Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ira Hermosa
Abstrak :
ABSTRAK Kemampuan mengenali huruf pada siswa sekolah dasar dan menengah di DKI Jakarta ternyata tidak diikuti dengan pemahaman terhadap materi bacaan yang disajikan. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan penelitian Dakhidae (1997, dikutip oleh Purnawan, 2001) terhadap sejumlah penduduk DKI Jakarta yang berusia 10 tahun ke atas. Sementara kemampuan tersebut sangat dibutuhkan pada pendidikan tingkat universitas, mengingat literatur kuliah banyak berisi konsep-konsep abstrak yang membutuhkan proses berpikir yang mendalam untuk memahaminya. Selain itu, tema-tema bacaan yang beredar di masyarakat memang membutuhkan kejelian pembaca untuk memilah dan memilih bacaan yang argumennya layak dipercaya. Mengingat kemampuan pemahaman bacaan yang masih minim di kalangan siswa SMU, maka peneliti merasa perlu mengajarkan serangkaian strategi membaca yang dinamakan membaca kritis yang bertujuan meningkatkan kejelasan dan pemahaman bacaan. Strategi-strategi yang dimaksud adalah skimming, marking dan annotating, outlining dan mapping, analyzing dan evaluating argument, serta making inference yang disampaikan melalui metode ceramah dan praktek langsung melalui bacaan yang diberikan. Penelitian ini merupakan kegiatan penerapan strategi membaca yang dilakukan selama lima hari berturut-turut dengan jumlah subyek sebanyak tujuh orang. Efektivitas kegiatan diukur dengan memberikan tes pemahaman bacaan yang item-itemnya merupakan representasi dari materi yang diajarkan. Tes pemahaman bacaan ini berfungsi sebagai alat pengumpul data utama, disamping hasil integrasi keterampilan, hasil observasi, serta evaluasi peserta mengenai manfaat kegiatan yang berfungsi sebagai data tambahan. Pengolahan data utama dilakukan dengan pengujian statistik non parametrik melalui metode Wilcoxon Signed-Rank Test, dan uji signifikansi pada level 0,05 untuk one tailed test. Untuk mengetahui proses berpikir dalam menjawab setiap item tes, peneliti juga melakukan analisis kualitatif terhadap jawaban subyek. Analisis kualititatif tersebut merupakan pendukung data kuantitatif yang diperoleh melalui pengujian statistik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : strategi membaca kritis tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan pada siswa SMU. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya peningkatan skor tes pemahaman bacaan yang signifikan setelah mengikuti kegiatan ini. Disamping itu, analisis jawaban kualitatif menunjukkan bahwa tidak ada item yang dijawab dengan tepat oleh seluruh peserta. Namun dari segi penguasaan strategi membaca yang diajarkan, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh strategi dikuasai oleh peserta. Hal ini disimpulkan dari penilaian terhadap hasil integrasi keterampilan dan observasi terhadap performa peserta selama kegiatan. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil tersebut peserta selama kegiatan. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil tersebut adalah perlunya dikonstruk suatu instrumen ukur yang merepresentasikan secara langsung strategi-strategi membaca yang diajarkan, pemilihan subyek yang lebih mewakili populasi, dan durasi kegiatan yang lebih lama sehingga memungkinkan penguasaan strategi yang diajarkan secara lebih baik.
