Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Saldi Isra
Depok: Rajawali Press, 2021
328.598 SAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrurrahman
Abstrak :
Pengisian jabatan presiden dan wakil presiden merupakan aspek utama pada sistem pemerintahan presidensial. Saat ini, mekanisme pengisian jabatan presiden dan wakil presiden Indonesia dilakukan melalui pemilihan umum. Namun, UUD NRI 1945 masih memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menyelenggarakan sidang pemilihan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan atau pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan secara bersamaan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945. Tulisan ini dihasilkan melalui penelitian normatif dengan metode kualitatif yang menjadikan sumber-sumber hukum sebagai landasan utama. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa adanya kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam memilih lembaga kepresidenan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 merupakan pelaksanaan prinsip ‘checks and balances’ yang dibangun oleh UUD NRI 1945 dalam rangka penguatan sistem presidensial. Oleh sebab itu, penguatan sistem presidensial terkait kandungan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 kedepannya perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang terkait lembaga kepresidenan. ......Filling the positions of president and vice president is a major aspect of the presidential government system. Currently, the mechanism for filling the positions of president and vice president of Indonesia is carried out through general elections. However, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia still authorizes the People's Consultative Assembly to hold a vice presidential election session in the event of a vacancy in office or the election of the president and vice president in the event of a vacancy of office simultaneously as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. 1945. This paper was produced through normative research with qualitative methods that use legal sources as the main basis. The conclusion obtained is that the existence of the authority possessed by the People's Consultative Assembly in choosing the presidential institution as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the implementation of the principle of 'checks and balances' developed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in order to strengthen presidential system. Therefore, strengthening the presidential system related to the contents of Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia needs to be comprehensively regulated in a law related to the presidential institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Seto Harianto
Abstrak :
VISI Indonesia Merdeka atau lebih dikenal sebagai Tujuan Nasional sebagaimana dimuat dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menegaskan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Misi Indonesia Merdeka tersebut pada gilirannya dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah Negara Indonesia mencakup aspek kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pemilihan umum merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang dilakukan secara berkala, lima tahun sekali. Kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum tersebut diwakili oleh partai politik. Dengan demikian partai politik adalah sarana agregasi politik, sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, dan sarana pengatur konflik. Dengan demikian baik partai politik maupun pemilihan umum harus ditata dan diselenggarakan atas dasar UUD NRI Tahun 1945 demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Songga Aurora Abadi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Mekanisme Penetapan Ambang Batas (Threshold) Terhadap Stabilitas Sistem Presidensial dan Sistem Multipartai Sederhana di Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui secara kongkrit syarat-syarat penting terwujudnya pemerintahan presidensial yang efektif, melalui substansi kebijakan penetapan ambang batas yang berlaku di Indonesia, dan implikasi penetapan ambang batas terhadap stabilitas sistem presidensial dan sistem multipartai Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dengan tipologi penelitian preskriptif yaitu melakukan pendekatan secara intensif, mendalam dan mendetail serta komprehensif untuk menggali secara mendalam mengenai masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepanjang pemilihan umum di era reformasi, diberlakukan berbagai aturan seputar ambang batas dalam rangka mewujudkan multipartai sederhana dan stabilitas presidensial, aturan tersebut berupa syarat pendirian partai politik, syarat partai politik mengikuti pemilihan umum, ambang batas perolehan suara untuk dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya (electoral threshold), ambang batas perolehan suara partai politik untuk duduk di parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pembentukan fraksi (fractional threshold), ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Kebijakan penetapan ambang batas berakibat hukum: 1)Partai Politik tidak diakui sebagai badan hukum; 2) Partai Politik tidak dapat menjadi peserta pemilu; 3)Partai Politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Meskipun syarat pendirian partai, pendaftaran partai sebagai badan hukum, serta syarat partai untuk mengikuti pemilu telah efektif menurunkan jumlah partai politik, namun penetapan ambang batas electoral threshold telah gagal dalam praktik disebabkan oleh jumlah partai melakukan fusi terbilang rendah dan kebijakan parliamentary threshold yang tiap tahun semakin tinggi, namun jumlah partai politik di parlemen masih berada pada kondisi multipartai ekstrim. ...... This thesis discusses the Threshold Mechanism for the Stability of the Presidential System and the Simple Multiparty System in Indonesia, with the aim of knowing concretely the essential conditions for the realization of an effective presidential government, through the substance of the policy setting limits in force in Indonesia, and the implications of setting thresholds on the stability of Indonesias presidential and multiparty systems. This research was conducted using normative legal research methods, through