Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinurat, Orrada
"Fenomena hubungan internasional antar kota (sister city) telah berkembang pesat di manca negara, demikian juga di Indonesia. Hingga saat ini sebanyak 47 pemerintah kota dan 16 pemerintah propinsi di Indonesia telah melaksanakan hubungan kemitraan ini. Berbagai kebijakan serta anjuran telah dikeluarkan oleh Pemerintah agar Pemerintah Kota/Daerah dapat memanfaatkan hubungan ini untuk memacu pertumbuhan kota/daerah. Namun di sisi lain, hubungan kemitraan kota belum dikenal dan dipahami secara luas, bahkan hanya terbatas pada sebagian jajaran pemerintahan, khususnya Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Kota/Daerah, padahal hubungan kemitraan kota idealnya dilaksanakan secara sinergi antar inslansi pemerintah dan antara pemerintah dan rnasyarakat.
Tesis ini berlujuan untuk membuka wawasan mengenai hubungan kemitraan kota dengan mengulas latar belakang perkembangan sister city serta berbagai manfaat yang dapat diperoleh melalui suatu program kerjasama yang konkrit dan dikelola secara baik. Fokus studi tesis ini adalah salah satu aspek manfaat kerjasama sister city di bidang pembangunan sosial perkotaan, yaitu pembangunan sumber daya manusia (tenaga kerja) di DKI Jakarta yang diperoleh melalui pemanfaatan program pelatihan bagi para tenaga kerja DKI Jakarta cli Tokyo-Jepang.
Tesis ini juga meneliti model program pelatihan yang digunakan untuk program kerjasama ini serta implikasinya pada pembangunan sosial di DKI Jakarta, sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah DKl Jakarta dalam mengelola program sejenis dimasa datang.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa program pelatihan tenaga kerja (dalam rangka kerjasama sister city Jakarta-Tokyo), telah memberi manfaat berupa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja di DKI Jakarta (peserta program pelatihan) dengan keluaran (output) berupa peningkatan produktivitas serta efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan, serta membawa dampak (outcome) berupa peningkatan kesejahteraan hidup peserta pelatihan, dengan indikator berupa peningkatan jabatan dan pendapatan/gaji.
Dengan adanya program kerjasama ini juga telah membantu khususnya bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam menyediakanlnrenyelenggarakan program pelatihan bagi tenaga kerja, terutama terhadap kebutuhan program pelatihan tingkat internasional yaitu melalui program `pemagangan' di kotalnegara luar negeri (On the Job Training) yang memiliki keunggulan balk dalam hal teknologi maupun kualitas tenaga kerja (SDM)nya. Dalam hal ini, adanya program kerjasama ini telah memberikan "manfaat ganda" bagi DKI Jakarta, yaitu selain manfaat memperoleh pengetahuan dan penguasaan teknologi tinggi bagi tenaga kerja, juga manfaat dalam hal efisiensi biaya yang dibutuhkan bagi penyelenggraan program pelatihan sejenis (terutama karena sebagian besar biaya bagi penyelenggaraan program ini ditanggung sepenuhnya oleh Pihak Tokyo).
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa melalui program pelatihan tenaga kerja dalam rangka kerjasama sister city yang dikelola secara baik, dapat memberi dampak positif dalam upaya pembangunan sosial perkotaan. Oleh sebab itu Pemerintah perlu memberi perhatian yang Iebih besar terhadap fenomena hubungan sister city di Indonesia, baik melalui piranti lunak berupa ketentuan perundangan yang dapat menciptakan suasana kondusif juga melalui bimbingan dan dorongan agar kegiatan tersebut benar-benar bermanfaat dalam upaya mendorong percepatan pembangunan kota dan daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Fitriati
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD RI, 2017
307.1 RAC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kartika Dewi
"Kemitraan kota kembar (sister city) pertama kali diusung setelah Perang Dunia II dengan tujuan untuk meningkatkan rasa saling pengertian dan meningkatkan perdamaian internasional pasca perang. Kemitraan sister city dapat dikategorikan sebagai bentuk dari Diplomasi Publik dari suatu negara. Pada era modern, kemitraan sister city memiliki tujuan yang lebih luas, seperti pengembangan perekonomian, pertukaran teknologi, dan pertukaran budaya. DKI Jakarta dan Beijing menandatangani MoU mengenai kemitraan sister city pada 4 Agustus 1992, sejak saat itu kedua kota secara aktif melakukan kerja sama di berbagai bidang. Dengan terjalinnya sister city antara DKI Jakarta dan Beijing tentu membuka peluang terhadap adanya kontak langsung antar masing-masing penduduk, hal inilah yang disebut dengan people-to-people contact. Artikel ini menganalisis peluang dan tantangan yang ada dalam kemitraan sister city Jakarta-Beijing, sebagai bentuk dari Diplomasi Publik Cina. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah people-to-people contact dalam sister city Jakarta-Beijing berperan secara efektif dalam Diplomasi Publik Cina, dan mengidentifikasi apa saja peluang dan hambatan dari kemitraan ini. Penulis menggunakan metode kualitatif serta melakukan teknik pengumpulan data dengan wawancara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa people-to-people contact dalam sister city Jakarta-Beijing, belum efektif dalam dan berperan signifikan dalam mendorong hubungan masyarakat dari kedua kota.