2002
S2882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Johanna
Abstrak :
Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk membentuk dan mengembangkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan afiliasi (need for affiliation) [Nlaslow, 1986]. Salah satu bentuk hubungan yang dapat memenuhi kebutuhan afiliasi adalah hubungan persahabatan. Melalui persahabatan, seseorang mendapatkan perhatian, tempat untuk berbagi, keterikatan dengan orang lain, kebebasan untuk berkembang, penghargaan, kepercayan dan kesetaraan. Hubungan persahabatan dianggap penting oleh seseorang, karena persahabatan adalah suatu hubungan psikologis yang mencakup hubungan pertemanan, saling berbagi (sharing), saling mengerti pikiran dan perasaan, dan saling menyayangi serta memberikan kenyamanan satu sama Iain serta tidak lekang oleh waktu (Berk, 1994). Kebutuhan akan hubungan persahabatan ini telah berlangsung dari awal masa kecil dan menjadi semakin penting ketika memasuki masa remaja. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada suatu proses pembentukan identitas diri dan diharapkan dapat menentukan siapa dirinya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang Iain. Oleh sebab itu remaja membutuhkan orang Iain yang dapat memberikan pengertian dan simpati, dan orang yang paling tepat adalah remaja lain karena mereka berada dalam posisi yang sama (Conger & Peterson, 1995). Dalam sebuah persahabatan, penting adanya faktor sukarela, unik, kedekalan dan keintiman, persahabatan harus dipelihara agar dapat bertahan (Suzanne Kurth, 1970) dan rasa saling percaya (mutual trust) (Douvan dan Adelson, 1973). Selain meneliti kelima unsur yang ada dalam suatu persahabatan, peneliti juga ingin meneliti bentuk hubungan persahabatan antara dua orang, yaitu remaja dan sahabatnya (dyad). Hubungan 'dyad' itu sendiri adalah bentuk terkecil dan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang. Pada bentuk hubungan ?dyad', hanya ada satu hubungan interpersonal yang terjadi, yaitu antara subyek dan sahabatnya (Farley, 1992). Dalam suatu hubungan interpersonal yang sifatnya 'dyadic', factor kecocokan sering dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan hubungan. William C. Schutz mengemukakan teorinya mengenai faktor kecocokan ini melalui teori hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang didasarkan pada keyakinan akan pemuasan kebutuhan interpersonal dalam kelompok. Kebutuhan interpersonal yang dimaksud meliputi kebutuhan akan inklusi, kontrol, dan afeksi. Penelitian ini dltujukan untuk melihat dimensi-dimensi persahabatan yang dlkemukakan oleh Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson pada remaja ditinjau melalui analisis kecocokan psikologis yang dikemukakan oleh William C. Schutz. Subyek pada penelitian ini adalah remaja menengah (Konopka Pikunas, 1976) dengan rentang usia antara 15-18 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan berhasil didapatkan 32 pasang subyek (64 orang remaja). Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner persahabatan, hasil elisitasi terhadap sejumlah subyek remaja, dengan didasarkan pada teori dari Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson, dan kuesioner Fundamental Interpersonal Relations Orientation-Behavior atau FIRO-B dan William C. Schutz (1960). Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisa deskriptif dan korelasi. Keseluruhan pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS. Hasil dan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kebutuhan interpersonal akan kontrol yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor kedekatan dan keintiman dalam persahabatan. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara factor kebutuhan interpersonal akan afeksi yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor unik dalam persahabatan. Selain hubungan antara faktor-faktor persahabatan dengan faktor kebutuhan interpersonal, tergambar pula perbedaan faktor-faklor persahabatan dan kebutuhan interpersonal antara remaja laki-laki dan perempuan, dimana hasil yang didapat menunjukkan hanya dua (2) factor saja yang memiliki perbedaan yang signifikan, yaltu faktor kebutuhan interpersonal akan wanted inclusion dan expressed affection. Uniuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk menggunakan cara lain, seperti metode wawancara, sehingga didapatkan hasil yang lebih mendalam, menyeluruh, dan mungkin saja ditemukan faktor lain yang mempengaruhi persahabatan selain faktor kecocokan psikologis dan faktor-faktor persahabatan yang ada dalam penelitian ini.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Respati Winedar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasballah M. Saad
