Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmiati
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji kedudukan itsbat nikah dalam perkawinan sirri setelah perceraian perkawinan pertama. Perkawinan sirri yang apabila telah memenuhi rukun dan syarat menurut agama dan kepercayaanya, maka terhadap perkawinan tersebut adalah telah sah menurut hukum agama. Namun demikian perkawinan sirri belum memiliki kekuatan hukum menurut hukum Negara. Untuk memperoleh pengakuan dari Negara, harus memenuhi persyaratan lanjutan yaitu berupa pencatatan perkawinan oleh Pejabat Pencatat Nikah. Terhadap perkawinan sirri tersebut dapat terlebih dahulu mengajukan itsbat nikah melalui Pengadilan Agama. Pertimbangan hukum bahwa saat pengajuan istbat nikah di Pengadilan Agama, para pemohon itsbat nikah tidak memperoleh izin poligami dari Pengadilan Agama, hakim dengan suara terbanyak kemudian menolak itsbat nikah para pemohon. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum atas penolakan itsbat nikah atas perkawinan sirri setelah perceraian perkawinan pertama; dan upaya hukum perkawinan sirri tersebut agar dapat dicatatkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif yakni melakukan pengkajian berdasarkan norma dan kaidan hukum positif di Indonesia. Analisa data dilakukan secara preskriptif yang bertujuan mendapatkan jalan keluar atas permasalahan itsbat nikah yang ditolak oleh Pengadilan Agama dan upaya hukum yang dapat dilakukan agar perkawinan sirri tersebut dapat dicatatkan. Hasil analisis akibat hukum dari penolakan itsbat nikah setelah perceraian perkawinan pertama berdampak pada status perkawinan, anak dan harta perkawinan. Status perkawinan tetap sebagai perkawinan sirri yaitu tidak adanya pengaturan secara tegas mengenai pemberian nafkah dan antara suami istri tidak dapat saling mewaris; terhadap status anak walaupun dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan ayahnya namun tetap dianggap sebagai anak luar kawin; dan tidak dapat dibentuknya harta bersama selama perkawinan sirri berlangsung. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku perkawinan sirri setelah penolakan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berupa upaya Peninjauan Kembali agar perkawinannya dapat diitsbatkan atau kawin ulang di Kantor Urusan Agama atau di hadapan Pegawai Pencatat Nikah. ......This study examines the position of itsbat nikah in sirri marriages after the divorce of the first marriage. Sirri marriage, which if it has fulfilled the pillars and conditions according to religion and belief, then the marriage is legal according to religious law. However, according to state law, sirri unions do not yet have legal force. To obtain recognition from the State, it must meet further requirements, namely marriage registration by the Marriage Registrar. Against sirri marriages, they can first apply for a marriage itsbat through the Religious Courts. Legal considerations are that when submitting a marriage certificate at the Religious Courts, the applicants for itsbat marriage did not obtain a polygamy permit from the Religious Court. The judge with the most votes then rejected the applicants' marriage certificate. The problems raised in this study are the legal consequences of refusing itsbat marriage for sirri marriages after the divorce of the first marriage; and legal efforts for the sirri marriage to be registered. To answer these problems, a research method is used in a normative juridical, namely, conducting an assessment based on the norms and rules of positive law in Indonesia. Data analysis was carried out prescriptively to find a solution to the problem of itsbat marriage, which was rejected by the Religious Courts and legal remedies that could be taken so that the sirri marriage could be registered. The results of the analysis of the legal consequences of refusing itsbat marriage after the first marriage divorce impact marital status, children and marital property. The marriage status remains as a sirri marriage, i.e. there is no explicit regulation regarding the provision of a living and between husband and wife cannot inherit each other; on the status of the child even though he may have a civil relationship with his mother and father but is still considered a child out of wedlock, and joint property cannot be formed during a sirri marriage. Legal remedies that can be taken against the perpetrators of unregistered marriages after the refusal of the marriage certificate by the Religious Courts based on a decision that has permanent legal force can be in the form of a judicial review so that the marriage can be legalized or remarried at the Office of Religious Affairs or in the presence of a Marriage Registrar.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effi Setiawati
Abstrak :
Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan yang melakukan nikah sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama). Untuk mengetahui mengapa perempuan melakukan nikah sirri dan dampaknya, penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, konsep perkawinan menurut Islam, dan konsep diskriminasi berdasarkan gender. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis yang berperspektif perempuan. Sepuluh perempuan yang menjalankan nikah sirri diwawancara secara mendalam dengan menggunakan metode penelitian oral history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan ini menerima kerugian daripada kebaikan. Sebaliknya, laki-laki menjadikan nikah sirri sebagai alat untuk mengesahkan praktek poligami atau untuk mengingkari kewajiban mereka memberikan nafkah kepada istri, atau bahkan untuk memperlakukan istrinya secara sewenang-wenang.