Sister city first coined after World War II with an aim to enhance mutual understanding and post-war international peace. Sister city can be categorized as a form of public diplomacy of a country. In the modern era, sister city has a wider purpose, such as economy development, technological exchange, and cultural exchange. DKI Jakarta and Beijing signed an MoU regarding to sister city on August 4th, 1992 and since then both cities actively cooperate in many fields. With the establishment of sister city between DKI Jakarta and Beijing, it provides an opportunity towards direct contact between each citizen, and this is called as people-to-people contact. This article reanalyses the opportunity and challenges that appear from the Jakarta-Beijing sister city as a form of China Public Diplomacy. The purpose of this study is to find out the effectiveness of people-to-people contact in Jakarta-Beijing sister city within China Public Diplomacy and to identify what are the opportunities and challenges within this partnership. Qualitative is the method of this study and interviews are used to gather the data. This study concludes that people-to-people contact in the sister city of Jakarta-Beijing has not been effective in and has not played a significant role in promoting public relations between the two cities."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Aesthetica
"Proses globalisasi maupun regionalisasi memperkuat peran aktor-aktor yang secara tradisional tidak lazim dianggap sebagai aktor internasional. Termasuk di antara aktor-aktor ini adalah pemerintah lokal. Aktivitas pemerintah lokal dalam melakukan hubungan luar negeri disebut paradiplomasi, yang salah satu bentuknya adalah relasi kota kembar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif studi kasus terhadap relasi kota kembar Jakarta-Beijing, berkenaan dengan kesulitannya untuk mendukung program-program yang memiliki dampak strategis terhadap masyarakat Jakarta. Tujuannya adalah untuk mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut. Metode process tracing dipergunakan di dalam pelaksanaannya, sehingga keterkaitan antar faktor dapat dilihat dengan jelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan praktek paradiplomasi di Indonesia terlalu bebas dan tidak diarahkan untuk mendukung hubungan luar negeri di tingkat pemerintah pusat. Masalah birokrasi juga membuat Jakarta menghadapi kesulitan menetapkan visi dalam melaksanakan paradiplomasi, dan partisipasi masyarakat sulit diharapkan karena apatisme serta diskriminasi historis terhadap kalangan Tionghoa-Indonesia. Selain itu, paradiplomasi pemerintah lokal di Republik Rakyat Tiongkok sudah lebih terarah dan lebih terpadu dengan kebijakan hubungan luar negeri Tiongkok; pelaksanaannya bahkan memanfaatkan jaringan kontak dengan pengusaha overseas chinese di Indonesia. Hal ini menimbulkan resiko bagi Jakarta, yang menyebabkannya cenderung menuruti program rutin dibanding mencoba mengembangkan program strategis. Sehubungan dengan itu, pemerintah pusat perlu mengembangkan kebijakan hubungan luar negeri yang mengoptimalkan dan mengarahkan kebijakan serta praktek paradiplomasi pemerintah lokal untuk mendukung hubungan luar negeri di tingkat negara. Di lain pihak, pemerintah lokal perlu membuat visi, menggariskan sasaran-sasaran yang jelas, serta merangkul kalangan masyarakat serta pengusaha dalam melaksanakan relasi kota kembar.

The process of globalization and regionalization strengthen the role of actors which are not traditionally considered as international actors. Among these actors are the local governments. The efforts of local governments in conducting foreign relations is termed paradiplomacy, and one of its forms is the sister city relations. This research is a qualitative case study of the Jakarta-Beijing sister city relations, regarding its difficulty to support programs with strategic impacts on the people of Jakarta. The goal is to uncover the factors which causes the problems. This research implements process tracing, so that the linkages between factors can be seen clearly.
Results showed that Indonesian paradiplomatic policies and practices lend too much liberty to the local governments, and were not specially set to support the country's foreign relations. Bureaucratic problems also contribute to Jakarta's difficulties in implementing its own vision for conducting paradiplomacy. Community participation can hardly be expected due to apathy and the historical discrimination against Chinese-Indonesians. Furthermore, local governments in the People?s Republic of China have implemented paradiplomatic policies and practices which are focused and integrated with the conducting of Chinese foreign relations; their implementations even utilize the network of contacts with overseas Chinese business persons in Indonesia. This poses a risk to Jakarta, which ultimately tends to follow regular programs rather than trying to develop a strategic program. Accordingly, the central government needs to develop foreign relations policies which optimize and guide the paradiplomatic policies and practices of the local government for the country?s foreign relations. On the other hand, local governments need to create a vision, outlines clear goals, and embrace the community as well as the private sector in carrying out a successful sister city relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library