Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Kusumaningsih
Abstrak :
Penelitian dilakukan dengan tujuan uatuk mengetahui mengenai jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, dimana hipotik dijaminkan kepada beberapa kreditur yang bersama-sama memberikan kredit kepada satu debitur. Bagaimana pengikatan jaminan hipotiknya dan bagaimana bila terjadi peralihan piutang dari salah satu kreditur sindikasi kepada pihak lain, serta bagaimana bila debitur wanprestasi. Dalam pembahasan ini dicari proses pemecahannya baik dengan bahan kepustakaan maupun dengan metode wawancara. Dalam penelitian, ternyata terdapat perlindUAgan baik terhadap debitur maupun para kreditur sindikasi, sehubungan dengan jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, yang kesemuanya dituangkan dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian. pokoknya maupun dalam perjanjian pengikatan jaminan hipotiknya sebagai perjanjian yang bersifat accessoir.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Aviati
Abstrak :
Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi terutama yang berkaitan erat dengan masalah jaminan, karena jaminan merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan dapat tidaknya kredit diberikan, Kredit sindikasi sendiri merupakan salah satu bentuk dari kerjasama pembiayaan, dimana kredit yang diberikan berasal dari beberapa bank atau lembaga keuangan bukan bank untuk membiayai suatu proyek yang dianggap layak secara bersama. Bentuk kerjasama pernbiayaan yang lain misalnya kredit konsorsium. Dalam perkembangannya, kredit sindikasi dianggap lebih luwes dibandingkan dengan kredit konsorsium. Pada bank-bank pemerintah di Indonesia, telah dikembangkan bentuk kerjasama sindikasi yang telah dimodifikasi, yang di sebut Club Deal. Kredit sindikasi ini diadakan dengan maksud memungkinkan bank membiayai proyek besar dengan dana yang terbatas, melakukan penyebaran resiko kredit sebesar jumlah keikutsertaan bank peserta dan mengatasi adanya batas peminjaman yang dapat diberikan bank kepada debitur. Pada setiap akta dalam kredit sindikasi dicantumkan seluruh nama bank peserta sindikasi, namun untuk melakukan pengelolaan kredit selanjutnya ditunjuk agent. Dalam Kredit sindikasi memerlukan pengaturan tersendiri dalam hal pelaksanaan kredit, penarikan dana, pelunasan kredit serta pengurusan jaminan. Dalam kredit sindikasi dikenal adanya paripassu jaminan yaitu kesepakatan kreditur apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan jaminan akan dibagi secara pro rata kepada masing-masing kreditur tanpa memperhatikan hak preferensi dari kreditur lainnya. Untuk mengelola jaminan, akan ditunjuk security agent, namun masing-masing kreditur tetap mempunyai hak untuk mengawasi barang-barang yang dijaminkan. Jika kredit telah dilunasi, maka perjanjian jaminannya berakhir. Jika terjadi keadaan wanprestasi dan semua upaya hukum telah dilalui oleh kreditur untuk memberi peringatan atas kelalaian debitur, maka penyelesaian jaminan dilakukan melalui Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN), hal ini dilakukan sehubungan dengan kedudukan Bank "X" tempat penulis melakukan riset adalah bank pemerintah.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sutan Remy Sjahdeini
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2008
332.3 SUT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Widi Purwoko
Jakarta: CV Media Luhur Sentosa, 2024
332.7 SUN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Mabror
Abstrak :
ABSTRAK
Scktor perbankan merupakan transmisi utama pelaksanaan kebijakan moneter. Melalui sektor perbankan. instrumen-instrumen moneter diarahkan untuk mempengaruhi besaran-bcsaran moneter. Kebijakan perbankan meliputi langkah-langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi pcnawaran uang dalam perekonomian atau merubah tingkat bunga dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi penawaran modal dan apabila tingkat bunga rendah akan lebih banyak penawaran modal dilakukan. Dengan dernikian aktivitas sektor ñil dapat tetap dikendalikan pcmenntah melalul kebijakan moneter yang dijalankan oleh Bank Indonesia.

Mengingat sedemikian pentingnya fungsi bank, maka adanya suatu industri perbankan yang sehat dan tangguh merupakan hal yang sangat vital. Tanpa dukungan dari industri perbankan yang sehat, sulit kiranya kebijakan moneter akan efektif dalam mendukung sasaran kebijakan ekonomi makro pada khususnya dan sasaran pembangunan nasional pada umumnya.

