Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Mardiana
"Pemerintah merupakan pihak yang paling berkuasa di dalam memutuskan suatu kebijakan pembangunan. Akan tetapi proses penerbitan kebijakan tidak semata-mata berdasarkan kekuasaan birokrasi pemerintah, sebab terbitnya sebuah kebijakan banyak dipengaruhi oleh berbagai hal di dalam komunitas kebijakan. Relasi sosial, kekuasaan dan uang merupakan hal-hal yang dipandang panting dan memberi pengaruh besar terhadap proses terbitnya kebijakan. Tesis ini akan menganalisiskasus kebijakan pelepasan pengembangan tanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan.
Kajian ini menggunakan pendekatan antropologi kebijakan, yakni memandang keterkaitan antara norma dan institusi, ideologi dan kesadaran, pengetahuan dan kekuasaan, retorika dan wacana, serta makna dan interpretasi, dimana semua itu dipengaruhi oleh konteks lokal, nasional hingga global. Dalam kajian ini banyak menampilkan inspirasi dari pemikiran Foucault tentang kekuasaan yang berkaitan dengan pemberdayaan dan kebijakan.
Relasi sosial dibangun oleh para pihak berkepentingan atas dasar adanya kesamaan mulai dari pemikiran, ideologi, tujuan dan kepentingan. Selanjutnya pihak berkepentingan dalam relasi sosial itu membentuk komunitas kebijakan, yakni para pihak yang membuat dan menjalankan kebijakan. Pada dasamya para pihak berkepentingan dalam komunitas kebijakan berperan sebagai aktor yang mendistribusikan kekuasaan. Diantara relasi sosial dan kekuasaan terdapat imbalan yang saling dipertukarkan oleh pihak-pihak dalam komunitas tersebut. Pertukaran atas jasa yang dikeluarkan oleh salah satu pihak, akan dikembalikan
oleh pihak yang lainnya dalam bentuk uang. Dengan demikian uang menjadi alat yang diakumulasikan oleh para pihak berkepentingan terhadap suatu kebijakan.
Pihak berkepentingan terhadap kebijakan produk transgenik terdiri dari pemerintah, perusahaan, akademisi/ilmuwan, LSM dan petani. Pihak berkepentingan ini terpolarisasi kedalam dua kutub, yakni kelompok pendukung kebijakan produk transgenik, dimana kelompok ini sekaligus sebagai pihak yang tergabung dalam komunitas kebijakan. Sementara di kutub yang berseberangan adalah kelompok yang mendukung prinsip kehati-hatian terhadap kebijakan produk transgenik. Kelompok yang terakhir disebutkan ini, tidak tergabung ke dalam komunitas kebijakan. Kelompok ini, justru memberikan reaksi terhadap aspek sosial-budaya kebijakan sebagai sebuah arena kontestasi kekuasan.
Monsanto merupakan perusahaan pemilik paten produk transgenik, sehingga Monsanto sangat berkepentingan untuk menjalankan bisnis produk transgenik. Dengan demikian Monsanto membangun relasi sosial dengan birokrat pemerintah agar pemerintah bersedia membuatkan perangkat peraturan perundang-undangan yang mempu mendorong dilancarkannya kebijakan komersialisasi produk transgenik. `Suap' adalah Cara yang dijalankan perusahaan untuk mendorong beroperasinya kekuasaan pemerintah di dalam memutuskan kebijakan pembangunan. Disisi lain, pihak perusahaan juga membangun relasi sosial dengan pihak akademisi/ilmuwan pendukung inovasi teknologi transgenik. Kepentingan akademisi/ilmuwan mencakup penemuan inovasi teknologi, sistem paten, dan pengetahuan terhadap keilmiahan teknologi itu sendiri.