library research, with prescriptive research typologies that are conducting intensive, in-depth and detailed and comprehensive approaches to explore deeply about research issues. The results showed that during the general election in the reform era, various rules around thresholds were imposed in order to realize simple multiparty and presidential stability, the rules were in the form of the requirements for the establishment of political parties, the requirements for political parties to participate in general elections, the threshold for votes to be able to participate in general elections next (electoral threshold), the threshold of the vote acquisition of political parties to sit in parliament (parliamentary threshold), the threshold for fraction formation (fractional threshold), the threshold for presidential nomination (presidential threshold). The policy to determine the threshold has legal consequences: 1) Political parties are not recognized as legal entities; 2) Political parties cannot participate in the election; 3) Political Parties cannot obtain seats in the DPR. Although the requirements for party establishment, party registration as a legal entity, and party requirements for participating in elections have effectively reduced the number of political parties, the electoral threshold has failed in practice because the number of parties fused is relatively low and the parliamentary threshold policy is getting worse every year high, but the number of political parties in parliament is still in extreme multiparty conditions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristo Roland Pattiapon
Abstrak :
Pemisahan waktu pemungutan suara dalam pemilihan umum presiden dengan pemilihan legislatif sering menghasilkan pemerintahan yang terbelah pada pemerintahan dalam sistem presidensial. Kondisi tersebut dikarenakan hasil yang tidak kongruen antara hasil dari pemilihan presiden dengan hasil dari pemilihan legislatif. Komposisi yang terbentuk memunculkan presiden seringkali tidak didukung oleh kekuatan suara mayoritas di parlemen dan hal tersebut dapat menyebabkan pemerintahan yang tidak stabil dan efektif. Ditambah kondisi multipartai yang tumbuh seiring jalannya pemerintahan presidensialisme diIndonesia. Maka dari itu ide desain pemilihan umum serentak memungkinkan akan menghasilkan efek ekor jas bagi partai politik yang terpilih di dalam pemiihan umum legislatif. Efek ekor jas tersebut merupakan suatu kondisi pemilih yang cenderung memiliki kesamaan dalam memilih partai politik yang mengusung calon presiden yang didukungnya, sehingga komposisi partai politik yang lolos di parlemen akan kongruen dan Presiden terpilih memiliki dukungan mayoritas. Penerapan ambang batas presiden dalam konteks pemilihan umum serentak bertujuan untuk membatasi jumlah kandidat calon presiden sehingga nantinya fragmentasi partai politik di parlemen tidak semakin banyak dengan demikian pemilihan umum serentak dapat berlangsung secara efektif dan dapat menghasilkan stabilitaspemerintahan.
Separation of the time of voting in presidential elections with legislative elections often results in a divided government in a presidential system. This condition is due to the incongruent results between the results of the presidential election and the results of the legislative elections. The composition formed to bring up a president is often not supported by the power of the majority vote in parliament and this can lead to an unstable and effective government. Coupled with multiparty conditions that have grown along with the presidential government in Indonesia. Therefore, the idea of a simultaneous general election design that will produce coattail effects for the political parties elected in the legislative election. The coattail effect is a condition of voters who tend to have similarities in choosing political parties that carry the presidential candidates they support,so that the composition of political parties that qualify in parliament will be congruent and the elected President has majority support. The application of presidential threshold in the context of simultaneous general elections aims to limit the number of candidates for presidential candidates, later the fragmentation of political parties in the parliament does not increase, so that simultaneous general elections can take place effectively and can produce governmentstability.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Azzahra
Makassar: Nas Media Indonesia, 2022
342.06 FAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
Abstrak :
HASIL-hasil pemilihan umum memperlihatkan bahwa multipartai di Indonesia telah menghasilkan parlemen yang terfragmentasi tinggi, komposisi dukungan eksekutif yang lemah di parlemen (minority president) dan bentukan koalisi yang rentan perubahan. Situasi ini sejajar dengan skenario instabilitas sistem presidensial yang membuat pemerintahan terjebak dalam situasi divided government. Hasil pemilu serentak diharapkan menghasilkan ukuran komposisi parlemen yang sejajar dengan komposisi politik di eksekutif, sehingga dapat lebih efektif menjalankan pemerintahan. Namun, pelaksanaan pemilu serentak digabungkan dengan sistem pemilihan presiden dua putaran (majority run off) menyimpan masalah yang dapat menjadi ancaman gagalnya pencapaian tujuan pemilu serentak. Hal demikian akan membuat partai-partai politik masuk ke pemilihan umum dengan memiliki calon presidennya masing-masing karena menganggap pemenang pemilihan presiden tidak akan didapat di putaran pertama. Putaran pertama digunakan oleh partai-partai untuk mendapatkan coattail effect yang diharapkan memperbesar peluang partai politik untuk dapat mendudukkan sebanyak mungkin wakilnya di parlemen. Jika hal itu yang terjadi, kemungkinannya adalah terbentuk parlemen yang terfragmentasi tinggi, tidak ada kekuatan mayoritas dan memperbesar potensi terjadinya minority president. Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) merupakan jalan yang efektif dapat terukur untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui presidential threshold dipastikan calon presiden akan terbatas jumlahnya. Dalam kondisi calon presiden terbatas diharapkan kebaikan-kebaikan pemilu serentak dapat dinikmati
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Masykur Musa
