Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas KI melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektualm yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas KI, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas KI.
As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium and contributing to the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law no. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law no. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Robby Panji Abdu Tsani
"Proyek Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) direncanakan dibangun sepanjang 2.732 kilometer dari Aceh hingga Lampung dan diperkirakan menelan biaya sebesar Rp. 330 triliun. Rekayasa nilai tambah dilakukan pada Proyek JTTS dengan menambahkan enam fungsi, yaitu integrasi jalur sepeda motor, pengembangan rest area, integrasi dry port, integrasi kereta median tol, pengembangan area pariwisata dan penambahan jaringan fiber optik. Penelitian ini bertujuan mendefinisikan jenis skema pembiayaan dan skema kelembagaan Kerjasama Pemerintah Swasta pada Proyek JTTS.
Analisis skema pembiayaan dilakukan melalui pengembangan berbagai skenario terhadap pembagian antara penyediaan dana dari pemerintah dan swasta pada tahap biaya konstruksi (initial cost), biaya pemeliharaan (operation & maintenance cost) dan pembagian pada pemasukan dana dari pengguna (revenue). Dari 36 skenario yang dihasilkan didapatkan skema pembiayaan dengan Initial Cost Sharing pemerintah 60 % dan swasta 40 %, Operation and Maintenance Sharing pemerintah 50 % dan swasta 50 %, dan Revenue Sharing pemerintah sebesar 50 % dan swasta 50 % yang dapat menghasilkan IRR 12,86 %, serta dihasilkan skema kelembagaan dengan membentuk Joint Venture.
Trans Sumatera Toll Road Project (JTTS) planned to be built along 2,732 kilometers from Aceh toLampung and is estimated to cost Rp. 330 trillion. Value Engineering is conducted at the project by adding six functions, which are integration of the motor bike paths, rest area development, the integration of the dry port, rail integration highway median, the development of tourism area and the addition of a fiber optic network The study aims to determine the optimal financing scheme and ideal institutions scheme based on Public-Private Partnership of JTTS Project. Analysis financing scheme involves by dividing the assuming scenario between the provision of funds from the government and private sectors at the stage of initial cost, operation & maintenance cost, and revenue sharing funds from the user. From 36 scenarios, a financing scheme with government Initial Cost Sharing 60% and 40% private, Operation and Maintenance Sharing 50% government and 50% private, and Revenue Sharing governments and the private sector by 50% to 50% with the IRR of 12.86%, and institutional scheme obtained by forming a Joint Venture."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65524
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas kekayaan intelektual melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektual yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakkan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas kekayaan intelektual, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas kekayaan intelektual.
As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium enterprises as well as the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law No. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Lintang Jantera
"Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, Hak Kekayaan Intelektual sebagai suatu kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia dapat digunakan sebagai objek jaminan pembayaran utang dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di Indonesia. Berbeda dengan Hak Cipta, Merek sebagai salah satu hak kekayaan intelektual yang dapat dijadikan suatu jaminan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan mana pun, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Hal yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah praktiknya penjaminan suatu Merek dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank. Dalam Penelitian ini, Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji isu tersebut adalah yuridis normatif dengan menelaah dan dan menganalisis bahan pustaka, dokumen dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan substansi penelitian dan empiris dengan melakukan penelitian lapangan melalui wawancara dengan beberapa lembaga keuangan nonbank. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini digunakan sebagai pengetahuan konsep dan acuan referensi atas penjaminan suatu Merek sebagai objek jaminan pembayaran utang dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank di Indonesia. Dalam implementasinya Merek sebagai benda bergerak tidak berwujud secara teori telah dapat dijadikan objek jaminan dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual pada lembaga keuangan nonbank dengan Jaminan Fidusia. Namun pada praktiknya, skema pembiayaan tersebut masih belum dapat diterapkan dikarenakan belum adanya acuan untuk menilai suatu Merek yang akan dijaminkan serta pula karena belum adanya peraturan pelaksanaan yang mengatur secara terperinci terkait objek jaminan kekayaan intelektual. Sehingga jika diterapkan, dapat berpotensi menimbulkan resiko kerugian kepada lembaga keuangan nonbank terkait.