Pada kenyataannya kemampuan finansial perusahaan mampu menembus birokrasi pemerintahan yang menganut paradigma pembangunan kapitalisme, sekaligus berperan sebagai pejabat birokrat yang bermental korup. Dalam implementasi di lapangan sangat nampak, birokrat pemerintah turun tangan dalam mengkampanyekan janji janji keunggulan pertanian transgenik, sehingga petani bersedia beralih menanam kepada benih jenis transgenik. Argumen yang diajukan pemerintah adalah bahwa kebijakan pertanian transgenik bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat petani. Disisi lain, kalangan akademisi/ilmuwan juga memainkan peranan sebagai pihak yang mengusung nilai-nilai kebenaran ilmiah. Melalui berbagai pernyataan kalangan akademisi/ilmuwan, pihak perusahaan berharap dapat meningkatkan opini publik mengenai citra positif produk transgenik. Guna mengantungi citra positif ini, pihak perusahaan tak segan-segan mengulirkan dana ratusan juta kepada kalangan ilmuwan baik di perguruan tinggi maupun di instansi pemerintahan, guna melakukan riset, seminar, ataupun lokakarya yang pada intinya mendukung kebijakan produk transgenik. Dalam relasi sosial dan kekuasaan yang bekerja pada masing-masing pihak berkepentingan tersebut, ada sebuah mekanisme pertukaran imbalan yang berjalan sebagai sesuatu pemberian yang wajib dibalas dengan pemberian pula. Uang adalah sebuah kata kuncinya. Perusahaan melakukan penyuapan kepada sejumlah birokrat pemerintah agar dibuatkan kebijakan yang bisa membuat dijalankannya bisnis perusahaan. Perusaliaan juga membiayai berbagai riset akademisi ilmuwan guna membeli kekuasaan yang bekerja pada pihak akademisi/ilmuwan sebagai penghasil pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran. Akan tetapi disini, baik pihak akademisi/ilmuwan maupun pemerintah tidak serta merta tunduk pada kekuasaan kapital perusahaan. Karena birokrat pemerintah dan akademisililmuwan jugs membalas pemberian uang tersebut dengan uang pula. Keberhasilan adopsi kebijakan di tingkat petani akan memberikan keuntungan bisnis kepada perusahaan dengan jumlah yang jauh berlipat-lipat. Jadi, saya melihat bahwa para pihak dalam komunitas kebijakan pada dasarnya melakukan akumulasi kapital bagi dirinya sendiri, atas beroperasinya kekuasaan yang mereka jalankan.
Melihat fenomena proses penerbitan kebijakan pembangunan yang seperti ini, lantas bagaimana dengan tujuan pembangunan itu sendiri ? apakah tujuan meningkatkan kesejahteraan petani bisa terwujud ?. dalam hal ini, saya memandang bahwa kebijakan pembangunan yang lahir atas kepentingan kapitalisme global, pada akhirnya hanya akan membuat petani berada sebagai pihak yang semakin terpuruk. Petani melulu hanya dijadikan objek pembangunan. Alasan atas nama kesejahteraan rakyat, hanyalah retorika belaka. Dengan demikian, keberadaan kelompok yang menekankan prinsip kehati-hatian terhadap kebijakan produk transgenik menjadi panting keberadaannya. Kelompok yang menekankan prinsip kehati-hatian melakukan kontestasi terhadap kebijakan produk transgenik, dan menekan pemerintah agar tidak meletakkan perkembangan inovasi teknologi transgenik yang disinyalir memiliki potensi besar dalam mengatasi masalah krisis pangan, sebagai inovasi teknologi yang semata-mata bergerak atas kepentingan kapitalis. Bagaiamanapun juga, teknologi ini menyimpan potensi untuk kebaikan. Untuk itu, peraturan perundang-undangan yang ketat dalam mengatur regulasi produk transgenik serta keterbukaan dan keterlibatan publik dalam berpartisipasi terhadap kebijakan produk transgenik, tentunya diharapkan dapat lebih membuat kebijakan yang adil dan berpihak kepada kaum tani dan kelompok minoritas lainnya.