Pengelolaan kegiatan usaha perbankan harus senantiasa didasarkan pada prinsip-prinsip kehati hatian mengingat dana yang dlkelola bank adalah milik masyarakai Pengelolaan yang demikian kiranya dapat menjaga kepercayaan rnasyarakat terhadap bank, di samping langkah tersebut juga akan mengendalikan risiko. Hanya dalam keseimbangan antara kebebasan yang mendorong perkembangan dan kehati-haúan yang menjaga efisiensi dan kesehatan, upaya mewujudkan industri perbankan yang sehat, efisien dan tangguh akan terealisasi.

Beberapa pennasalahan di sektor perbankan sat ini masih dijumpai, antara lain adalah kredit bermasalah dan bank bermasalah, ekspansi kredit yang berlebihan dan kecenderungan meningkatnya kcsenjangan antara volume kredit perbankan dengan mobilisasi dari masyarakat. Permasalahan-permasalahan ini menuntut perhatian para pengelola dan pihak yang terkait untuk: bagaimana mengendalikan volume kredit perbaikan agar tetap dukimg tabungan masyarakat yang memadai, selain produktifnya penggunaan - penggunaan dana itu sendiri. Mengingat sektor perbankan masih mempunyai peran yang sangat dominan dalam sistem keuangan kita. Dalam kondisi seperti ini, terganggunya sektor perbankan akan dapat menjurus pada timbulnya krisis keuangan, yang akan merugikan perekononian secara keseluruhan.

Dalam kaitan dengan kredit bermasalah yang disirami bank-bank, Bank Indonesia telah mengambil langkah-Iangkah yang pada dasarnya dapat digolongksn dalam tiga kategori, pertama penyelesaian krcdit bermasalah yang ada, yaitu kewajban melaporkan kredit bermasalah tersebut dan tindakan yang diambil bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah tersebut agar tingkat kesehatan bank membaik. Kedua, langkah-langkah mencegah timbulnya kredit bermasalah baru dengan kewajiban bank melakukan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kreditnya. Ketiga, langkah membina bank yang menghadapi kredit bermasalah melalui merger atau likuidasi.

Bank yang menghadapi problem kredit bermasalah bukan hanya kredit yang tidak tertagih tersebut yang diderita, tetapi juga sebagian aktiva tidak dapat diberikan sebagai kredit karena demikan untuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktifiiya. Dengan tertanamnya sebagian aktíva produktif pada pencadangan penyisihan bank tidak leluasa untuk berekspsansi memberikan kredítnya kepada para nasabah. Oleh karena itu perolehan keuntungan bank juga turut dipengaruhi oleh kredit bermasalah yang dimiliki bank.

Komposísi portopolio kredit PT Bank X terdiri dari kredìt Lancar sebesar 30.81%, Kurang Lancar 11.21%, Diragukan 34.82% dan Macet 23.13% Dengan portopolio krcdit yang sebagian besarnya bermasalah, PT Bank X mencoba untuk bangkit dan bersaing dengan bank lain di dalam persaingan yang semakin tajam, baik dalam menghimpun dana maupun dalam menyalurkannya. dalam bentuk kredit. Langkah-langkah yang penting dan perlu diambil PT Bank X adalah menyelesaikan kredit bermasalahnya dan mencegah timbulnya kredit bermasalah baru.

Dalam mencegah timbulnya kredit bermasalah baru, aspek penting yang perlu dipertimbangkan oleh PT Bank X adalah risiko kredit, dimana semakin besar risiko kredit tersebut semakin besar pula kemungkìnan kredit menjadi bermasalah. Risiko kredit yang timbul dalam setiap pemberian Kredit dapat dikurangi dengan membagi risiko (risk shining) kepada bank lain dan melakukan analisis kelayakan berkredit nasabah dengan sebaik-baiknya. Pembagian risiko kredit kepada bank lain dan meningkatkan akurasi analisis kelayakan krcdit nasabahnya dapat ditempuh oleh PT Bank X dengan memberikan pinjaman kepada nasabahnya dalam bentuk pinjaman sindikasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulls dengan mewawancarai pihak yang menangani pembukuan PT Bank X, diperoleh keterangan bahwa pemenuhan ketentuan Bank Indonesia cukup baik. Pemenuhan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 11.54%, pelampauan Batas Maksimum Pemberian Krcdit (BMPK) nasabahnya sebesar Rp.11.901.000.000 yang terbagi dalam 3 nasabah individu, dan Loan to Deposit Ratio (LOR) sebesar 109,27%, menunjukkan bahwa PT Bank X sebenarnya masih mampu untuk melakukan ekspansi kredit. Akan tetapi karena besarnya kredit bermasalah dalam pencadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang harus dilakukan demikian besar, menyebabkan aktiva produktif yang tertanam dalam kredit macet dan yang digunakan dalarn pencadangan penyisihan penghapusan tersebut tidak dapat digunakan untuk berekspansi.