This research uncovers women's experience practicing nikah sirri (a marriage which is not officially recognized by the state). While using women's own perspectives on this type of marriage, the research also apply concept of marriage in Islam, of prevailing customs, and of gender-based discriminations, to identify factors driving women to practice this marriage and its impact on women's lives. The research is using qualitative approach and analysis in women's perspective. Using oral history method, ten women practicing nikah sirri selected as subject research were interviewed. Research findings show that these women rather experience bad condition than the good one in their marriage. On the contrary, men make use of nikah sirri to legitimize their polygamous marriage as well as to free themselves from their obligation to provide financial support for the wives, or even to allow them to perform arbitrary actions against their wives.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Manyak Zakiah
Abstrak :
ABSTRAK
Perkawinan yang didasari karena faktor social, dilaksanakan dengan singkat tanpa memikirkan biaya, tidak memperhatikan peraturan undang-undang perkawinan, merupakan perkawinan yang mudah dilakukan atau lebih dikenal dengan nikah sirri, perkawinan yang tidak sah karena perkawinan tersebut tidak dicatat menurut peraturan perundang-undang negara yang berlaku. Perkawinan sirri banyak merupakan pihak perempuan dan anak-anak karena perkawinan tersebut tidak mempunyai kepastian hukum, perkawinan sirri tidak mempunyai surat atau akta nikah. Dengan maraknya perkawinan sirri, penulis, dalam tesis ini meneliti bagaimana akibat hukum dari perkawinan sirri berdasarkan sebuah kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 253K/PID/1999, yaitu kedudukan istri, hak anak dan harta bersama apakah mempunyai kekuatan hukum dalam perkawinan sirri, apakah istri dan anak berhak atas harta bersama. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normative. Penelitian dilakukan dengan bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan perundang-undangan lainnya, dilakukan dengan menganalisa data secara kualitatif yaitu dengan cara meneliti akibat hukum dani perkawinan sirri. Dengan menggunakan pola pikir induktif deduktif diperoleh kesimpulan yaitu perkawinan yang tidak dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan tidak terdaftar adalah perkawinan yang tidak sah, perkawinan dianggap tidak pernah ada, karena tidak sesuai dengan Undangundang Perkawinan No. 1 tahun 1974, kedudukan sebagai isteripun tidak sah, tidak berhak atas nafkah dan waris, begitu pula dengan status anak adalah anak luar kawin yang tidak berhak mewaris. Saran yang diharapkan agar menghindari perkawinan sirri, lakukan pencatatan perkawinan dan pemerintah meninjau kembali Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.
2007
T 17316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effi Setiawati
Abstrak :
Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan yang melakukan nikah sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama). Untuk mengetahui mengapa perempuan melakukan nikah sirri dan dampaknya, penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, konsep perkawinan menurut Islam, dan konsep diskriminasi berdasarkan gender. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis yang berperspektif perempuan. Sepuluh perempuan yang menjalankan nikah sirri diwawancara secara mendalam dengan menggunakan metode penelitian oral history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan ini menerima kerugian daripada kebaikan. Sebaliknya, laki-laki menjadikan nikah sirri sebagai alat untuk mengesahkan praktek poligami atau untuk mengingkari kewajiban mereka memberikan nafkah kepada istri, atau bahkan untuk memperlakukan istrinya secara sewenang-wenang.
This research uncovers women's experience practicing nikah sirri (a marriage which is not officially recognized by the state). While using women's own perspectives on this type of marriage, the research also apply concept of marriage in Islam, of prevailing customs, and of gender-based discriminations, to identify factors driving women to practice this marriage and its impact on women's lives. The research is using qualitative approach and analysis in women's perspective. Using oral history method, ten women practicing nikah sirri selected as subject research were interviewed. Research findings show that these women rather experience bad condition than the good one in their marriage. On the contrary, men make use of nikah sirri to legitimize their polygamous marriage as well as to free themselves from their obligation to provide financial support for the wives, or even to allow them to perform arbitrary actions against their wives.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T32823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rasyid Ridha
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Soraya Devi Zaeni
Abstrak :
Mengingat begitu maraknya masyarakat Indonesia yang melangsungkan perkawinan sirri, baik masyarakat kalangan menengah kebawah, maupun komunitas pesantren yang kuat secara religius serta mempertimbangkan akibat yang sangat merugikan bagi perempuan dan khususnya anak yang dilahirkan dari kawin sirri tersebut, sedangkan bukti status hukum anak yang dituangkan dalam akta kelahiran yang berdasarkan sah tidaknya perkawinan orangtuanya, sebagaimana dalam pasal 2 Undang - undang perkawinan Indonesia seolah ambivalen, maka perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif mengenai akta kelahiran bagi anak kawin sirri yang dilakukan dengan itikad baik. Akta Kelahiran merupakan bukti identitas diri seseorang mengenai asal usul berdasarkan nasab atau hubungan darah. Menurut Ilmu Biologi, tidak akan lahir seorang anak tanpa peran laki - laki (bapak) yang mengakibatkan wanita (ibunya) mengandung hingga melahirkan anak. Namun dalam hukum seorang anak dapat hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, atau bahkan tidak memiliki hubungan hukum dengan keduanya (bapak dan ibunya). Ada atau tidak adanya hubungan hukum ini berdasarkan sah atau tidaknya perkawinan dan pengakuan dari kedua