Metode penelitian yang diterapkan dalam tesis ini adalah metode kualitatif. Teknik penelitian antropologi yang digunakan meliputi wawancara mendalam, analisis kasus, dan pengamatan terlibat. Selain itu juga dikumpulkan dokumen kebijakan dan pernyataan wacana yang tertuang dalam media massa ataupun makalah publikasi. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara mendetail, holistik dan komprehensif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Y. Soepoetro
"Penelitian ini merupakan deskripsi mengenai gejala jaringan sosial para pelaku sektor ekonomi informal di Stasiun Manggarai. Jaringan sosial yang dibentuk para pelaku berfungsi sebagai salah satu strategi untuk memenuhi atau mengatasi tekanan kehidupan sosial ekonomi di perkotaan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan dikaji dengan menggunakan analisis jaringan sosial.
Hasil kajiannya merupakan sebuah deskripsi dan analisis mengenai bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi jaringan sosial yang terjadi di antara para pelaku informal di Stasiun Manggarai. Bentuk-bentuk jaringan sosial yang ditemukan antara lain berupa jaringan sosial yang berbasis hubungan kekerabatan, jaringan sosial yang berbasis hubungan etnis dan aringan sosial yang berbasis hubungan pertemanan.

This study is a description about phenomenon of social network actors in the informal economic sector in Manggarai railway station. The social network functions as one of the strategies to overcome the pressure of social and economic life in urban area. This study operates social network analysis.
This research presents the forms and functions of social networks amongst the actors of informal economy sector in Manggarai railway station. The social network forms found are based on kinship, ethnic and friendship relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edlin Dahniar Alfath
"This research was conducted in two villages in the hinterland region of West Kalimantan. The two villages are
separated only by a small stream, and they are inhabited by two different ethnic groups. Seen from the upstream of the
river, the left side of the riverbank is where the Dayak lived, while at the right side of the riverbank is where the Malay
ethnic resided. The Malay, as Muslims, led their live according to Islamic teaching, while the Dayak is oblivious to their
neighbor’s Islamic way of life. This in turn had fostered seeds of tensions with a potential for a conflict in the social
relation between the two groups. Fortunately, the potential for conflict has not erupted into an open confrontation
between them. The objective of this study is to find out the background issues that breed the potency of conflict
between these two ethnic groups, the Malay and the Dayak, and why it never erupted into an open confrontation.
Penelitian ini dilakukan pada dua desa di Pedalaman Kalimantan Barat. Kedua desa tersebut hanya dipisahkan oleh
sungai kecil, namun dihuni oleh dua kelompok etnis yang berbeda. Jika dilihat dari arah hulu, sepanjang sisi sungai
sebelah kiri dihuni oleh kelompok etnis Dayak, sementara sisi sungai sebelah kanan dihuni oleh kelompok etnis
Melayu. Kelompok Melayu hidup dengan cara Islam, dan Dayak tidak mengenal hukum Islam. Hal ini memunculkan
ketegangan yang berpotensi konflik dalam hubungan sosial kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, potensi konflik
tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan apa
yang melatarbelakangi kemunculan potensi konflik yang terjadi antara kelompok etnis Melayu dan Dayak, dan
mengapa potensi konflik tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka."
Universitas Brawijaya. Faculty of Humanities, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hidayati Amal
"The assimilation between Arabic in-migrants from Hadramaut with Javanese noble women has been taking place since the 13th century. Some of their offspring has identified themselves as Arabic Indonesians, especially after Independence, while a proportion of them have chosen to associate themselves with their local Javanese relatives. The latter even has lost their Arabic cultural identity, and as a result, has become Javanese. This article tries to explain why such a phenomenon has materialized using a family case of a Javanese trah-Javanese version of a clan-who has been living outside the Yogyakarta court. By tracing the family lineage; attitude -both culturally and politically- and life-style of certain trah's figures as Javanese in the context of larger meso-institutional and macro-structural systems, this article argues that the fading away of Arabic identity among the offspring of this particular trah could be attributed to two contextual political economic relations between the Dutch and the Javanese rulers in two different eras. The first one was before the Dipanegara war when the relation was mainly economic, namely the Dutch as the trade-corporate (VOC); and the second was afterwards during which time the Dutch managed to consolidate their full total-grip as a colonial power. Furthermore, this article argues that the attitude of the Dutch and the way they treated the offspring this particular Arabic-Javanese court families, and their generational impact, could only be understood within the larger contexts of the day."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fathi Royyani
