Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joni Fiter
"Pendahuluan: Pekerja gilir memiliki risiko gangguan tidur akibat kerja gilir karena terganggunya irama sirkardian. Pemberian melatonin diyakini dapat mengatasi masalah ini. Tujuan dari laporan kasus berbasis bukti ini adalah untuk menentukan efektivitas pemberian melatonin dalam mengatasi gangguan tidur akibat kerja gilir.
Metode: Pencarian literatur dilakukan melalui PubMed, Scopus dan Cochrane. Kriteria inklusi adalah RCT, tinjauan sistematis, pekerja gilir/pekerja malam dengan gangguan tidur, pemberian melatonin dan plasebo, dan hasil luaran gangguan tidur. Kemudian dilakukan telaah kritis dengan menggunakan kriteria yang relevan dari Oxford Center for Evidence-based Medicine.
Hasil: Telah dipilih dua artikel yang relevan dan valid. Tinjauan sistematis dan meta-analisis oleh Liira J, dkk (2014) menyatakan bahwa total waktu tidur pada hari berikutnya pada kelompok melatonin adalah 24,34 menit lebih lama daripada plasebo. Total waktu tidur pada malam berikutnya pada kelompok melatonin adalah 16,97 menit lebih lama dari plasebo. Melatonin meningkatkan kewaspadaan selama kerja gilir malam. Tidak ada perbedaan efek samping antara plasebo dan melatonin. Sebuah RCT oleh Sadeghniiat-Haghighi K, dkk (2016) menyatakan bahwa efisiensi tidur melatonin secara statistik meningkat sekitar 2,96%. Latensi onset tidur melatonin membaik secara statistik sekitar 6,6 menit.
Kesimpulan: Melatonin dapat dipertimbangkan sebagai pilihan untuk mengatasi gangguan tidur akibat kerja gilir, terutama untuk meningkatkan total waktu tidur. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kualitas yang lebih baik.

Introduction: Shift workers have a risk of shift work sleep disorder because of circardian rhythm disturbing. Melatonin administration is believed to overcome this issue. The purpose of this evidence-based case report was to determine the effectiveness of melatonin to overcome shift work sleep disorder.
Method: The literature search was conducted through PubMed, Scopus and Cochrane. Then, they were critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-based Medicine.
Results: Two relevant and valid articles were included. A systematic review and meta-analysis by Liira J, et al (2014) states that total sleep time in the next day on melatonin group was 24.34 minutes longer than placebo. Total sleep time in the next night on melatonin group was 16.97 minutes longer than placebo. Melatonin increased alertness during the night shift work. The side effects were not differ between placebo and melatonin. One RCT by Sadeghniiat-Haghighi K, et al (2016) stated that sleep efficiency of melatonin was statistically improved about 2.96%. Sleep onset latency of melatonin was statistically improved about 6.6 minutes.
Conclusion: Melatonin can be considered as an option for overcoming shift work sleep disorder, especially for increasing total sleep time. Further researches with better quality are recommended."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Arihta Ujung
"Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran di Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 sekitar 31,7%, angka tersebut menurun pada tahun 2013 menjadi sekitar 25,8%, dan kembali meningkat pada tahun 2018 sekitar 34,1 % yang merupakan prevalensi terbesar pada sepuluh tahun terakhir. Gangguan tidur diduga menjadi salah satu penyebab kejadian hipertensi. Selain itu, gangguan tidur berisiko meningkatkan penyakit hipertensi dan berujung pada penyakit kardiovaskular.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gangguan tidur dengan kejadian hipertensi di Indonesia dan diperoleh besar risiko hipertensi setelah dikontrol oleh varibel-variabel confounding berikut (umur, tingkat pendidikan, status perawinan, riwayat diabetes mellitus, riwayat kolesterol tinggi, riwayat hipertensi dan konsumsi buah dan sayur) di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional menggunakan data Indonesia Family Life Survey-5 (IFLS-5) tahun 2014. Sampel penelitian ini berjumlah 36.405. Analisis multivaiat menggunakan uji cox regresi untuk mengetahui besar risiko gangguan tidur terhadap kejadian hipertensi.
Hasil penelitian ini diperoleh prevalensi hipertensi sebesar 21,8%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa orang yang mengalami gangguan tidur memiliki risiko 1,18 kali untuk mengalami hipertensi (PR=1,18). Hasil penelitian menyarankan agar skrining pada orang dengan gangguan tidur harus lebih ditingkatkan, masyarakat khususnya yang berusia 15 tahun ke atas yang mempunyai faktor risiko hipertensi agar rutin menjaga pola hidup sehat; menjadi masukan kepada Kementerian Kesehatan RI untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Posbindu PTM seperti memberikan alat ukur tekanann darah dan membekali pemahaman kader mengenai faktor risiko hipertensi, salah satunya yaitu mengenai kualitas tidur melalui pemberian informasi dan edukasi kepada peserta posbindu PTM.