Yogyakarta: Galang Press , 2003
371.782 HAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hardjito
Abstrak :
Internet diyakini oleh banyak pihak, terutama kalangan pendidik, merupakan salah satu media alternatif yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Keyakinan tersebut didasarkan oleh hasil berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa sebagai media pembelajaran, karena sifat dan karakteristiknya, internet mampu meningkatkan prestasi dan kualitas pengetahuan peserta didik. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila internet nantinya diharapkan bisa didayagunakan secara luas dalam lingkungan pendidikan, dalam suatu sistem kegiatan belajar mengajar yang terpadu. Untuk merancang sistem tersebut agar berdayaguna dan tepat sesuai sasaran, perlu diawali dengan adanya pengetahuan tentang target sasaran yang dalam hal ini adalah peserta didik. Pengetahuan tentang sasaran yang hendak dituju, paling tidak mencakup pengetahuan tentang motif mereka menggunakan internet, tingkat kepuasan mereka yang mereka dapatkan, karakteristik mereka baik berdasarkan aspek demografi maupun psikografi dan pola hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan internet. Hasil penelitian yang dilakukan di 8 SMU dan SMK DKI dengan total sampel 210 siswa ini, menunjukkan ada tujuh faktor motif dalam penggunaan internet, yaitu motif untuk keperluan pendidikan (eigenvalue =2,176, alpha = 0,7350) , berkomunikasi (eigenvalue = 1,858, alpha = 0,7539), mendapatkan berita dan informasi (eigenvalue = 4,113, alpha = 0,7312), mencari hiburan (eigenvalue = 1,747, alpha = 0,6980), sebagai perintang waktu (eigenvalue = 7,024, alpha = 0,7035), untuk mengambil berbagai materi yang mereka perlukan (eigenvalue = 3,704, alpha = 0,6869) dan sebagai pelarian dari kesibukan ataupun berbagai masalah yang sedang mereka hadapi (eigenvalue = 1,560, alpha = 0,7039). Kemudian ketika ketujuh motif tersebut disederhanakan, ada dua faktor dasar yang merupakan motif siswa menggunakan internet, yaitu untuk keperluan mendapatkan hiburan (eigenvalue = 6,988, alpha = 0,8256) dan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (eigenvalue = 3,977, alpha = 0,8111). Kemudian pengujian terhadap motif menggunakan internet (gratifications sought) dengan kepuasan yang didapat (gratifications obtained), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (R = 0,685: R Square = 0,485; Sig. = 0,000). Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan internet mampu memenuhi harapan responden dengan memberikan kepuasan atas apa yang mereka harapkan.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan sifat atau karakteristik responden dari aspek demografi yang meliputi jender, kelas, dan jenis sekolah. Kemudian berdasarkan aspek "psikografi". secara signifikan (sig. = 0,000) membedakan responden dalam lima kelompok yaitu kelompok pencari hiburan yang menggunakan internet hanya sebagai untuk mendapatkan kesenangan, kelompok eksploratorif dengan ciri senang melakukan eksplorasi dan mencoba-coba, kelompok santai yang anggotanya mempunyai kecenderungan santai-santai saja, kelompok gaul yang memiliki ciri kuat dalam hal berkomunikasi dengan orang lain, dan kelompok pembelajar yang memiliki kecenderungan tinggi untuk senantiasa melakukan berbagai aktivitas belajar. Berdasarkan pengujian terhadap model hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan internet, menunjukkan bahwa level institusi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model. Pengujian dengan fit coefficient secara pasti menunjukkan bahwa pola hubungan kelompok yang mendapatkan dukungan institusi adalah signifikan sedangkan pola hubungan kelompok yang kurang mendapatkan dukungan dari institusi terbukti tidak signifikan.
