Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tokyo : University of Tokyo Press, 1969
952.01 KOJ
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
"Nasionalisme adalah sebuah paham yang berkaitan dengan rasa cinta atau setia seseorang terhadap bangsa dan negara di setiap negara, perkembangan nasionalisme berbeda akibat faktor latar belakang setiap negara yang berbeda-beda. Umumnya, ada faktor-faktor tertentu yang dominan yang mempengaruhi tumbuhnya nasionalisme di kalangan masyarakatnya, selain faktor ancaman dari luar, yang secara umum berlaku sebagai pendorong tumbuhnya nasionalisme.
Jepang adalah salah satu contoh dimana masyarakatnya memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar, atau boleh dikatakan berlebihan. Gerakan nasionalisme jepang yang mulai tumbuh pada sekitar abad ke 16 ketika kapal-kapal amerika yang dipimpin oleh komodor perry mulai memasuki jepang, telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya pada tahun 1945. Faktor utama pendorong berkembangnya nasionalisme tersebut memang adalah kehadiran bangsa asing. Oleh karena itu seorang sejarawan, Hans Kohn, sangat yakin bahwa faktor paling utama tumbuhnya nasionalisme adalah kehadiran bangsa asing tersebut.
Teori Kohn tersebut rupanya tidak berlaku dalam masyarakat jepang. Shinto sebagai agama dan kepercayaan tradisional jepang ternyata adalah faktor utama timbulnya nasionalisme jepang. Dengan ideologi Tennoseinya, shinto menjadi kekuatan yang sangat dahsyat guna membangkitkan rasa nasionalisme bangsa Jepang. Secara tradisi kuil-kuil shinto dipakai sebagai pusat kegiatan para samurai, yang dalam kenyataannya kelas ini merupakan kelas yang paling gigih dalam membela kasiar. Oleh karena itu maka ketika bangsa asing (amerika) mulai memasuki jepang, peristiwa ini hanya merupakan pemicu bangkitnya nasionalisme jepang. Yang terutama tetap saja keyakinan tradisionil shinto.
Tetapi akibat rasa cinta yang mendalam terhadap kaisar melalui ideologi Tennosei tersebut, perkembangan nasionalisme jepang seperti tidak dapat dikendalikan lagi. Akibatnya ketika akum ultra nasionalis melakukan kudeta akibat merasa bahwa jepang telah mengikuti jalan barat dan gagal, maka yang timbul adalah Fasisme, seperti yang diungkapkan oleh Barrington Moore."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Adninta
"Kuil Yasukuni merupakan kuil Shinto yang terletak di Tokyo. Dalam Perang Dunia II, dipercaya bahwa kuil Yasukuni memiliki peran penting dalam membangun moral baik kaum militer, maupun sipil. Kuil ini juga dipercaya sebagai simbol pengabdian kepada Kaisar. Berkaitan dengan perannya sebagai simbol pengabdian pada kaisar, kuil ini dianggap kontroversial karena dipercaya sebagi representasi ideologi Shinto Negara (Kokka Shinto). Mengunjungi dan berziarah di kuil Yasukuni dianggap melegitimasi sejarah militer Jepang karena di kuil Yasukuni disemayamkan 14 penjahat perang kelas A. Melegitimasi sejarah dan mangabaikan kejahatan yang pernah militer Jepang lakukan adalah aksi merevisi sejarah atau historical revisionism. Kunjungan Perdana Menteri ke kuil Yasukuni selalu menuai kritikan dan kecaman dari negara lain, terutama Cina dan Korea, dua negara yang pernah diokupasi oleh Jepang. Meskipun kuil ini memiliki banyak kontroversi, beberapa Perdana Menteri Jepang tetap mengunjungi kuil ini, termasuk Shinzo Abe yang memang dikenal memiliki pandangan revisionis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Abe mengunjungi Yasukuni dan mengungkapkan implikasi yang diterima oleh Jepang karena sikap revisionis Abe. Teori Historical Revisionism digunakan untuk mengungkapkan sikap-sikap politik Abe. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif anailtis yang menggunakan prosedur studi pustaka. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa Abe memiliki stabilitas politik yang baik dan pemikiran revisionis sehingga dia mengunjungi kuil tersebut. Faktor kunjungan Abe ke Yasukuni menyebabkan ruang diplomatik Jepang dengan Cina dan Korea menjadi terbatas sepanjang tahun 2014.

