Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Andiani
Abstrak :
Metode moiré telah banyak digunakan terhadap permukaan obyek, yaitu untuk mengukur simpangan sejajar permukaan dan untuk memetakan topografi permukaan, tetapi masih jarang untuk mengukur simpangan tegak Iurus permukaan. Dalam disertasi ini telah diselidiki pengukuran simpangan tegak lurus obyek dengan memanfaatkan metode moire proyeksi. Sebagai kisi proyeksi, digunakan hasil interferensi cahaya laser dari perangkat interferometer Michelson, yang dikenal sebagai kisi maya. Sistem yang dikembangkan terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian optik yang terdiri alas sumbar cahaya laser, interferometer Micheison, dan kamera CCD yang dihubungkan dengan komputer untuk merekam citra. Bagian kedua ialah program pengolah citra yang dibuat khusus untuk penelitian ini. Dalam percobaan digunakan obyek uji berbentuk pelat memanjang yang satu ujungnya dijepit dan ujung lainnya ditekan dengan sebuah mikrometer. Sejumlah citra direkam dari kisi yang terproyeksi pada permukaan obyek, sebelum dan sesudah obyek mengalami simpangan. Oleh program pengolah citra, citra-citra tersebut dikurangkan satu sama lain untuk memperoleh pola moiré. Dari kerapatan pola moiré, simpangan permukaan dapat disimpulkan. Pemakaian komputer mempercepat proses perekaman dan pengolahan citra. Untuk perekaman 10 citra dan pengolahannya, pola frinji moiré dapat diperoleh dalam waktu sekitar 30 menit. Dalam percobaan dilibatkan berturut-turut kisi maya dengan 3 kerapatan yang berbeda. Kisi yang rapat mempunyai periode 0,817 mm pada permukaan obyek dan memberikan ketelitian pengukuran simpangan sebesar 1,85 mm. Kisi yang lebih renggang mempunyai periode 1,196 mm dan menghasilkan ketelitian 1,01 mm, sedangkan kisi yang paling renggang mempunyai periode 1,419 mm dan memberikan ketelitian 1,51 mm. Diperoleh bahwa simpangan yang kecil menghasilkan periode frinji moiré yang besar, sehingga dapat melampaui bidang perekaman. Karenanya terdapat batas simpangan minimum yang dapat diukur. Dinyatakan dalam W sebagai simpangan pada lokasi mikrometer, batas tersebut berkisar dari W =4 mm dengan kisi yang rapat hingga W = 6 mm dengan kisi yang paling renggang. Di pihak lain, kisi yang rapat pada simpangan yang besar akan menghasilkan frinji moire yang sangat berdekatan sehingga menyulitkan penentuan periode frinji moire. Dalam percobaan dengan kisi yang rapat, hal tersebut terjadi waktu W > 12 mm. ......The moiré method has been extensively used for the surface measure of an object, i. e. to measure the in-plane displacement ofthe surface and to map the surface contour. Howe ver, so far the method is rarely utilized to measure the out-of-plane displacement. In this dissertation, the measurement of the out-ojlplane displacement has been investigated by employing projection moiré method As the projected grid o virtual grating formed by interjerencs of laser light from a Michelson interferometer is involved The system developed in this research consists of two main parts. The optical part comprises a laser source, a Michelson interferometer, and a CCD camera coupled to a computer for recording the images. The second part is an image processing program that is specially developed for this work. In experiments, the object takes the form of a cantilever clamped at its one and pushed at the other end by a micrometer. Several images are recorded from the projected gratings at the object surface, before and after displacement. By an image processing program, the images are subtracted one from the other to obtain moiré fringe patterns. From the fringe period surface displacement can be determined. The use of the computer has speeded up the recording and the processing of the images. The whole sequence of recording 10 images successively and processing them to obtain the moiré fringe pattern takes no longer than 30 minutes. Three virtual grating with diferent periods have been involved in the experiments. The most dense grating has a period of 0.81 7 mm at the object surface, resulting the in an accuracy of the displacement measurement of 1. 85 mm. The coarser grating shows a period 1.196 mm and yields an accuracy of 1.01 mm. The period of coarsest grating is 1.419 mm, resulting in an accuracy of 1. 51 mm. In the case of small surface displacement, large moiré fringe periods have been produced which may exceed the recording frame size. Consequently, there is a minimum value of the measurable displacement. This minimum displacement ranges from W = 4 mm for the most dense grating to W = 6 mm for the coarsest virtual grating, W being the object displacement at the micrometer location.. On the other hand, large surface displacement observed with dense virtual grating produces small periods of the moire fringes, which make it very difficult to evaluate. In the experiments it occurs of W > 12 mm.