Model of Inter-relating Factors that influence the Use of Internet: Survey on the Motivations for Using Internet by Senior High and Vocational School Students in Special Territory of JakartaIt is believed by most people, especial), in educational environment, that Internet is one of the alternative media that has a wide potential to be used as an educational media. The belief based on the result of many experiments indicates that as an educational media, because of its characteristic, the Internet can improve students? achievement and quality. So that, it is true that Internet, in the future, can be used widely in the educational environment, in a completely teaching and learning process. To design the system effectively as the demand, it should be begun by the knowledge of target, in this case is student. Minimum target knowledge is about their motivation in using the Internet, satisfaction, characteristic on demography and psychology, and factor relationship that influence the using of the Internet. Result of research that has be done in 8 SMU and SMK DKI with the total sample of 210 students, indicate that there are seven factors of motivation in using internet, such as: motivation for education needed (eigenvalue=2,176, alpha =0,7350), communication reason (eigenvalue=1,858 alpha=0,7539) getting news and information (eigenvalue=4,113, alpha=0,7312) searching entertainment (eigenvalue=1,747, alpha=0,6980), pastime (eigenvalue=7,024, alpha=0,7035), getting specific material (eigenvalue=3,704, alpha=0,6869), and for running out of their own personal problem (eigenvalue=1,560, alpha=0,7039). Than, when the seven motivation is simplified, there are two factors for student in using Internet, such as for getting entertainment (eigenvalue=6,988, alpha=0, 8256) and getting knowledge (eigenvalue=3,977, alpha=0, 81 i 1). This research tells that there is a significant relationship between motivation in using Internet (gratification sought) and satisfaction obtained (gratification obtained) (R = 0,685: R Square = 0,485; Sig. = 0,000). That case indicates that the Internet gives satisfaction to the user/respondent in getting information needed. This research also indicates that there are characteristic differences of the respondents on the aspects of demography that cover gender, grade, and type of school. Base on the Psychography, significantly (sig. = 0,000) divided respondents to five groups such as entertainment searching that use the internet only for getting pleasure, explorative group with the characteristic that they inclined exploring and trying, relax group with its members inclined not too serious, "gaul" group with the characteristic that they actively communicate with another people, and educational group that is willing to create an educational environment. Factor in an institution level, the highest influent is contributed of educational organizer from the school, foundation until the related directorate. The experimental fit coefficient indicate that the model of internet use on group that has a support from institution is significant, and the model of internet use on group that has a little bit support from institution is not significant.
2001
T2269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulda Meiri Ara
Abstrak :
Dewasa ini, dengan tingginya biaya hidup, tampaknya rencana untuk memiliki keluarga kecil merupakan suatu solusi yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pada kenyataannya, memang telah banyak orang tua yang menyadari hal ini dan tidak sedikit yang merencanakan hanya memiliki satu anak saja, seperti survey yang dilakukan oleh Ann Laybourn- seorang psikolog dari Skotlandia- pada masyarakat di Eropa. Di Indonesia sendiri survey yang menunjukkan semakin meningkatnya keinginan orang tua untuk memiliki anak tunggal tampaknya belum ada. Namun, mengingat keberhasilan KB di Indonesia tampaknya hal tersebut tidak mustahil terjadi. Sayangnya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang memandang negatif pada anak tunggal, dimana anak tunggal sering dianggap sebagai anak yang tidak beruntung, anak yang egois, nakal, tidak mandiri, dan lain sebagainya. Hal ini perlu segera diatasi --karena dengan selalu memandang negatif pada anak justru dapat memperburuk perilaku anak- antara lain adalah dengan melakukan penelitian yang dapat membuktikan bahwa anak tunggal tidak selalu memiliki sifat