Sehubungan dengan hal diatas, kredit sindikasi juga dapat membantu PT Bank X dalam memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia sekaligus melakukan ekspansi kredit. Dengan membagi kedit kepada peserta sindikasi Iainnya ketentuan BMPK kepada nasabah tidak terlampaui. CAR dan LDR juga dapat terpenuhi karena Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) jika kredit diberikan dengan cara sindikasi akan menjadi lebih kecil, sehingga PT Bank X dengan aktiva produktif yang terbatas dapat terus memberikan pinjaman kepada nasabahnya tanpa melampaui ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Pembentukan penyisihan cadangan aktiva produktif
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Alberto
Abstrak :
Penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis-normatif, yaitu penelitian terhadap data sekunder atau penelitian kepustakaan sebagai patokan untuk mencari data dari gejala peristiwa yang menjadi obyek penelitian. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan kepailitan dan sindikasi kredit menurut peraturan perundangundangan, bagaimana penerapan hukum kontrak dalam Perjanjian Sindikasi Kredit, dan bagaimana penerapan hukum kontrak dan kewenangan menggugat pailit dalam sindikasi kredit? Berbicara mengenai hukum kontrak berarti berbicara mengenai dua hal. Yang pertama adalah mengenai asas-asas yang mendasari pembentukan suatu kontrak dan yang kedua adalah mengenai isi daripada kontrak / perjanjian tersebut. Isi / kalusula daripada Perjanjian Kredit Sindikasi, salah satunya adalah mengenai kewenangan untuk menggugat pailit dalam hal debitor cidera janji. Dalam perkarai antara PT. Bank IFI sebagai pemohon pailit melawan PT. Citra Mataram Satriamarga Persada sebagai termohon Pailit, Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit dan memutuskan PT. Citra Mataram Satriamarga Persada pailit. Akan tetapi Mahkamah Agung RI membatalkan putusan pernyataan pailit majelis hakim pengadilan Niaga dengan pertimbangan bahwa dalam PT. Bank IFI sebagai salah satu anggota sindikasi kredit tidak berwenang mengajukan gugatan pailit, meskipun secara nyata Debitor telah lalai melakukan pembayaran kepada PT. Bank IFI yang mengakibatkan Debitor cidera janji, berdasarkan klausula yang tercantum dalam Pasal 17.1.1 jo. Pasal 17.1.2 jo. Pasal 18.1 dari Perjanjian Kredit Sindikasi. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kreditor tetap dapat menggugat pailit debitornya meskipun dalam perjanjian sindikasi terdapat klausula pemberian kuasa yang menentukan bahwa hanya Agen berhak untuk mengajukan gugatan pailit atas nama sindikasi dengan persetujuan kreditor mayoritas. Hal ini dapat terjadi selama gugatan tersebut diajukan oleh salah satu kreditor atas nama pribadi dan bukan atas nama sindikasi. Sehingga, tidak seharusnya Majelis Hakim Mahkamah Agung RI membatalkan putusan pailit Pengadilan Niaga, karena gugatan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI sudah benar
This thesis using a norm-juridical research method, which is a research of a secondary data or library?s research, as a standard in searching the data of the research?s object. The main problem are how the bankruptcy regulation and credit syndication regulation in Indonesia, how the contract law applied in Syndication Credit Agreement, and how the contract law affecting the authority to plan a bankruptcy suit against the debtor? Contract law can be concern into two things. The first one is concerning the basic principle of a contract, and the second one is concerning the substance of the contract / the agreement. The content of Credit Syndication Agreement, one of them, is concerning the authority to plan bankruptcy suit against the default debtor. In the bankruptcy case between PT. Bank IFI as the Plaintiff (Creditor) against PT. Citra Mataram Satriamarga Persada as the Defendant (Debtor), the Commercial Court verdict in the favor of the Plaintiff and declare PT. Citra Mataram Satriamarga Persada, bankrupt. However, the Supreme Court of Justice rebuff the commercial court verdict considering that PT. Bank IFI as one of the syndication member does not have the authority to plan bankruptcy suit, based on the clause in article 17.1.1, article 17.1.2, article 18.1 of the Syndication Credit Agreement, even though the debtor was default by not paying the installment as the agreement determined. As a result of this research, the conclusion is that Creditor can still plan bankruptcy suit against the Debtor even if there is an authority?s delegation clause in the Syndication Credit Agreement that determined only the Agent that have the authority to plan a bankruptcy suit on behalf of the Syndication member with the Syndication majority approval. This can be happened as long as the bankruptcy suit was plan by one of the Creditor on behalf of their own and not on behalf of the syndication member. Thus, the Supreme Court of Justice was not supposed to be rebuff the Commercial Court verdict, for the bankruptcy suit planed by PT. Bank IFI was right.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27738
