Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Putu Sudewi
"Sejumlah besar penyakit pada anak memiliki manifestasi pada kulit, yang merupakan bagian tubuh terluas dan paling mudah diamat. Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah timbulnya ruam kemerahan. Ruam kemerahan dapat disebabkan oleh proses setempat pada kulit, misalnya akibat penetrasi suatu mikoorganisme pada stratum korneum yang selanjutnya bermultiplikasi secara lokal, namun dapat pula merupakan bagian dari suatu penyakit yang bersifat sistemik. Lebih dari 50 infeksi virus serta beberapa infeksi bakteri dan parasit dapat menyebabkan terjadinya ruam kemerahan pada kulit seorang anak. Ruam juga dapat terjadi pada penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi, misalnya pada kasus reaksi obat.
Terdapatnya ruam kemerahan, terutama yang berupa eksantema, sering menimbulkan kekhawatiran orangtua. Hal ini disebabkan karena ruam pada eksantema timbul secara serentak dalam waktu singkat dan umumnya didahului oleh demam. Dari suatu penelitian dengan 126 pasien anak yang menderita penyakit meningococcemis temyata 66 pasien dibawa berobat karena timbulnya ruam makulopapular, 41 pasien karena demam, 32 karena alergi dan hanya 5 pasien dibawa berobat karena sakit kepala dan kaki kuduk.
Meskipun ruam pada beberapa penyakit dengan eksantema memiliki gambaran yang cukup spesifik, namun tidak jarang diagnosis sulit ditegakkan karena gambaran ruam yang membingungkan. Hal tersebut terjadi pada 103 pasien anak berusia di bawah 2 tahun yang secara klinis didiagnosis sebagai campak dan rubela, ternyata 88 pasien (85%) sebenarnya menderita eksantema subitum yang dibuktikan dengan basil uji serologi yang positif terhadap Human Herpesvirus-6.Identifikasi awal sera kewaspadaan bahwa suatu ruam sebenarnya merupakan bagian dari suatu penyakit sistemik sanO dahlia menentukan tata laksana selanjutnya, terutama pada penyakit berlangsung progresif. Kesalahan intepretasi ruam pada penyakit Kawasaki sebagai penyakit kulit biasa akan mengakibatkan keterlambatan dalam pemberian imunoglobulin intravena yang dapat berakhir fatal dengan terjadinya areurisma pembuluh darah koroner.
Dalam praktek sehari-hari penyakit dengan eksantema seringkali dianggap sebagai penyakit kulit biasa sehingga pasien umumnya langsung dirujuk ke dokter spesialis kulit Manifestasi eksantema yang kerap membingungkan juga menambah kecenderungan dilakukannya rujukan tersebut Hal demikian sebenarnya merupakan tindakan yang kurang tepat karena penyakit dengan eksantema tidak selalu merupakan penyakit kulit yang bersifat lokal, terlebih lagi bila didahului oleh demam. Oleh karena itu seorang dokter spesialis anak seyogyanya memiliki cara pandang serta pola berpikir secara terpadu dan komprehensif agar mampu mengidentifikasi ruam yang sebenarnya merupakan bagian dan suatu penyakit sistemik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrina Heragandhi
"Penyakit infeksi kulit bakterial pada anak masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Walaupun dapat mengenai semua orang, beberapa kelompok tertentu yang memiliki faktor predisposisi akan rentan terhadap penyakit infeksi kulit. Penyebaran penyakit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain status imun pejamu, kuman penyebab, penyakit kulit lain yang menyertai, dan higiene. Data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukkan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Sedangkan pada tahun 2002 terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primer terbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik. Data dari 8 rumah sakit di 6 kota besar di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan 13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma. Yang terbanyak adalah furunkulosis (26,35%), diikuti impetigo vesikobulosa (23,76%), dan impetigo krustosa (22,79%).5 Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis) dan subkutan yang disebabkan oleh kuman stafilokokus dark streptokokus atau oleh keduanya. Terdiri atas beberapa bentuk klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, abses, erisipelas, selulitis, sefta infeksi sekunder pada kelainan kulit yang sudah ada. Pioderma superfisialis (PS) menggambarkan infeksi terjadi di bawah stratum korneum sampai dermis, atau di folikel rambut, sehingga semua bentuk di atas dapat dimasukkan ke dalam pioderma superfisialis, kecuali abses, erisipelas dan selulitis. Menurut beberapa kepustakaan bentuk PS yang tersering dijumpai adalah impetigo, sedangkan di Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK FKUI/RSCM penyakit ini menempati urutan kedua setelah furunkulosis. Impetigo terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus (S. aureus) dan kadang oleh Streptococcus pyogenes grup A (S. pyogenes). Penelitian Murniati (1996) terhadap pasien impetigo anak, didapatkan kuman penyebab terbanyak adalah S. aureus (70,41%) dan S. aureus bersama S. pyogenes (15,32%). Pengobatan pioderma diberikan atas dasar pengetahuan empiris yakni hasil beberapa penelitian yang telah ada mengenai kuman penyebab tersering dan golongan antibiotik yang efektif untuk kuman tersebut. Obat pilihan lini pertama dalam dua dekade terakhir untuk S. aureus dan S. pyogenes adalah eritromisin, dikloksasilin, kloksasilin, dan sefaleksin. Klindamisin dipakai untuk kasus yang berulang atau rekalsitran terhadap pengobatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library