negatif. Penelitian ini berusaha mengangkat sifat positif dari anak tunggal, yang melalui penelitian sebelumnya dikatakan bahwa salah satu sifat positif dari anak tunggal adalah sifat mandiri. Mengingat adanya perbedaan kondisi lingkungan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal (bersaudara), dimana antara lain anak tunggal terbiasa sendiri untuk melakukan banyak hal, sedangkan pada anak bukan tunggal (bersaudara) memiliki kakak atau adik yang dapat menjadi tempat meminta pertolongan disarnping orang tua; maka timbul dugaan adanya perbedaan kemandirian antara anak tunggal dengan anak bersaudara. Di samping itu adanya pengaruh dan aktivitas ibu yang bekerja dalam mendorong dan meningkatkan anak menjadi mandiri, menimbulkan dugaan adanya perbedaan kemandirian antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja. Dengan demikian, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kemandirian dengan kondisi sebagai anak tunggal atau anak bukan tunggal (bersaudara) ?, apakah ada perbedaan kemandinan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal (bersaudara) ? dan apakah ada perbedaan kemandirian antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja?. Untuk memperkaya hasil penelitian, maka hendak diketahui pula apakah ada perbedaan kemandirian antara pria dengan wanita? Subyek pada penelitian ini adalah remaja (tunggal atau bukan tunggal), hal ini karena kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan utama pada masa remaja. Dalam rangka untuk menyetarakan tingkat pendidikan, maka di ambil remaja yang memiliki tingkat pendidikan SMU. Kemandirian anak tunggal maupun anak bukan tunggal diukur dengan menggunakan kuesioner. Skala Kemandirian yang disusun berdasarkan 7 aspek kemandirian yang diperoleh melalui literatur. Adapun ke-7 aspek tersebut adalah kebebasan, inisiatif, percaya diri, tanggung jawab, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ketegasan diri. Dari hasil uji coba alat diperoleh 72 item yang valid dan reliabel untuk mewakili aspek-aspek kemandirian dengan angka reliabilitas 0,906. Alat yang sudah siap ini kemudian dibedakan pada responden remaja dari beberapa SMU negeri yang diperoleh secara acak. Setelah seluruh kuesioner terkumpul, dilakukan analisa dan interpretasi hasil. Melalui perhitungan statistik diperoleh hasil korelasi r = - 0,185 (p = 0,019). Angka korelasi tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemandirian dengan kondisi sebagai anak tunggal atau bukan tunggal. Sedangkan dari hasil perhitungan t-test ditemukan hasil bahwa ada perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal, namun dalam perbandingan antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja diperoleh hasil yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Hasil analisa tambahan yang melakukan perbandingan kemandirian antara pria dengan wanita, menunjukkan tidak ada perbedaan kemandirian yang signifikan diantara keduanya. Melalui penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak untuk menambah pengetahuan dan sedikit banyak dapat menepis mitos buruk yang selama ini sering dilekatkan pada anak tunggal, walaupun disadari penelitian ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan uji validitas eksternal pada alat dan melakukan perbandingan antar kelompok subyek pada masing-masing aspek kemandirian.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handayani
Abstrak :
Perkelahian pelajar yang terjadi di Jakarta merupakan fenomena klasik yang telah berlangsung cukup lama. Begitu memprihatinkannya aksi yang dilakukan siswa sekolah menengah ini, sehingga para ahli yang peduli terns melakukan penelitian terhadap kasus ini. Salah satunya adalah penelitian Moesono dkk. (1996) yang menemukan gambaran karakteristik para pelaku perkelahian pelajar. Dari karakteristik yang ada temyata banyak yang sesuai dengan konsep kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah sekelompok keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk berlaku efektif dan sukses di kehidupan (Goleman, 1995). Berdasarkanhal tersebut, penelitian ini mencoba untuk melihat dan membandingkan gambaran kecerdasan emosional yang dimiliki oleh sekelompok siswa yang sering dan tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar. Penelitian ini menggunakan siswa dan 4 SMU di Jakarta Selatan yang tercatal sebagai sekolah rawan perkelahian pelajar. Dari data Kanwil Depdikbud, 