The prevalence of hypertension based on measurements in Indonesia through Riskesdas 2007 was around 31.7%, the figure declined in 2013 to around 25.8%, and again increased in 2018 around 34.1% which was the largest prevalence in the last ten years . Sleep disorders are thought to be one of the causes of hypertension. In addition, sleep disorders risk increasing hypertension and leading to cardiovascular disease.
This study aimed to determine the relationship of sleep disorders with the incidence of hypertension in Indonesia and obtained the risk of hypertension after being controlled by the following confounding variables (age, education level, marital status, history of diabetes mellitus, history of high cholesterol, history of hypertension and consumption of fruits and vegetables ) in Indonesia. This study was a quantitative study with a cross-sectional design using data from Indonesia Family Life Survey-5 (IFLS-5) in 2014. The sample of this study amounted to 36,405. Multivariate analysis using the cox regression test to determine the risk of sleep disorders in the incidence of hypertension.
The results of this study obtained the prevalence of hypertension is 21.8%. Multivariate analysis showed that people who were sleep disorders had a risk of 1.18 times for having hypertension (PR = 1.18). The results of the study suggest that screening in people with sleep disorders should be improved, people especially at aged 15 years and over who have risk factors for hypertension in order to routinely maintain a healthy lifestyle; became input to the Indonesian Ministry of Health to improve the quality of the implementation of Posbindu PTM such as providing blood pressure measuring devices and equipping cadre understanding of hypertension risk factors, one of which is the quality of sleep through providing information and education to Posbindu PTM participants.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yesi Astri
"

Pendahuluan:  Pasien dengan tumor otak pada umumnya mengalami nyeri kepala (90%) yang biasanya muncul pada malam hari sesuai dengan fisiologis tubuh. Hal ini menyebabkan pasien dapat berisiko mengalami gangguan tidur atau perubahan pola tidur. Sebaliknya, pasien tumor otak dapat mengalami penurunan kesadaran berupa cenderung tidur hingga sulit dibangunkan. Hal ini harus bisa dibedakan oleh dokter dan keluarga dengan gangguan tidur. Polisomnografi merupakan baku emas pemeriksaan klinis gangguan tidur yang akan menghasilkan luaran berupa arsitektur tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran arsitektur tidur pada pasien tumor otak primer yang mengalami gangguan tidur dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 

Metode: Studi ini bersifat deskriptif dengan metode potong lintang pada pasien tumor otak primer dengan penapisan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).  Pasien yang dinyatakan poor sleepers akan dilakukan pemeriksaan polisomnografi (PSG).

Hasil: Sebanyak 40 subjek penelitian, terdiri dari 14 laki-laki dan 26 perempuan. Rerata usia subjek penelitian adalah 45,5±11,7 tahun dengan median durasi sakit 12 (2-72) bulan. Arsitektur tidur didapatkan sleep latency 8,5 (1,0-212,5) menit, sleep efficiency 88,0 (22,0-99,0) menit, total sleep time342 (92,0-462,5) menit, N1 19,5 (4,0-99,0)%, N2 59,5 (1,0-92,0)%, 8,0 (0-29,0)%, REM 4,5 (0-24,0)%, dan arousal index 8,9 (0,4-36,9). Terdapat kemaknaan secara statistik antara jenis kelamin, nyeri kepala, efek desak ruang, riwayat penurunan kesadaran, dan lama tidur malam dengan total sleep time, N1, N3, dan REM.

Kesimpulan: Pasien tumor otak primer yang mengalami gangguan tidur memiliki abnormalitas arsitektur tidur dan memiliki kecenderungan tidur hanya sampai fase light sleep.

Kata Kunci: arsitektur tidur, gangguan tidur, polisomnografi, tumor otak primer


Background: Brain tumor patients run into cephalgia (90%) and commonly experienced at night that conform to physiology of the body. It generate the patients have higher risk to underwent sleep disorders or change the sleep cycle. Whereas brain tumor patients also experience altered consciousness in the form of tend to sleep and difficult to wake up.This condition must be able to be distinguished with sleep disoders by doctor and family. Polysomnography known as gold standard method to examine sleep disorder and obtain sleep architecture. This research aimed to get sleep architecture profile in primary brain tumor that experience sleep disorder and the influenced factors.

Method: This is a cross sectional research in primary brain tumor patients that passed the screening of Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Poor sleepers then undergoing polysomnography.

Results: There are 40 subjects consist of 14 male and 26 female. Age median 45,5±11,7 years and duration of illness 12 (2-72) months. Sleep architecture’s profiles are sleep latency 8,5 (1,0-212,5) minute, sleep efficiency 88,0 (22,0-99,0) minute, total sleep time 342 (92,0-462,5) minute, N1 19,5 (4,0-99,0)%, N2 59,5 (1,0-92,0)%, 8,0 (0-29,0)%, REM 4,5 (0-24,0)%, and arousal index 8,9 (0,4-36,9). There are statistical significancy of gender, cephalgia, space occupying effect, altered conccioussness, and duration of sleep with total sleep time, N1, N3, and REM.

Conclusion: Primary brain tumor patients experience abnormal of sleep architectures and tend to have light sleep.

Keywords: polysomnography, primary brain tumor, sleep architecture, sleep disorder

 

 

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library