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ine Puspitawati
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam pemberian kredit sindikasi adalah hal yang lazim apabila lembaga bank selaku kreditur sindikasi meminta pihak ketiga menanggung debiturnya untuk menjamin diperolehnya pelunasan utang. Keberadaan penanggung dalam hubungan hukum yang terjadi antara kreditur sindikasi dan debitur ini memberikan perlindungan hukum bagi kreditur sindikasi akan kepastian pelunasan utang debitur apabila debitur cidera janji atau wanprestasi. Penganggung dapat diminta pertanggungjawabannya untuk memenuhi utang debitur apabila ia telah melepaskan hak istimewa yang telah diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sehingga lazim dilakukan oleh kreditur sindikasi untuk meminta penanggung melepaskan hak-hak istimewa tersebut demi kepentingannya. Akan tetapi, kendati penanggung telah melepaskan hak-hak istimewa tersebut, yang berarti ia bersedia untuk melunasi utang debitur yang ditanggungnya, seringkali penanggung tidak mau memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang debitur kepada kreditur sindikasi ketika ternyata debitur cidera janji atau wanprestasi. Untuk mengatasinya, pengajuan permohonan pernyataan pailit menjadi alternatif penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap penanggung, kreditur sindikasi harus memenuhi syaratsyarat yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 4 tahnu 1998 tentang Kepailitan, yang menyebutkan keharusan debitur memiliki sedikitnya dua orang kreditur dan memiliki satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam skripsi ini akan dianalisa mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh kreditur sindikasi dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap penganggung dalam rangka penyelesaian pailit terhadap penanggung dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah.
2004
S23130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumaningtuti
Jakarta: Rajawali, 2008
332.7 KUS p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Rebecca M.H
Abstrak :
Salah satu pembangunan infrastruktur yang sedang marak dilakukan di Indonesia adalah pembangungan jalan tol. Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah. Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas orang dan barang umumnya sangat tinggi sehingga dituntut adanya sarana perhubungan darat atau jalan dengan mutu yang baik. Hal serupa menjadi tujuan dibangunnya Jalan Tol Cinere ? Jagorawi dapatm embuka lapangan kejra baru dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ekonomi dan kawasan JABODETABEK, terutama di wilayah Depok dan sekitarnya.Pembangunan jalan tol Cinere ? Jagorawi dilaksanakan dengan suatu kredit sindikasi antara Bank X, Bank Y selaku kredit dan PT Z selaku debitur. Adapun kemudian Bank X memutuskan untuk keluar dari kredit sindikasi tersebut. Dengan demikian maka terjadilah suatu proses pergantian kreditur. Adapun hukum Indonesia telah mengatur perihal proses pergantian kreditur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu Cessie, Novasi, dan Subrogasi. Akan tetapi pergantian kreditur pada kredit sindikasi pembangunan tol Cinere ? Jagorawi tidak melakukan pergantian kreditur tidak dengan proses tersebut. Tulisan ini akan membahas proses pergantian kreditur yang dilakukan di dalam kredit sindikasi pembangunan jalan tol Cinere ? Jagorawi jika dibandingkan dengan pergantian kreditur menurut hukum Indonesia. ......One of the major infrastructure in Indonesia that developed heavily is the highway systems . Highway system has major role for the Indonesia development. In a developing country, modern highways is important in as there are opportunities for people to travel for business, trade or pleasure and also provide trade routes for goods. Therefore, modern highway is necessary order to incorporate features intended to enhance the road's capacity, efficiency, and safety to various degrees. That has also become the major reason in the construction of Cinere Highway. It has open door for employment, and further its also expencted to impose positive externalities for economic aspect in JABODETABEK, especially in area near Depok and surrondings. The development of Cinere Highway made by the syndicated loan between Bank X, Bank Y as the creditor and PT Z as the debitor. Cessie, Novasi, dan Subrogasi provided the legislative basis regarding to the process of creditor replacement. However, in the case of Cinere Highway- Jagorawi the replacement of creditor did not follow the legislation. This thesis will discuss the process of creditor replacement that have been made in Cinere Highway- Jagorawi in comparison with the legal law in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24816
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>