1998-1999, Jakarta Selatan tercatat sebagai daerah yang memiliki paling banyak SMU yang siswanya sering terlibat perkelahian pelajar. Proses pengambilan sampel dilakukan secara purposive, dimana tidak semua subyek dalam populasi dapat dijadikan sebagai subyek penelitian, lianya mereka yang memenuhi karakteristik tertentu yang telah direncanakan. Subyek digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok siswa yang sering (ftekuensi keterlibatan >10 kali) dan yang tidak pemah (frekuensi keterlibatan=0) terlibat dalam perkelahian pelajar Subyek terpilih akan mengisi kuesioner kecerdasan emosional yang pembuatannya didasarkan pada teori kecerdasan emosional dari Goleman (1995) yang tneliputi pengukuran pada lima ranah keterampilan, yaku self awareness (kemampuan untuk menyadari emosi diri yang sedang dirasakan). self control (kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul). self motivation (kemampuan memotivasi diri, membuat diri lebih bersemangat imtuk meraih yang diharapkan). empathy (kemampuan untuk mengetahui dan memahami emosi orang lain), dan social skill (kemampuan untuk bersahabat dan membina hubungan baik dengan orang lain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara kelompok siswa yang sering Han yang tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar secara umum tidak ditemukan perbedaan yang signiflkan pada gambaran kecerdasan emosional mereka. Kelompok siswa yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan empathy yang tinggi. Kemudian berturut-turut diikuti oleh kemampuan social skill, self awarenees. self motivation, dan self control ATelompok siswa yang sering terlibat perkelahian pelajar juga memiliki kemampuan tertinggi pada ranah empathy dan terendah pada ranah social skill Perbedaan yang ada tampak pada ranah self awareness dan self motivation, dimana kelompok ini memiliki kemampuan self motivation yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan selfawareness. Perbedaan yang signiflkan diperlihatkan oleh ketiga ranah keterampilan, yaitu ranah self control, empathy, dan social skill Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi keterlibatan pada perkelahian pelajar yang tampak pada kedua kelompok subyek, apabila dihubungkan dengan gambaran kecerdasan emosional, dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam ranah self control empathy, dan social skill, dimana kelompok subyek yang sering terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan self control yang lebih rendah, tetapi mereka memiliki kemampuan yang lebih tinggi pada empathy dan social skill bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar. Walaupun penelitian ini berhasil memperlihatkan gambaran kecerdasan emosional pada kedua kelompok subyek dalam kaitannya dengan keterlibatan mereka pada perkelahian pelajar, tetapi penting untuk diingat bahwa alat ukur yang digunakan hanya mengalami satu kali tryout dan hanya memiliki 78 item untuk mengukur kelima ranah kecerdasan emosional tersebut, sehingga sulit untuk menggambarkan kecerdasan emosional ini secara lebih jelas dan lebih akurat. Dengan demikian apabila dalam penelitian selanjutnya hendak menggunakan alat ukur ini. sebaiknya kembali dilakukan tryout-tryout lain dengan memakai subyek yang lebih beragam.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Faizal
Abstrak :
Untuk menjadi bangsa yang sejahtera, maju dan mandiri, adalah penting bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas generasi mudanya; mengingat mereka adalah sumber daya manusia Indonesia yang akan memegang peranan dalam pembangunan bangsa pada masa yang akan datang. Namun, kenyataan sebagian besar generasi muda (remaja) kita saat ini. nyaris menempatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuan, kualitas dan peran generasi muda di masa depan pada titik nadir. Sebagian dari mereka melakukan kenakalankenakalan seperti minum minuman keras, menonton film biru, tawuran, penggunaan obat terlarang, dan lain-lain (Sutoyo dalam Susiwo, 1995). Satu hal pokok yang agaknya disepakati adalah bahwa perilaku kenakalan berpangkal dari lemahnya pengendalian diri (Biran, dalam Sanusi, Badri, Syafruddin, 1996). Oleh karena pengendalian diri merupakan komponen dari kematangan emosi, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang mendukung pembentukan kematangan emosi secara optimal pada remaja. Peneliti berasumsi bahwa salah satu wahana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kematangan emosi remaja adalah aktivitas waktu luang. Adapun salah satu aktivitas remaja yang dapat digolongkan ke dalam aktivitas waktu luang adalah aktivitas/kegiatan ekstrakurikuler sekolah atau sering disingkat dengan ekskul. Kegiatan ekstrakurikuler sekolah dipilih sebagai wakil dari aktivitas waktu luang remaja disebabkan karena kegiatan ekstrakurikuler sekolah merupakan bagian dari sekolah sebagai suatu institusi yang memberikan lebih banyak evaluasi pada remaja dibandingkan rumah atau keluarga (Burns. 