"ABSTRAK
Nama : Mohammad Fathi RoyyaniProgram Studi : Antropologi Judul : Cagar Biosfer: Perubahan Status Kawasan, Relasi Sosial dan Relasi Manusia-Alam dalam Isu KonservasiDalam disertasi ini, gagasan yang akan saya kemukakan adalah bahwa dalam isyu konservasi keanekaragaman menjadi berperan penting dalam kehidupan sosial-budaya. Keanekaragaman hayati adalah penghubung dan membentuk relasi sosial dan relasi sosial dan alam, selain membentuk konstruksi dan konsepsi tentang ruang, bahkan dapat ??menghilangkan lsquo; ruang.Kehadiran keanekaragaman hayati dalam isyu konservasi, terutama dalam pengelolaan kawasan konservasi yang bernama cagar biosfer terlihat dari berbagai peristiwa yang melibatkan keanekaragaman hayati dan dimaknai secara berbeda. Tumbuhan obat, hutan, dan harimau tidak saja peristiwa biasa tetapi juga terkait dengan konstruksi kealamiahan, konsepsi tentang ruang, dan berdampak pada relasi-relasi baru yang dilakukan.Melalui sudut pandang etnografi, saya melihat bahwa perubahan status kawasan adalah peristiwa penting yang menjadi titik mula berbagai peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan status adalah peristiwa yang menjalin dan menyulam berbagai kejadian yang terdapat di kawasan tersebut. Dari kawasan yang dikelola secara komersil menjadi kawasan yang harus dilindungi. Dengan demikian, konservasi itu sendiri adalah konstruksi yang dibangun oleh para aktor manusia yang terlibat dalam pengelolaan cagar biosfer. Saya menganggap pembahasan ini penting untuk menggambarkan alam pikiran pengelola supaya kita mendapatkan pemahaman utuh terhadap praktek-praktek yang melibatkan keanekaragaman hayati sebagai ekspresi yang menandakan ikatan orang dengan keanekaragaman hayati.Dalam konteks di Riau, konstruksi tentang alam dibangun oleh para aktor dengan menggunakan keanekaragaman hayati. Alasannya karena keanekaragaman hayati sejak zaman dulu sudah menghubungkan orang yang berada di ruang yang sangat jauh dengan ruang yang ada di Indonesia. Keterhubungan antar ruang yang berbeda jauh dan relasi sosial yang terbangun menimbulkan ide-ide untuk membangun ruang-ruang baru dan konstruksi baru yang terdapat pada para aktor. Hal tersebut berdampak pada relasi sosial maupun relasi orang dengan alam, dalam konteks pelestarian lingkungan. Dari kepentingan global, upaya negara dalam meng-lokal-kan isyu konservasi, dan dampaknya terhadap program-program yang dilakukan oleh badan pengelola di kawasan tersebut.Kata Kunci : Cagar biosfer, Konservasi, keanekaragaman hayati, Riau, relasi sosial, relasi alam

ABSTRACT
Name : Mohammad Fathi RoyyaniStudi Program : Antropologi Title : Cagar Biosfer: Perubahan Status Kawasan, Relasi Sosial dan Relasi Manusia-Alam dalam Isu KonservasiIn this dissertation, the idea I would like to point out is that in the issue of conservation, diversity provides an important role in socio-cultural life. Biodiversity links and establishes social relation and social relation as well as nature. In addition to forming construction and conception of space, it even can get rid of the space. The existence of biodiversity in the issue of conservation, mainly in the management of conservation area namely biosphere reserve can be seen from various phenomena involving biodiversity and it is differently interpreted. Medical plant, forest and tiger are not only ordinary phenomena but also the phenomena related to nature construction, space conception and it affects on new relation carried out. Through the point of view of ethnography, the researcher found that the change of status of the area was the significant phenomena becoming starting point of various phenomena never previously occured. The change of the status was the phenomena interweaving and linking various phenomena in the area. The area commercially managed became the area to preserve. Conservation, therefore, was the construction created by human involved in the management biosphere reserve. I considered this discussion being important to illustrate manager lsquo;s thought in order to gain intact understanding to the practices involving biodiversity as the expression bringing up the relation between human and biodiversity. In Riau the nature construction was built by the actors using biodiversity. The reason was that since ancient time biodiversity had linked the people in very distant place with the space in Indonesia. The interconnection of tremendously different space and built social relation resulted in ideas to create new space and construction in actors lsquo; area. It affected on the social relation or human relation with nature in the context of environmental conservation. From global interest, state strived to localize the issue of conservation and its impact on the programs carried out by the managers in that area.Key Words : , conservation, biodiversity, Riau, social relation, natur-culture relation"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrisia Devitasari
