagaimana bentuknya dan bidang apa saja yang dipilihnya? Faktor apa yang menghambat atau mendorongnya? Serta pertanyaan-pertanyaan lain seputar hal itu yang sangat menarik untuk dicari jawabnya. Fokus penelitian ini berkaitan erat dengan prilaku manusia yang sulit diukur, karena itu digunakan metodologi penelitian kualitatif fenomenologis yang berbasis pada perspektif interaksi simbolik. Digunakannya metodologi ini memungkinkan pengungkapan fakta atau kebenaran empirik tidak saja dari sisi empiri indrawi, logis, dan etisnya, tapi juga empiri trasendentalnya. Analisis terhadap jawaban 101 responden atas kuesioner yang diberikan, yang dipertajam melalui pengamatan berperan serta (action research) dan wawancara terhadap beberapa tokoh, menghasilkan beberapa simpulan, antara lain bahwa sebagai makhluk sosial wanita Cina di Jabodetabek walaupun ada pada posisi ?minoritas ganda? namun tetap memiliki keinginan untuk mengaktualisasikan peran sosial mereka. Bidang sosial yang menjadi pilihan utama adalah keagamaan, disamping pilihan bidang-bidang lainnya, termasuk bidang politik. Penghambat aktualisasi peran sosial mereka adalah telah terjadinya proses "eksklusivikasi" yang dijalani secara sadar ataupun tidak, melalui 4 aspek kehidupan sosial mereka yaitu tradisi, bahasa, pendidikan, dan lingkungan. Kesadaran diri yang semakin besar bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia, merupakan faktor pendorong utama terjadinya aktualisasi peran sosial mereka, di samping faktor-faktor lain termasuk faktor materi di dalamnya.
Actualization Of Chinese Women`s Social Role In Jabodetabek. This research is based on a primary question "Why the actualization of Chinese women's social role is not frequently seen in Indonesia?"; Does it happen because of their "double minority" position? ; Do they have willingness to show their social role in society? ; And some other questions around the issue which are interesting to find the answer. The focus of this research relates to human behavior which is hard to measure, so this research uses qualitative research methodology which is based on symbolic interaction perspective. An analysis on 101 respondents' answers to the questionnaires, and the result of action research and deep interview with some people who have been chosen, give us some conclusions. One of them: as human beings, even though Chinese women in Jabodetabek are on double minority position, they still have the willingness to actualize their social role. The area that becomes their primary choice is in religion, but some of them choose other areas like arts, sports, even politics. Their primary obstacle for actualizing the role in social life is the process of exclusiveness that has happened and has been carried out in their daily lives whether they realize it or not. It happens on their four social living aspects: tradition, language, education, and social environment. The main factor that has motivated them is their self awareness as part of Indonesian society. However, the material interest also has a slight influence on them.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Arjani
Abstrak :
Pramuwisata Perempuan dan Strategi Mengatasi Hambatan yang Dihadapi dalam Menjalankan Peran Reproduktif, Produktif dan Peran Sosial diangkat sebagai masalah dalam tesis ini, karena Bidang kerja kepramuwisataan termasuk bidang kerja yang relatif baru dimasuki oleh tenaga kerja perempuan. Bidang kerja ini oleh masyarakat Bali dianggap sebagai bidang kerja yang kurang cocok ditekuni oleh perempuan karena waktu dan tempat kerjanya tidak tetap. Hal ini menyebabkan perempuan pramuwisata menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan profesinya. Sementara itu, sebagai pekerja, perempuan tidak bisa lepas dari peran lainnya di rumah tangga dan di masyarakat sehingga perlu strategi untuk bisa menjalankan semua perannya. Penelitian ink merupakan penelitian ekploratif dengan pendekatan observasi dan wawancara terhadap 10 perempuan pramuwisata yang terdiri dari 7 informan yang sudah berstatus menikah dan 3 informan belum menikah. Dalam membahas masalah penelitian ini dipakai beberapa pemikiran atau temuan yang berkaitan dengan masalah motivasi kerja yang antara lain dikemukakan oleh Munandar dan Ware. Dikemukakan oleh Munandar dan Ware bahwa faktor yang memotivasi perempuan melakukan kerja nafkah adalah motivasi ekonomi seperti menambah penghasilan keluarga atau karena ingin mempunyai penghasilan sendiri dan motivasi nonekonomi antara lain karena ingin mencari pengalaman dan ingin mengaktualisasi diri. Terkait dengan masalah hambatan dipakai pemikiran Wadhera (1987) dan Baruch (1972) yang mengemukakan bahwa bagi perempuan pekerja terutama yang sudah menikah, hambatan sering kali datang dari suami/orang tua/mertua dan dari lingkungan masyarakat. Di samping itu hambatan juga sering datang dari dalam diri perempuan itu