1993). Di dalamnya remaja dituntut untuk secara dinamis menyesuaikan diri dan belajar menghadapi aneka karakter manusia dan situasi yang pada akhirnya mengarah kepada terbentuknya kematangan diri remaja, khususnya pada aspek emosi. Oleh karena itu. dalam kesempatan ini akan diteliti hubungan antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan kematangan emosi siswa SMU. Selain itu, juga diteliti dimensi manakah dari kematangan emosi yang secara signifikan berhubungan dengan partisipasi siswa SMU dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Kemudian, kegiatan ekstrakurikuler manakah yang secara signifikan berhubungan dengan kematangan emosi siswa SMU, serta memberikan sumbangan terbesar bagi kematangan emosi. Untuk itu selam korelasi Pearson Product Moment. digunakan perhitungan statistik Multiple Regression. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 3 minggu (25 Mei 2001-14 Juni 2001). Dengan menggunakan metode accidental sampling, peneliti menyebarkan 100 kuesioner kepada penghubung di 4 sekolah di Jakarta Selatan, yaitu SMUN 34, SMUN 28, SMUN 38, SMUN 97; masing-masing 25 buah. Hingga tanggal 14 Juni 2001, terkumpul 100 kuesioner. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan kematangan emosi, terutama pada dimensi Mandiri. Mampu Beradaptasi, dan Mampu Berempati. Ini berarti bahwa makin tinggi level partisipasi siswa SMU dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, maka makin tinggi pula tingkat kematangan emosinya. Kemudian dari 4 kegiatan ekstrakurikuler yang diteliti, diperoleh hasil bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang secara signifikan dan positif berhubungan dengan kematangan emosi siswa SMU adalah kegiatan ekstrakurikuler ROHIS. Ini berarti bahwa makin tinggi level partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS, makin matang pula ia secara emosi. Mengingat satu-satunya variabel bebas yang layak dimasukan dalam model regresi adalah variabel level partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS, maka dapat dikatakan bahwa level partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS memberikan sumbangan terbesar terhadap kematangan emosi. Sebagai tambahan, hasil pengolahan data kontrol subyek menunjukan bahwa subyek yang berpartisipasi dalam kegiatan luar sekolah lebih matang secara emosi dibandingkan subyek yang tidak berpartisipasi dalam kegiatan luar sekolah. Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya tidak menggunakan metode accidental sampling karena metode ini memungkinkan terjadinya distribusi frekuensi yang scewed sehingga dapat menimbulkan bias dalam melakukan interpretasi hasil penelitian. Bila memungkinkan, sebaiknya sampel diambil dari seluruh kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan proporsi yang seimbang sehingga tidak ada kegiatan ekstrakurikuler yang luput dari perhatian. Agar lebih mendalam, dapat dilakukan penelitian tentang pengaruh dari masing-masing kegiatan ekstrakurikuler sekolah terhadap kematangan emosi. Selain itu, dapat juga diteliti kegiatan di luar sekolah dalam hubungannya dengan kematangan emosi remaja. Bagi pihak-pihak yang berwenang (Departemen Pendidikan Nasional, kepala sekolah, guru, dan para pendidik) dan para pelaksana kegiatan ekstrakurikuler sekolah, diharapkan untuk lebih menggalakan kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan merancang program-program menarik.sedemikian rupa sehingga seluruh siswa tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Kepada orang tua dan keluarga, disarankan untuk memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi anak/keluarganya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada, baik kegiatan ekstrakurikuler sekolah maupun kegiatan luar sekolah, dalam rangka mencapai kematangan emosi yang optimal.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>