"Latar Belakang: Kualitas pencitraan 3 dimensi salah satunya bergantung pada resolusi voxel dan diduga dapat mempengaruhi proses identifikasi titik anatomis. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh variasi ukuran voxel terhadap ketepatan diagnosis sehingga belum terdapat suatu protokol dalam pemilihan ukuran voxel yang dapat digunakan dalam memanfaatkan CBCT sebagai perangkat diagnostik dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai reprodusibilitas identifikasi titik anatomis pada gambar volumetrik hasil pemindaian CBCT dengan mempertimbangkan parameter pemindaian yang mempengaruhi kualitas gambar (ukuran voxel) sehingga pemindaian dapat dilakukan dengan dosis radiasi yang optimal sesuai dengan prinsip ALARA. Metode: Objek penelitian berupa satu buah tengkorak kering yang dipindai dengan CBCT i-CAT 17-19 (Imaging Science, Amerika Serikat) pada ukuran voxel 0,4 mm dan 0,25 mm. Hasil pemindaian ditampilkan dengan perangkat lunak OsiriX dalam bentuk MPR. Identifikasi 9 titik anatomis sefalometri oleh 34 orang ortodontis pada bidang sagital, aksial dan koronal secara berurut sebanyak 2 kali untuk tiap gambar dengan selang waktu 1 minggu. Koordinat titik-titik anatomis tersebut dicatat dan reprodusibilitas masing-masing titik pada kedua gambar diuji dengan menghitung simpangan koordinat yang ditentukan oleh subjek penelitian terhadap ODM dan kemudian diuji t berpasangan. Hasil: Hasil uji t berpasangan pada kedua kelompok data berdasarkan resolusi voxel menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna simpangan koordinat yang di tentukan oleh subjek penelitian terhadap rerata koordinat yang didapat dari penelitian ini kecuali pada titik Pog dalam arah medio-lateral. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan reprodusibilitas dalam menentukan titik anatomis sefalometri pada gambar 3D yang direkonstruksi dengan ukuran voxel 0,25 mm dan 0,4 mm.

Background: 3D imaging quality was assumed to be influenced by its voxel resolution. Up to now, there has only been few studies on how voxel sizes influence the accuracy of diagnosis, hence there is no concensus of voxel sizes protocol to utilize CBCT as a diagnostic imaging in dentistry, especially in the field of Orthodontics. This study was aimed to assess the influence of voxel sizes to the reproducibility of cephalometric landmarks obtained from a CBCT in order to achieve optimum radiation dose according to �the ALARA principle. Methods: One dried skull was scanned by CBCT machine (i-CAT 17-19; Imaging Science, USA) with 0.4 mm and 0.25 mm voxel sizes. The images were saved in DICOM format to be observed and traced by 34 orthodontists using OsiriX software. Landmark identification was undertaken twice by each subject on MPR view using 3D landmark definition. Deviation of each landmark was calculated to the observers? mean for each data set. Reproducibility of each landmark was identified on those two data sets and was tested using paired t-test. Result: This study showed that there were no significant differences on those two data sets of coordinate deviation from the observers? mean except only for Pog (medio-lateral). Conclusion: Voxel size did not seem to influence the landmark identification reproducibility in 3D cephalometric obtained from CBCT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Wulandari
"Dalam masyarakat multietnik, hubungan antar etnik merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh individu-individu yang terlibat dalam masyarakat tersebut. Seringkali hubungan antar etnik membawa berbagai konsekuensi, yang tidak saja positip tetapi juga negatip. Dalam masyarakat Kenten, dimana keragaman etnisitas mewarnai kehidupannya, hubungan-hubungan antar individu yang berlatarbelakang kultur berbeda-beda ternyata tidak selamanya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatip. Masing-masing individu yang berbeda kultur tersebut, disamping masih mempertahankan identitas budayanya, juga melakukan hubungan-hubungan sosial yang saling mengisi dan melengkapi, dimana individu-individu saling belajar dan berkomunikasi secara akomodatif.