sendiri yang biasanya dipengaruhi oleh adanya peran tradisional perempuan. Masalah strategi dipakai konsep Moser yaitu terkait dengan kebutuhan gender praktis dan kebutuhan gender strategis. Temuan lapangan menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor utama yang memotivasi informan melakukan kerja nafkah dan menekuni pekerjaan pramuwisata. Motivasi nonekonomi dianggap sebagai motivasi sampingan. Tantangan yang dihadapi oleh informan datang dari dalam dirinya sendiri yaitu munculnya perasaan bersalah karena dirinya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Tantangan lain bersumber dari orang lain dalam keluarga yang terutama muncul akibat adanya sikap kurang setuju terhadap pekerjaan yang ditekuni oleh informan dan adanya nilai jender bahwa pekerjaan rumah tangga hanya menjadi tugas perempuan. Tantangan dari lingkungan kerja terkait dengan masalah profesionalisme kerja dan pembagian kerja yang kurang adil. Sedangkan tantangan dari lingkungan masyarakat/banjar terutama terkait dengan partisipasinya dalam mengikuti kewajiban adat. Gosip dan pelecehan tidak bisa terelakkan dari kehidupan pramuwisata perempuan karena masih banyak orang yang menganggap pekerjaan pramuwisata tidak cocok untuk perempuan, karena itu perempuan yang menekuni profesi ini dianggap sebagai melakukan penyimpangan dari norma yang ada di masyarakat. Strategi yang diambil dalam mengatasi masalah yang dihadapi pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan praktis perempuan dengan cara mengatur waktu sebaik mungkin, mencari pengganti untuk kepentingan tugas-tugas rumah tangga, tugas kantor dan kewajiban adat. Strategi ini cenderung bersifat mempertahankan nilai jender yang ada pada masyarakat Bali tentang pekerjaan rumah tangga adalah tugas utama perempuan. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain bahwa tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh perempuan pramuwisata (informan) pada dasarnya bersumber dari adanya nilai jender dalam masyarakat yang bersifat merugikan perempuan seperti pekerjaan rumah tangga hanya dianggap sebagai tugas dan tanggung jawab perempuan dan pekerjaan pramuwisata hanya dianggap sebagai dunianya laki-laki. Strategi yang dilakukan oleh informan cenderung hanya bersifat untuk memenuhi kebutuhan gender praktisnya, sementara strategi untuk memenuhi kebutuhan gender strategisnya belum begitu nampak.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Nabilla Salfa
Abstrak :
Teori Peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Perbedaan tugas ini mencolok di pekerjaan yang didominasi oleh perempuan, seperti pekerja kesehatan, guru playgroup dan guru Taman Kanak-Kanak, apabila disandingkan dengan pekerjaan yang didominasi laki-laki, seperti pekerja bangunan, montir atau tukang listrik. Dewasa ini, perbedaan tersebut juga dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga. ......Social role suggests that almost all behavioral differences between male and females are the result from cultural stereotypes about gender. For women is expected to behave differently, task assigned to them in working space is also different. This differentiation in task assigned is stark in women dominated jobs, such as healthcare assistant, preschool and kindergarten teacher, compared to men dominated jobs, such as construction worker, mechanics and electrician. It has recently observed that the extension of gender- dominated jobfield might have extension to legislatif commission in Indonesia. Commission that deals with health issue, social work, and anything related to soft politics are high in women’s involevement, but not in commission that related to military, internal affairs, or anything that relates to hard politics. Thus, a study regarding the disproportional gender ratio between certain commission is required to examine the impact of social role to the job division among women in Indonesian legislatif. Using data gathered from interview and literature review, this research concludes that the social role does not affect the legislatif institutions by system, but it rather stems from cultural perspectives that stem from lack supply of women-gendered legislatif member. Although this problem is constantly being addressed by the government, women are still under various hindrace from joining the legislatif as they are limited by willingness, financial capability and approval from the family. These hindrances are virtually nonexistent to male, as they are expected to lead and get involved in the government as breadwinner, while women are still expected to take caretaking role of the family. Therefore, although the women are not systematically oppressed, the social role is still affecting their involvement in the legislatif process as they are naturally few in number by supply and has internal willingness to take task that is close to their social role as a woman in the family.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Setyono