Yasukuni Shrine is a Shinto shrine located in Tokyo. In World War II, it was believed that Yasukuni shrine had an important role in building morale both military and civilian. This shrine is also believed as a symbol of devotion to the Emperor. Regarding its role as a symbol of devotion to the emperor, this shrine is considered controversial because it is believed as a representation of Shinto State ideology (Kokka Shinto). Visiting the shrine is considered glorifying Japanese military history  because in Yasukuni shrine there’s 14 class A war criminals enshrined. Legitimizing history and ignoring the crimes that the Japanese military had committed was an act of revising history or historical revisionism. The Prime Minister's visit to Yasukuni shrine has always drawn criticism from other countries, especially China and South Korea, the two countries that have been occupied by Japan. Although this shrine has a lot of controversy, some Japanese Prime Ministers still visit this shrine, including Shinzo Abe who is known as a revisionist. This research aims to find out the reason Abe visited Yasukuni and revealed the implications received by Japan because of Abe's revisionist attitude. Historical Revisionism theory is used to express Abe's political attitudes. This research is an analytical descriptive study that uses a literature study procedure. Through this research it was found that Abe had good political stability and revisionist thoughts so he visited the shrine. The factor of Abe's visit to Yasukuni caused Japan's diplomatic space with China and Korea to be limited throughout 2014.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Meirawati
"Penelitian ini bertujuan membahas tentang proses pembentukan agama Shinto yang dianggap sebagai agama asli bangsa Jepang dan menemukan ciri-ciri khas yang dimilikinya serta peran yang dimainkannya sebagai salah satu sistim keyakinan orang Jepang untuk memahami manusia Jepang. Metode penelitian yang dipakai ialah metode kepustakaan, terutama memusatkan perhatian pada buku yang berjudul Kokka Shinto (Shinto Negara) yang merupakan hasil karya Murakami Shigeyoshi setelah Perang Dunia ke II, yaitu tahun 1971. Dari hasil penelitian, penulis berkesimpulan bahwa agama Shinto yang terbentuk di dalam masyarakat Jepang dewasa ini, pada dasarnya berasal dari Jinja Shinto yang dikategorikan sebagai agama di dalam masyarakat primitif Jepang. Dimulai pada jaman Yayoi dengan timbulnya petani yang mengerjakan sawahnya secara menetap di dataran yang relatif agak tinggi dan di lereng pegunungan maka terbentuklah kelompok masyarakat. Kelompok ini mulai menyelenggarakan ritus-ritus dengan tujuan untuk mengharapkan panen yang merlimpah. Selain itu mereka sudah mulai mengenal sistim organisasi karena adanya pembagian kerja untuk menyelenggarakan ritus-ritus tersebut dan penyelenggaraan ritus-ritus dikerjakan secara bersama-sama didalam kelompok. Akibatnya terwujudlah suatu kelompok masyarakat dengan keistimewaan tertentu, yakni menjadi satunya kelompok agama dan masyarakat. Dengan adanya faktor ini maka Jinja Shinto digolongkan sebagai suatu agama bangsa. Jinja Shinto juga mempunyai ciri khas tertentu dimana agama ini menyesuaikan tingkatan tahap asal mulanya sejarah atau dapat dikatakan bahwa Jinja Shinto selalu rnengikuti perkembangan sejarah, dalam arti tidak pernah berubah secara esensial sifat-sifatnya yakni menyelenggarakan ritus-ritus kaluarga dan daerah. Selain itu Jinja Shinto manpu memegang teguh ciri khas agama bangsa. Agama ini tidak menyebar ke luar masyarakat Jepang karena ditunjang oleh beberapa faktor, antara lain letak geografi Jepang di daerah yang dibatasi oleh laut juga ditunjang oleh keadaan di dalam masyarakat Jepang sendiri yang mempunyai kesatuan bangsa dan bahasa. Hal ini dapat dilihat hahwa kenyataannya masyarakat Jepang hingga saat ini tetap mempertahankan tradisi yakni, menyelenggarakan matsuri-matsuri dengan berbagai tujuan di dalam kehidupan mereka."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Susanti
"Tests 1m membahas mengena1 makna upacara perkawman Shmto yang
dtselenggarakan dt Togo JmJa Urutan upacara perkawman Shmto adalah sebagat
benkut Sanden Shubatsu no Gz Norzto Sojo Sezhaz no Gz Yubzwa no Kokan
Sezshz Sojo Tamagushz Hoten Shznzokuhaz no Gz dan Tazshutsu Masalah pokok
yang dtbahas dalam penehtlan 1m adalah 1) apa makna upacara perkawman
Shmto dt Togo JmJa 2) apa makna dan pakatan yang dtkenakan pada upacara