Perbedaan-perbedaan yang ada terakomodasi melalui serangkaian tindakan warga masyarakat dengan melakukan aktivitas-aktivitas sosial, seperti lomba adu ayam, arisan, kegiatan kematian, pengajian, doa bersama, dan lain sebagainya. Dalam berbagai aktivitas tersebut, warga masyarakat memberikan apresiasi secara partisipatif, dengan meminimalkan perbedaan-perbedaan yang ada, dan secara langsung ataupun tidak langsung telah memungkinkan terjadinya proses pembauran. Pembauran dapat berlangsung secara alami dalam lingkungan masyarakat Kenten, manakala antar warga berusaha mengurangi sikap prasangka dan diskriminatif terhadap etnis lain yang berbeda. Dalam banyak kasus, suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap-sikap stereotipik dan berbagai persepsi negatit masih mewarnai interaksi sosial yang terjadi. Akan tetapi pada umumnya sikap stereotipe berkembang atau tumbuh karena pengalaman-pengalaman individual, yang seringkali sangat sulit untuk dijadikan patokan atau pedoman bagi warga lainnya.
Persepsi ataupun pengetahuan yang kurang proporsional yang dimiliki sebagian kecil masyarakat Kenten, misalnya etnis Palembang yang pemalas, etnis Minang yang suka main curang, etnis Cina yang kikir, ataupun etnis Jawa dan Sunda yang suka bermanis muka, dalam kehidupan sehari-harinya ternyata tidak ditampakkan secara berlebihan sehingga pembauran antar warga dapat berlangsung dengan alami. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh warga yang banyak melakukan perkawinan dengan etnik yang berbeda. Dalam perkawinan antar etnik, masing-masing individu mengikuti kesepakatan bersama yang dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ataupun pria.
Disisi lain konflik-konflik yang sering muncul, sebagai akibat perbedaan-perbedaan kultur yang ada, lebih banyak diselesaikan secara kekeluragaan. Dalam banyak kasus konflik-konflik yang muncul dinilai oleh sebagian masyarakat Kenten sebagai kekurangpahaman individu di dalam menterjemahkan setiap pesan dan tindakan yang dilakukan oleh individu yang lain. Karena itu konflik yang ada dapat dengan mudah diselesaikan, walaupun seringkali konflik muncul dengan permasalahan yang relatif sama dan kualitas yang relatif sama pula. Misalnya konflik antar agama, dimana seringkali emosi seseorang dengan mudah diaktifkan, penyelesaiannnya relatif lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Siasanya peran tokoh agama menjadi sentral, dan musyawarah atau negosiasi yang berulang-ulang dilakukan untuk memperoleh persepsi yang sama. Dengan kata lain, penyelesaian konflik yang bersumber dari agama membutuhkan kerja keras para warga masyarakat untuk bisa menerima perbedaan-perbedaan nilai yang terkadung dalam masing-masing agama yang dianut. Pengalaman para warga masyarakat selama ini dalam memecahkan setiap konflik yang bersumber dari agama, tampaknya dijadikan modal oleh warga masyarakat dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi. Dengan demikian konflik-konflik yang muncul dapat terselesaikan secara baik, dan ini meneguhkan tesis bahwa konflik bersumber agama bagi masyarakat Kenten bukanlah faktor yang dapat mengurangi solidaritas sosial yang dibangun selama ini."