orang tuanya. Perkawinan adalah perbuatan hukum yang sangat penting untuk menentukan kedudukan hukum seseorang. Karena sah tidaknya perkawinan merupakan dasar yang menentukan status anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Hukum perkawinan Indonesia tidak mengenal istilah kawin sirri, kawin sirri yang diterjemahkan masyarakat Indonesia tidak sama dengan pemahaman kawin sirri dalam hukum Islam. Menurut Undang - undang perkawinan Indonesia, perkawinan sah apabila dilakukan menurut ketentuan masing - masing agama dan kepercayaannya. Maka kawin sini yang dilakukan dengan itikad baik dengan memenuhi seluruh rukun dan syarat sahnya perkawinan menurut hukum Islam adalah sah. Dengan demikian, sistem hukum yang memberlakukan anak kawin sirri yang dilakukan dengan itikad baik sama dengan anak luar kawin atau anak tidak sah adalah kurang tepat. Kelahiran anak tanpa kehadiran seorang bapak adalah bukan kesalahan anak itu, maka tidak sepantasnya seorang anak dihukum dengan tidak diperkenankan memiliki status hubungan dari bapaknya tersebut. Oleh karena itu, seyogyanya putusannya lembaga Itsbat nikah Pengadilan Agama sebagai solusi dari kawin sirri yang belum dicatatkan, harus dipatuhi oleh semua instansi, baik oleh Kantor Urusan Agama selaku lembaga pencatat nikah, maupun Kantor Catatan Sipil lembaga pencatat kelahiran. ......Given so popular in Indonesia that perpetuate marriage under the hand, both the community down middle, and boarding a strong community of religious and consider the very harmful consequences for women and especially children who are bom from marrying under the hand, the proof of legal status while the child is poured in the birth of teaching license based on a valid marriage or not their parents, as in article 2 law - the Indonesia marriage law seems ambivalent, nccd to do the research with qualitative deseriptive approach of teaching license on the birth of children marrying under the hand made with good faith. Birth Certificate serves as proof of a person’s identity concerning origin based on family or blood relation. According to Biology, no child will be bom without the role of a male (father) causing a female (his (her) mother) pregnant and delivers a baby. However in legal perspective, a child may only have a legal relation with his (her) mother and the family of his (her) mother, or even have no legal relation with both of them (his (her) father and mother). Whether such legal relation exists or not depends on validity of marriage between and acknowledgment from both parents. Marriage is a very important legal act to determine a person’s legal position, because validity or invalidity of a marriage serves as basis to determine the status of child bom from the marriage. Indonesian marriage law does not recognize the term purely religious marriage (kawin sirri), the purely religious marriage translated by the Indonesian community is not similar to the understanding of purely religious marriage in the Islamic law. According to the Indonesian marriage law, a marriage is legal if it is held in accordance with each religion and belief. Therefore a purely religious marriage held in good faith by complying with all pillars and requirements of a valid marriage in accordance with the Islamic law is legal. Therefore, a legal system which enforces a child from a purely religious marriage conducted in good faith similar to a child outside marriage or illegal child is inappropriate. Birth of a child without the presence of a father is not the child’s mistake, therefore he (she) should not punished by not allowing him (her) to have a status of relation with his (her) father. Therefore, the institution should decide the Religious Itsbal marriage as the solution of marrying under the hands that have not been recorded.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25957
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Kurniawan
Abstrak :
Dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 100 KHI menyatakan bahwa anak hasil perkawinan sirri hanya memiliki hubungan hukum perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, naum Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 77 sampai dengan Pasal 81 KHI menyatakan bahwa yang bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga adalah ayahnya, sehingga melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 diubahlah cara membaca Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dimana suami dapat dimintakan pertanggung jawaban apabila dapat dibuktikan dengan perkembangan tekonologi. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Oleh karena itu tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas dari putusan yang dikeluarkan MK perihal tanggung jawab orang tua terhadap anak hasil perkawinan sirri. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, Putusan yang dikeluarkan MK tidak berdampak langsung karena tidak berkesinambungan dengan undang-undang lain yang terkait dan tidak terdapat sanksi apabila tidak dijalankan. ...... In Article 43, paragraph (1) of the Marriage Act and Article 100 of Islamic Law Compilation said that the children of Sirri marriage only have the relationship of civil law with the mother and her family, while in Article 34 paragraph (1) of the Marriage Act and Article 77 through Article 81 of Islamic Law Compilation states that are responsible for feeding their families is the father, so that through the Constitutional court Decision No.46 / PUU-VIII / 2010 it changes how to read Article 43, paragraph (1) of the Marriage Act which the husband should be held accountable when it can be proved with technological developments. Therefore the aim of this study was to look at the effectiveness of the decision issued by the Court concerning the responsibility of parents to children of Sirri marriage. This research is a normative approach to law (statute approach), and the case (case approach). Based on the results, it can be concluded, the Court issued Decision no direct impact as not sustainable with other law-related and there are no sanctions if it does not run, so it is difficult to apply.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library