2005
D663
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dwi Riana Aryani
Abstrak :
Konstruksi fisik transformator terdiri atas elemen-elemen bersifat resistif, induktif, dan kapasitif, yang susunannya memiliki respon frekuensi yang khas.Dengan mengamati respon frekuensi suatu transformator, dapat dideteksi kerusakan mekanik yang terjadi pada inti dan belitan transformator tersebut. Metode yang sedang dikembangkan untuk mendeteksi kerusakan mekanik dikenal dengan Sweep Frequeency Response Analysis (SFRA). Proses pengukuran dilakukan dengan menginjeksikan sinyal tegangan rendah dengan menyapu nilai frekuensi mulai dari 20 Hz hingga 2 MHz. Dasar dari pengukuran ini merupakan analisis fungsi alih yang mana hasil pengukuran perlu diinterpretasikan lebih lanjut, salah satu caranya yaitu dengan perhitungan statistik. Indikator statistik yang digunakan yaitu koefisien korelasi, simpangan baku, dan absolute sum of logarithmic error (ASLE). Skripsi ini membahas proses interpretasi hasil pengukuran SFRA pada transformator 4 MVA, 11,8/6,3 kV di PT ABC dan transformator 12 MVA, 70/6,3 kV di PT XYZ menggunakan perhitungan statistik. Hasil yang didapat yaitu tidak ada indikasi kerusakan pada transformator 4 MVA, 11,8/6,3 kV di PT ABC pada kedua sisi kumparan. Sedangkan pada transformator 12 MVA di PT XYZ ditemukan indikasi kerusakan di bagian ujung (lead) kumparan utama dan tap kumparan pada kumparan tegangan 70 kV, dan di bagian inti, kumparan utama, tap kumparan, ujung (lead) kumparan utama, dan ujung (lead) tap kumparan pada kumparan tegangan 6,3 kV. ...... Physical construction of transformerconsists of resistive, inductive, and capacitive elements,the structurehas a typical frequency response. By observing the frequency response of a transformer, we can detect mechanical damage that oK Kurs in the transformer core and windings. Method sare being developed to detect mechanical damage known as Sweep Frequeency Response Analysis (SFRA). Measurement processis done by injecting a low voltage signal with the sweep frequency values ranging from 20Hz to 2MHz. The basis of this measurement is transfer function analysis that the measurement results need to be interpreted further, one way is by statistical calculations. Statistical indicator that used is correlation coefficient, standard deviation, and sum of absolute logarith micerror (ASLE). This thesis discusses the process of interpreting SFRA measurements result on PT ABC transformer, 4 MVA, 11,8/6,3 kV and PT XYZ transformer, 12 MVA, 70/6,3 kV using statistical calculations. The results are no indication of damage to PT ABC transformer, 4 MVA, 11,8/6,3 kV on both sides of the windings. While in PT XYZ transformer, 12 MVA found indications of damage at main and tap winding leads on 70 kV windings, and indications of damage at the core, main and tap windings, main and tap winding leads on 6,3 kV windings.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes David Saputra
Abstrak :
Salah satu permasalahan utama saat dilakukan terapi intravena adalah cairan infus tidak boleh habis dan laju aliran tetesan cairan infus tetap stabil, maka diperlukan pengawasan (monitoring) terhadap aliran cairan infus secara kontinu. Namun demikian, keterbatasan jumlah perawat untuk terus melakukan kontrol terhadap pasien menjadi masalah yang kerap ditemui terutama di Rumah Sakit Umum di Indonesia. Smart Infusion adalah perangkat yang didesain untuk dapat melakukan deteksi, pengukuran, dan pengaturan kecepatan tetesan cairan infus dalam selang waktu tertentu. Perangkat ini memanfaatkan LED IR383 (λ = 940 nm, 150 mW) dan fotodioda NTE3033 sebagai detektor tetesan cairan infus, motor DC sebagai pengatur kecepatan, serta mikrokontroler ATmega16, yang terintegrasi langsung dengan perangkat komputer melalui antarmuka GUI. Pengujian perangkat Smart Infusion ini dilakukan dengan variasi densitas cairan Dextrose, variasi simpangan perangkat infus, dan variasi tingkat kecepatan tetesan. Tingkat kesalahan rata-rata perangkat ini yang hanya sebesar 2,0105% menjadikan perangkat ini layak untuk diuji coba lebih lanjut. ...... The main problems while performing intravenous therapy are both infusion solution bag must not be empty and flow of infusion solution must be stable, therefore continuous monitoring of infusion solution flow rate is needed. However, limited amount of nurses to check on each patient becomes a major issue, apparently on public hospitals in Indonesia. "Smart Infusion" is a device designed to detect, measure, and adjust the amount of infusion solution droplets per 30 seconds. The device is an integration of LED IR383 (λ = 940 nm, 150 mW) and photodiode NTE3033 as optical detector, DC motor as speed adjustment, ATmega16 as the processor, and GUI interface which allows the device to connect directly to a personal computer. Experiment of "Smart Infusion" consists of varying density of Dextrose, deviation of infusion set, and speed of infusion solution droplets. Average error rate of 2.0105% allow this device to have further experiments before being implemented.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldie Lukman Wijaya
Abstrak :