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Namita Harumsari
Abstrak :
Stereotipe Gender adalah perilaku atau kebiasaan dari 'tipe' laki-laki atau 'tipe' perempuan. Stereotipe Gender sendiri sering digambarkan dalam cara yang berbeda-beda di dalam film, beberapa bisa ditoleransi dan beberapa juga tidak. Artikel ini bertujuan untuk membahas bagaimana ide dari stereotipe gender membangun karakter dan emosi di dalam film berjudul Inside Out 2015 . Meskipun banyak ahli yang sudah membahas film ini dari sisi psikoanalisis, tidak banyak yang menganalisa film ini dari sisi stereotipe gender pada karakternya. Artikel ini mempunyai harapan agar pembacanya bisa melihat bahwa banyak elemen-elemen yang bisa dibuktikan kebenarannya bahwa stereotipe gender membangun karakter di dalam kehidupan nyata, dan emosi di dalam kepala para karakter-karakternya
Gender stereotype is an attitudes or behaviors of a 'typical' man or a 'typical' woman. Gender stereotype itself often depicted in movies in such different ways, some are tolerable and some are not. This article aims to discuss about how the idea of gender stereotype construct the characters and emotions in a film titled Inside Out 2015 Although there a lot of scholars who have discussed the movie from psychoanalytical point of view, not many have analyzed the movie based on the gender stereotype on the characters. This article expects to inform the reader that there are many elements that can be analyzed to prove that gender stereotype constructs the characters in the real life, and the emotions inside the characters' head.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Logan Gunadi Wirawan
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena mahasiswa sebagai korban pinjol ilegal dan mengidentifikasi aspek kehidupan akademis yang mendorong mahasiswa menjadi pengguna pinjol ilegal. Pegumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur kepada tujuh mahasiswa korban pinjol ilegal. General strain theory digunakan untuk menjelaskan bagaimana lingkungan akademis menghasilkan tekanan yang mendorong mahasiswa menjadi pengguna pinjol ilegal. Analisis strain digunakan untuk mengkaji eksploitasi finansial, teror, dan intimidasi yang dialami mahasiswa selama dan setelah menjadi korban pinjol ilegal. Penelitian ini menemukan bahwa mahasiswa mengalami strain dalam menjalani kehidupan akademis, berupa konflik peran dan kegagalan memenuhi tanggung jawab sebagai mahasiswa dan tanggung jawab sebagai anak di dalam keluarga. Biaya pendidikan yang terus meningkat mahasiswa tidak memiliki akses penghasilan yang stabil karena keterbatasan pengalaman dan waktu menciptakan tekanan finansial. . Sementara beasiswa dan keringanan biaya akademis pada umumnya memiliki syarat yang terlalu rumit untuk diakses, sehingga tidak dapat membantu semua mahasiswa. Strain yang dialami membuat mengalami gangguan mental seperti stres, kecemasan, dan paranoia. Dalam kondisi strain mahasiswa terdorong untuk mencari solusi cepat dengan cara apapun, termasuk pinjol ilegal, sehingga mengabaikan risiko dan bahaya dari solusi tersebut. ......This research means to explain the growing phenomena of students as victims of illegal online lending and to identify aspects of academic living that push students to take on illegal debt. This research utilizes structured interviews to obtain data from seven student victims of illegal online lending. General strain theory is used to explain how academic environments create pressures on students that causes disturbances among students that lead to illegal online loan use. Strain analysis is used to gauge how students experience victimization from the financial exploitation, terror, and intimidation they undergo while or after using illegal online loans. This research's findings identify two main sources of strain among students. First is the social pressure for students to perform academically, causing students who fail to uphold social expectations to experience strain. Second is the rising price of academic participation, with rising tuition costs and high costs associated with maintaining academic presence. Students are also found to have very minimal ways to obtain a stable income because of their lack of experience and time. Scholarships and fee waivers are found to have too many complicated requirements to be able to reach all students who are suffering from financial problems. All those issues found cause students to experience strain that disturbs students and causes mental distress in the form of stress, anxiety, and paranoia. Under strain, students are pushed to utilize any solution available to them, including illegal online lending, causing them to ignore any risks and dangers associated with aforementioned solutions.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library