With the issuance of Government Regulation Number 24 of 2022 concerning implementing regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy, Intellectual Property Rights as a property arising or born due to human intellectual abilities can be used as collateral for debt repayment in intellectual property-based financing schemes in Indonesia. In contrast to Copyrights, Marks as one of the intellectual property rights that can be used as collateral have not been regulated in any laws and regulations, particularly Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. The subject matter of the discussion in this study is how the practice of guaranteeing a Mark in an intellectual property-based financing scheme at a non-bank financial institution. In this study, the research method used to examine these issues is normative juridical by examining and analyzing literature, documents and laws and regulations related to the substance of the research and empirical by conducting field research through interviews with several non-bank financial institutions. The results obtained from this study are used as conceptual knowledge and references for guaranteeing a Mark as an object of collateral for debt repayment in intellectual property-based financing schemes at non-bank financial institutions in Indonesia. The conclusion of this research is that in its implementation, marks as intangible movable objects can theoretically be used as collateral objects in intellectual property-based financing schemes in non-bank financial institutions with Fiduciary Guarantees. However, in practice, this financing scheme cannot yet be implemented due to the absence of a reference for assessing a Mark to be pledged as collateral and also because there are no implementing regulations that regulate in detail regarding the object of intellectual property guarantees. So that if implemented, it could potentially pose a risk of loss to the related non-bank financial institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bagus Dwi Wicaksana
"
ABSTRAKKonseptual Desain Kereta Cepat Jakarta Surabaya dengan pendekatan studi rekayasa nilai menghasilkan Fungsi tambah berupa Fungsi Area Komersial dan Periklanan, Fungsi Pariwisata, Fungsi Fiber Optic, Solar Cell serta Fungsi Transit Oriented Development. Proyek Kereta Cepat Jakarta Surabaya direncanakan dibangun sepanjang 868 km dan menghabiskan biaya investasi sebesar Rp 142 Triliun dengan IRR 10.87%. Penelitian ini bertujuan mendefinisikan jenis skema pembiayaan dan skema kelembagaan Kerjasama Pemerintah Swasta pada Kereta Cepat Jakarta Surabaya. Skema Pembiayaan dilakukan dengan melalui pengembangan berbagai scenario terhadap komponen biaya kontruksi (Initial Cost), Biaya Pemeliharaan (Operational & Maintenance Cost) serta pemasukan dana dari pengguna (Revenue). Jumlah scenario yang dibuat adalah sebanyak 252 skenario yang terdiri dari skenario masing masing fungsi berjumlah 36 skenario. Skema Kelembagaan dibuat dengan melakukan Benchmarking dan Depth Interview. Dari hasil penelitian dihasilkan skema pembiayaan dengan Initial Cost Sharing Pemerintah 40% dan Swasta 60%, Operational & Maintenance Sharing Pemerintah 50% dan Swasta 50%, Revenue Sharing Pemerintah 23.2% dan Swasta 76.8% dan mengalami kenaikan nilai IRR menjadi 16.10% serta menghasilkan Skema Kelembagaan yang terdiri dari sebuah perusahaan baru berbentuk Joint Venture.