Indonesia termasuk daerah dengan tingkat risiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia berada di antara empat lempeng tektonik yang aktif yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina, dan lempeng Pasifik. Pada tahun 2011 pemerintah menyusun peraturan perencanaan bangunan tahan gempa yang baru, yaitu SNI 03-1726-2011, untuk menggantikan peraturan sebelumnya SNI 03-1726-2002. Objek pada penelitian ini adalah bangunan tingkat rendah di Jakarta. Struktur dimodelkan secara tiga dimensi dengan menggunakan program ETABS ver. 9.5, dan dengan beban gempa yang diperoleh dari peraturan perencanaan bangunan tahan gempa maka akan diperoleh gaya geser dasar gempa dan simpangan antar lantai bangunan. Hasil yang diperoleh adalah nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726- 2011 lebih besar 31,65% dibandingkan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726- 1989, dan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726-2011 lebih kecil 21,18% dibandingkan nilai normalisasi gaya geser SNI 03-1726-2002. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini hanya berlaku untuk bangunan tingkat rendah dengan struktur beton bertulang yang berada di Jakarta dengan kondisi tanah lunak. ......Indonesia is one of the areas with high level of seismic risk. The reason is because Indonesia is located between four active tectonic plates, namely Eurasian plate, Indo-Australian plate, Philippine plate, and the Pacific plate. In 2011, the government of Indonesia formulated SNI 03-1726-2011, the new regulation of earthquake-resistant buildings planning to replace the previous regulation, SNI 03-1726-2002. The object of this research is low-level buildings in Jakarta. The stucture is modeled in 3 dimension by using ETABS ver. 9.5. The model is loaded by earthquake load which is obtained from the regulation of earthquake-resistand buildings. The seismic base shear and the story drift is then obtained by the analysis of ETABS. The results obtained are the average normalized shear force value of SNI 03-1726-2011 has the greater value of 31.65% compared to the average value of SNI 03-1726-1989 normalized shear force, and the average normalized shear force of SNI 03-1726-2011 is smaller by the value of 21.18% compared to the value of the normalized shear force of SNI 03-1726-2002. The results obtained in this study are only applicable to low-level buildings with reinforced concrete structure located in Jakarta with soft soil conditions.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1062
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Prastiwi
Abstrak :
Graph clustering adalah pengelompokkan simpul-simpul pada suatu graf menjadi cluster-cluster. Ada berbagai macam algoritma graph clustering yang dapat diterapkan pada graf berbobot, di antaranya adalah algoritma yang berbasis MST (Minimum Spanning Tree). Kelebihan dari algoritma graph clustering yang berbasis MST adalah mampu mendeteksi bentuk cluster yang tidak beraturan. Algoritma graph clustering berbasis MST yang dibahas dalam penelitian ini adalah Maximum Standard Deviation Reduction atau disingkat MSDR. Algoritma tersebut bersifat unsupervised, yang artinya banyaknya cluster tidak ditetapkan oleh pengguna. MSDR memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah membentuk cluster-cluster dimana pada masing-masing cluster, busur-busurnya memiliki nilai bobot yang serupa. Tujuan yang kedua adalah menjaga agar banyaknya cluster yang terbentuk, tidak terlalu banyak. Pada algoritma MSDR, tujuan yang kedua dipenuhi melalui suatu proses yang menggunakan regresi polinomial. Dalam penelitian ini, dilakukan modifikasi MSDR dengan menggantikan proses yang menggunakan regresi tersebut dengan suatu proses baru yang disebut "Loncatan Terbesar", sehingga dihasilkan algoritma baru yang disebut Modifikasi MSDR atau disingkat MMSDR. Dilakukan implementasi MMSDR pada beberapa graf lengkap Euclidean, yaitu graf lengkap yang setiap simpulnya adalah titik di suatu ruang Rn dan setiap busurnya diberi bobot yang berupa jarak Euclidean antara dua titik. Kemudian dilakukan implementasi MMSDR pada graf yang memodelkan rute penerbangan domestik di Indonesia oleh suatu maskapai X. ...... Graph clustering is the grouping of vertices in a graph into clusters. There are various clustering algorithms for weighted graphs, for example a graph clustering algorithm which is based on MST (minimum spanning tree). The advantage of MST-based clustering is that it allows the detection of clusters with irregular boundaries. An MST-based clustering known as MSDR (Maximum Standard Deviation Reduction) is studied in this research. MSDR is an unspervised clustering, in which the number of clusters is not dictated by the user. There are two goals of MSDR. The first goal is to produce clusters such that in each cluster the edges have similar weights. The second goal is to prevent the formation of too many clusters. In MSDR, the second goal is met through a process that uses polynomial regression. In this research, MSDR is modified by replacing the process that uses polynomial regression with a new process that is called "largest jump". A new algorithm is produced, which is called Modified MSDR (MMSDR). MMSDR is implemented on several complete Euclidean graphs, where a Euclidean graph is a graph whose vertices are points in a space Rn and the weight of an edge is the distance between the endpoints. MMSDR is also implemented on a graph that models domestic flight routes in Indonesia of an unidentified airline X. As a validation, MMSDR is tested on several Euclidean data, and the result is compared to visually-identified clusters. Afterwards, MMSDR is implemented on a graph that models the domestic flight routes of an airline in Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library