Abstrak :
SISTEM Kepartaian dan Sistem Pemilihan Umum suatu negara harus berkaitan dengan Sistem Pemerintahannya. Indonesia, sebagaimana yang di design pada UUD NRI Tahun 1945 mempraktikkan Sistem Presidensial dalam hubungan antar-lembaga negara dan menjalankan program pembangunan. Perkuatan Sistem Presidensial hanya akan kokoh jika sistem kepartaiannya tercermin dengan The Simple Multy Party System, dan sistem pemilunya menggunakan Sistem Proporsional. Hubungan dinamis ketiga sistem tersebut akan menentukan keberlangsungan arah pembangunan demokrasi Indonesia sesuai dengan konstitusinya. Sistem Kepartian tersebut harus terlihat pada pengetatan partai peserta pemilu, membangun etika dan moral, serta kaderisasi yang berbasis ideologi partai. Sistem pemilu yang baik harus menjawab pada the degree of competitiveness ,the degree of reprentativeness, dan the degree of qualitativeness. Ketiga derajat kualitatif tersebut harus terjawab pada proses, personalia dan komitmen membangun bangsa dan negara sebagaimana yang di atur dalam UUD NRI Tahun 1945.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
Abstrak :
Di Indonesia, dalam suasana yang demokratis, pemerintahan koalisi ditemui dalam semua sistem pemerintahan yang pernah berlaku. Realitas koalisi di Indonesia menunjukkan berbagai masalah baik dalam pembentukkannya maupun pengelolaannya, masalah yang dihadapi telah mengancam bahkan merusak stabilitas pemerintahan. Dalam pemerintahan yang dibentuk berdasar koalisi, potensi instabilitas memang lebih tinggi. Praktik penerapan koalisi di negara-negara bersistem parlementer di Eropa Barat menunjukkan bahwa stabilitas pemerintahan dijaga melalui aturan-aturan hukum yang memagari setiap tahapan pemerintahan. Proses politik yang terjadi dalam pembentukan dan mekanisme berlangsungnya koalisi sangat terpengaruh kepada aturan yang berlaku. Negara-negara bersistem presidensial di Amerika Latin juga menghadapi masalah ancaman stabilitas pemerintahan akibat dari dinamika koalisi yang tinggi. Di sistem presidensial Amerika Latin, aturan hukum menjadi alat untuk mendesain suasana yang kondusif bagi pembentukan dan pengelolaan koalisi dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan. Praktik pemerintahan koalisi sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia dan Praktik pengaturan terkait koalisi di negara-negara parlementer Eropa Barat serta negara-negara presidensial di Amerika Latin digunakan oleh penelitian normatif ini sebagai bahan pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Kedua pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan jawaban bagi stabilitas pemerintahan dalam pembentukan dan pengelolaan pemerintahan koalisi di sistem presidensial Indonesia berdasar UUD NRI Tahun 1945. Desain aturan hukum untuk menjaga stabilitas pemerintahan koalisi yang terbentuk di Indonesia memperhitungkan realitas sistem kepartaian dan pemerintahan di Indonesia, karakter sistem presidensial dan perkembangan sistem parlementer dalam menjaga stabilitas sebagai tempat berasalnya konsep pemerintahan koalisi. Desain untuk stabilitas tersebut antara lain didapat dari penggabungan pemilihan umum serentak dengan sistem pemilihan presiden plurality atau majority with reduced threshold, pelembagaan koalisi pemerintahan yang sejajar dengan koalisi legislatif, dan penggunaan kekuasaan konstitusional presiden di bidang legislatif sebagai instrumen untuk membangun dan mengelola koalisi pemerintahan. ......In Indonesia, in a democratic atmosphere, the coalition government is found in every government systems ever applied. In the era of parliamentary government, a coalition government is inevitable due to the fact that the parliament was fragmented so that no single party held an absolute majority of the seats. In the era of presidential government, a coalition government is also an option for the elected president even tough coalition was not the source of legitimacy for the ruling government. President who ruled in a highly fragmented multiparty situation chose to form a coalition to ensure the stability of the government. In reality, coalition in Indonesia showed various problems both in terms of the establishment and management. Problems encountered have threatened and even destabilized the government. In a government established under coalition, government stability is is likely to have more problems. Coalition practiced in countries applying parliamentary system in Western Europe show that government stability is maintained through legal rules that hedged every stage of governance. Political processes that occur in the establishment and the mechanism of coalition course are greatly affected by the prevailing rules. Latin American countries applying presidential system also face threats in the government stability due to the high dynamics of the coalition, just like the case in Western Europe. It can be seen on their experience designing a coalition through prevailing rules and laws. Coalition practiced by the government throughout the history of Indonesia and ruling practices in relations to coalitions in Western European countries applying the parliamentary system and Latin American countries applying the presidential system are used by these normative research as a source of historical approach and comparative approach. Both of these approaches are used to get an answer to the stability of the government in establishing and managing a coalition government in Indonesia’s presidential system based on Indonesia’s 1945 Constitution. Legal rulings designed to maintain the stability of the coalition government, take the reality of the party system and the Indonesian government, the characteristics of the presidential system and the development of parliamentary system into account in maintaining stability as the source of the concept of a coalition government. Designs to create the stability are among others received by combining simultaneous election with plurality presidential election or majority presidential election with reduced threshold, government coalition institutionalization parallel to legislative coalition, employment president’s legislative constitutional power as an instrument to form and manage the government coalition.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library