perkawman Shmto d1 Togo JmJa dan 3) apakah ada perbedaan antara upacara
perkawman Shmto yang umum dan upacara perkawman Shmto d1 Togo Jmja
Hastl penehtian menunJukkan bahwa ntual yang pentmg dalam upacara
perkawman Shmto adalah Shubatsu no Gz Norzto Sojo dan Tamagushz Hoten
yang bermakna pemumtan permohonan dan persembahan Makna upacara
perkawman Shmto adalah pembentahuan kepada Kam1 kepada kerabat dan ternan
mengena1 terbentuknya keluarga yang barn Selam 1tu JUga memihkl tuJuan untuk
memohon kepada Kam1 untuk memberkah perkawman mereka supaya btsa
membentuk keluarga yang bahagta Ada sedikit perbedaan yang terdapat dalam
upacara perkawman di Togo Jmja tetap1 bukan perbedaan makna

This thesis IS about the meanmg of Shmto weddmg ceremony held m Togo JmJa
Shmto weddmg sequence ts as follows Sanden, Shubatsu no Gz Norzto Sojo
Sezhaz no Gz Yubzwa no Kokan Sezshz Sojo Tamagushz Hoten Shznzokuhaz no Gz
and Tazshutsu The central Issues m th1s thesis are 1) what IS the meanmg of
Shmto weddmg ceremony m Togo JmJa 2) what 1s the meamng of clothmg worn
on Shmto weddmg ceremony, and 3) whether there ts a dtfference between a
pubhc Shmto weddmg ceremomes and marnage ceremomes m Togo JmJa Shmto
The results showed that the Important ntual m Shmto weddmg ceremony IS
Shubatsu no Gz Norzto Sojo dan Tamagushz Hoten whtch IS means punfymg,
supplicatiOn and offermgs The meamng of Shmto weddmg ceremony IS a notice
to us to relatives and fnends about the formation of a new family It also has the
purpose to plead wtth us to bless the1r marnage m order to form a happy family
There IS httle dtfference there ts m a marnage ceremony m Togo JmJa but not the
difference m meamng
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kazuko Budiman
"ABSTRAK
Agama adalah gejala kebudayaan dalam kehidupan manusia dan menunjukkan arti kehidupan manusia yang pokok bahkan dapat menyelasaikan masalah manusia yang sulit (Kishimoto, 1972:17). Sedangkan menurut Suparlan agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang menata hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan bersumber pada etos dan pandangan hidup (Suparlan, 1981182:86). Ditambahkannya pula, para ahli agama (yaitu ulama, pendeta, pastor dsb.) mendalami agama yang dianutnya untuk mencapai suatu pengertian yang mendalam mengenai hakekat kebenaran Tuhan dan agama yang dianutnya. Pengetahuan agama tersebut dapat digunakan oleh para tokoh atau pemimpin agama untuk memperkuat keyakinan umatnya dalam mencari kebenaran yang mutlak melalui ajaran-ajaran agamanya. Studi mengenai agama seperti ini merupakan suatu upaya yang melihat agama dari perspektif penganutnya atau bersifat normatif. Di samping itu agama juga dapat dijadikan suatu sasaran studi dengan menggunakan perspektif yang Iain yaitu sebagai masalah kebudayaan atau masalah sosial. Dengan kata lain agama dilihat dari sudut kebudayaan atau sebagai pranata sosial atau juga sebagai seperangkat simbol-simbol (Suparlan, 1981182:76).
Sehubungan dengan hal tersebut yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
Geertz mengartikan kebudayaan sebagai ; It denotes an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system of inherited conceptions expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and attitudes toward life (Geertz,1973:89)
Terjemahannya:
Kebudayaan menunjuk pada pola-pola arti yang diwujudkan dalam simbol-simbol, sistem yaitu merupakan sistem konsep-kosep yang diungkapkan dan diteniskan dalam pola-pola simbolik dengan cara berkomunikasi, mengabadikan dan mengembangkan pengetahuan tentang sikap terhadap kehidupan.
Geertz juga mengartikan. kebudayaan sebagai sistem pola-pola arti yang diungkapkan dalam simbol hingga dilestarikan dalam kehidupan manusia, dan perlu melihat hubungan yang sistematik dalam berbagai macam gejala kebudayaan (Geertz, 1973:44). Suparlan, simbol adalah garis penghubung antara pemikiran manusia dengan kenyataan yang ada di luar. dengan makna pemikiran harus selalu berhubungan atau berhadapan (Geertz dalam Suparlan, 1981:61).
Simbol-simbol itu pada hakekatnya ada dua, yaitu: (1) yang berasal dari kenyataan luar yang terwujud sebagai kenyataan-kenyataan sosial dan ekonomi; dan(2) yang berasal dari dalam dan yang terwujud melalui konsepsi-konsepsi dan struktur-struktur sosial. Dalam hal itu simbol-simbol menjadi arahbagi perwujudan model dari dan model bagi sistem-sistem konsep dalam suatu cara yang sama dengan bagaimana agama mencerminkan dan mewujudkan bentuk-bentuk sistem sosial (Suparlan,1981:61).