ABSTRACTConceptual Design of High Speed Train Jakarta - Surabaya with value engineering study approach generates added in the form Function Area Function Commercial and Advertising, Tourism Function, Function Fiber Optic, Solar Cell and Functions of Transit Oriented Development. High Speed Train Surabaya Jakarta project planned to be built along the 868 km and cost an investment of Rp 142 trillion, with an IRR of 10.87%. This study aims to define the type of financing scheme and institutional schemes Public Private Partnership on High Speed Train Jakarta Surabaya. Financing Scheme is to do with the development of various scenarios of the components of Initial Cost, Operational & Maintenance Cost and funds from the user (Revenue). The number of scenarios that are created are 252 scenarios consist of scenarios each function of the 36 scenarios. Institutional scheme created by Benchmarking and Depth Interview. From the research results generated a financing scheme with the Initial Cost Sharing Government 40% Private 60%, Operational and Maintenance Sharing Government 50% Private 50%, Revenue Sharing Government 23.2% Private 76.8% and increased the value of IRR be 16.10% and generate Scheme Institutional consisting of a new company form of Joint Venture"
2016
S64867
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Richard Goenawan
"Saat ini proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang dicanangkan sejak tahun 2015 masih berjalan. Proyek ini merupakan investasi yang dilakukan berdasarkan kerja sama internasional antara Indonesia dan China. Dalam kerja sama ini, China berinvestasi melalui China Development Bank (CDB) dengan biaya yang diperkirakan mencapai US$4,5 miliar atau sekitar 64 triliun rupiah. Selama proyek ini berjalan, terdapat dua Perpres yang menaunginya, yaitu Perpres No. 107 Tahun 2015 dan Perpres No.93 Tahun 2021. Pada Perpres No. 107 Tahun 2015 dijelaskan bahwa proyek ini berbentuk Business to Business antara Konsorsium Badan Usaha Milik Negara Indonesia dan China yang pada akhirnya membentuk sistem joint venture. Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (2) tertulis bahwa Pelaksanaan dari proyek ini tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah. Namun, seiring berjalannya waktu, proyek ini ternyata mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun. Pemerintah kembali mengeluarkan Perpres No. 93 Tahun 2021 yang sebagian besar bersifat kontradiktif dari Perpres sebelumnya. Contohnya, terkait pembiayaan dari proyek ini, Pemerintah memperbolehkan penggunaan Penyertaan Modal Negara, yang salah satunya bersumber dari APBN, dan pemberian jaminan oleh negara. Terkait hal ini, timbul adanya potensi dampak perubahan skema pembiayaan ini terhadap proyek-proyek investasi lain di Indonesia. Terlebih khusus, proyek KCJB dimasukkan menjadi salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Perpres No. 3 Tahun 2016 sehingga menurut Perpres ini total PSN mencapai 227 proyek sehingga ditakutkan bahwa kejadian terkait pembiayaan menimpa Proyek Strategis Nasional lainnya, hal ini berpotensi menambah beban negara.
The Jakarta-Bandung Fast Train (KCJB) project, launched in 2015, is still running. This project is an investment based on international cooperation between Indonesia and China. In this cooperation, China invests through the China Development Bank (CDB) with an estimated cost of US$4.5 billion or around 64 trillion rupiahs. As long as this project runs, two Presidential Regulations oversee it: Presidential Decree No. 107 of 2015 and Presidential Decree No. 93 of 2021. Presidential Decree No. 107 of 2015 explained that this project was in the form of a Business Business between a Consortium of Indonesian and Chinese State-Owned Enterprises, which eventually formed a joint venture system. Furthermore, Article 4 paragraph (2) states that the implementation of this project does not use the State Revenue and Expenditure Budget (APBN) and does not receive government guarantees. However, over time, this project turned out to be experiencing cost overrun. The government issued Presidential Decree No. 93 of 2021, most of which are contradictory to the previous Presidential Regulation. For example, regarding the financing of this project, the government allows the use of State Equity Participation, one of which is sourced from the APBN. In this regard, the author feels a potential impact of changing the financing scheme on other investment projects in Indonesia. Specifically, the KCJB project was included as one of the National Strategic Projects (PSN) through Presidential Decree no. 3 of 2016, according to this Presidential Regulation, the total PSN reached 227 projects. The author feels that if an incident related to financing befalls other National Strategy Projects, this will increase the burden on the state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library