2001
T9705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyatmo
"Penulisan tentang kehidupan para wanita pemijat di Panti Pijat Kartika adalah untuk menunjukkan corak ataupun bentuk-bentuk hubungan sosial yang terdapat pada lingkunggan tempat dimana para wanita pemijat melakukan aktivitas dan pekerjaannya sehari-hari di Panti Pijat Kartika. Panti Pijat Kartika adalah sebuah tempat usaha yang memberikan jasa dan pelayanan pijat yang aktivitas dan pelayanannya oleh para wanita pemijat dan terletak di wilayah kawasan Mangga Besar Jakarta Barat. Para wanita pemijat di Panti Pijat Kartika merupakan bagian dari para individu yang ada di Panti Pijat Kartika, yang melakukan interaksi baik denggan para individu yang ada di Panti Pijat Kartika maupun dengan masyarakat setempat. Dimana dengan melakukan interaksi tersebut akan menciptakan bentuk-bentuk atau pola-pola hubungan sosial."
2000
T11068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Dasril
"Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kemayoran Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat tentang Prasangka dalam hubungan sosial dan implikasinya dalam proses asimilasi sosial. Kita menyadari bahwa hubungan sosial antara etnik di Indonesia khususnya antara etnik Cina dengan pribumi yang menjadi obyek penelitian ini kurang berjalan dengan normal. Dengan kata lain hubungan antara kedua kelompok masyarakat ini kurang serasi bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa adanya prasangka sosial dalam hubungan antara kelompok akan mempengaruhi proses asimilasi sosial di antara kelompok itu. Semakin tinggi prasangka sosial antara kelompok kemungkinan terjadinya asimilasi sosial semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah prasangka sosial di antara kelompok etnik, kemungkinan terjadinya proses asimilasi sosial semakin tinggi. Di dalam penelitian ni terungkap bahwa hubungan sosial di antara etnik Cina dan pribumi diwarnai dengan prasangka-prasangka. Dengan menggunakan metode kualitatif penelitian ini menitik beratkan pada wawancara yang luas terhadap 40 informan yang diambil dari kelompok etnik Cina totok 10 orang, etnik Cina peranakan dan pribumi masing-masing 15 orang. Untuk melengkapi wawancara terhadap anggota masyarakat dari ketiga kelompok tersebut penulis juga mewawancarai tokohtokoh dari masing-masing kelompok itu disamping tokoh-tokoh pemimpin formal dan informal.
Penelitian menemukan beberapa hal antara lain sebagai berikut. Pertama, karena adanya prasangka di antara kelompok etnik ini, maka hubungan sosial menjadi tidak harmonis. Kedua, karena adanya prasangka, maka mereka kurang dapat membina hubungan sosial secara normal. Ketiga, kendatipun demikian, masih ada orang dari masing-masing kelompok yang berpikiran positip tentang etnik lain yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Oktavina
"Tesis ini membahas relasi sosial yang timbul dari desain yang mengacu pada efektifitas organisasi Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sebagai salah satu pelaksana fungsi hubungan masyarakat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Kerangka teori yang dipakai adalah Teori Etzioni tentang Struktur dan Otoritas, Teori Tindakan Sosial dan Teori Desain organisasi oleh Snyder et al. yang membahas aspek pengelompokan unit kerja, koordinasi, rentang kendali, relasi pelaporan dan standarisasi. Metode yang dipakai adalah metode kualitatif dengan observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara desain organisasi dengan dampak relasi social dan efektifitas organisasi itu sendiri. Ini mengonfirmasi Teori Etzioni tentang Strukur dan Otoritas. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga diperlukan pengukuran kuantitatif untuk melengkapi temuan-temuan kualitatif tersebut.

This thesis discusses the social relations that arise from the design that refers to the effectiveness of the organization of Data and Information Center (Pusdatin) as one of the implementers of the public relations function of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia (DPD RI). The theoretical framework used is Etzionis Theory of Structure and Authority, Social Action Theory and Organizational Design Theory by Snyder et al. which discusses aspects of grouping of work units, coordination, span of control, reporting relations and standardization. The approach used is qualitative method with observation, in-depth interview and document study. The results showed that there is a close relationship between the design of the organization with the impact of social relations and the effectiveness of the organization itself. This confirms Etzionis Theory of Structure and Authority. This research is qualitative, so quantitative measurement is needed to complement these qualitative findings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>