Adapun yang penting yang sering dilupakan, yaitu yang berkenaan dengan bagaimana ajaran agama itu telah terwujud sebagai kebudayaan dan karenanya seringkali berbeda dari ajaran aslinya yang ada dalam kitab-kitab sucinya, walaupun belum tentu bertentangan dengan itu, dan bagaimana ajaran-ajaran agama itu terwujud dalam tindakan dan kelakuan manusia dan dalam kehidupan sosial manusia sehingga ajaran-ajaran agama tersebut mempunyai pengertian dan masuk akal bagi pelakunya sendiri maupun bagi orang lain yang ada dalam kehidupan sosialnya (Suparlan, 1981182:86)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty N. Anwar
"In studying Japan?s cultural institution, understanding IE, which was the traditional family system used by the Bushi in the Tokugawa era, is indispensable. The IE system is believed to influence the entire aspect of Japanese life, be it the way of thinking, politics, social, economy, marriage, religion, and even the view of ?Family State? in the era of Meiji Restoration implemented the structure of IE system. Hence, the IE system is considered to be one of the pillars of Japan?s success. This short essay will discuss the IE ideology in the concept of experts on Japanese culture, the principles of Japanese?s social relationships, the IE ideology in the structure of ?Family State?, and Japan?s modern family system."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tjokorda Gde Tirta Nindhia
"This article is intended to inform a real description related to the religious expression and activity of engineering student
in Japan. Information is collected by direct interaction with the students, and also by visiting religious sites around the
campus. Visit to the student apartments is also carried out to obtain information regarding religious activity that is held
in daily life. It is found from the observation that religious activities such as reading a holy book and praying is not
carried out anymore. Praying is done three times a year, namely at Bon ceremony, which is ceremony to respect the
return ancestor to the earth from heaven, at Higan ceremony that is ceremony to respect the ancestor, and also new year
praying. It is found surprisingly, something unique related to the religion that is many students have and bring amulet
(o-mamori) that is obtained from the Shinto shrine or Buddhist temple. It is also popular to take a written oracle that
tells the fortune in the Buddhist Temple or Shinto Shrine. This written oracle in Japan is called with o-mikuji. The
belief that is not related to the religion but still popular is to respect the mountain. Mountain climbing is a religious
activity that often held by the engineering student"
Bukit Jimbaran. Faculty of Engineering, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita
"Hakkō ichiu adalah ideologi yang digunakan Jepang untuk memperluas Kekaisarannya. Hakkō ichiu dipakai sebagai alasan untuk mengekspansi negara lain dengan dalih persaudaraan yang mengatasnamakan takdir absolut Kaisar. Kegigihan Jepang untuk mewujudkan wilayah Kekaisarannya terbukti dari banyaknya kuil Shinto yang dibangun di luar Jepang. Selain itu, barisan militer dan Kempeitai polisi militer juga dikerahkan Jepang untuk mengamankan internal Jepang serta memperluas Kekaisarannya di wilayah jajahan eksternal . Militer ditanamkan dengan nilai bushido untuk mengabdi kepada Kaisar agar berani berperang, begitu juga Kempeitai yang tugasnya menginvestigasi kaum anti-Jepang. Namun, praktek Hakkō ichiu dalam militer dan Kempeitai sangat bertolak belakang dengan asas persaudaraan yang telah dipropagandakan menjelang Perang Dunia II. Ketika Perang Dunia II, perlakuan Jepang semakin kejam terhadap para tawanannya, dan meninggalkan luka mendalam di negara-negara bekas jajahannya, khususnya di Cina. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui kesesuaian ideologi Hakkō ichiu berasas persaudaraan dengan praktek invasinya. Metode yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil dari penelitian diharapkan mampu mengisi kekurangan dari penelitian sebelumnya dan turut memperkaya ilmu pengetahuan di bidang studi Jepang.

Hakkō ichiu was Japanese ideology that used to expand its imperium. In the name of Lord, Hakkō ichiu was used as a tool to excuse for ldquo Old Brother rdquo propaganda to make expansion. Japan rsquo s ambition could be seen from plentiful Shinto shrines that built in abroad to create its imperium. Beside that, Japan mobilized military lines and Kempeitai military police to guard internal Japan and extended its imperium in occupied territories outside external Japan . In the service of the Lord, military was indoctrinated by bushido spirit for the sake of entering battleships and so did Kempeitai to investigate suspected persons who denied Japanese imperium. In fact, the using of Hakkō ichiu in military and Kempeitai did not run properly as they propagandized towards World War II. In World War II, Japanese atrocities against prisoners became ruthless more and more. It left horrible memories in occupied territories especially in China. The objective of this research is to acknowledge the conformity of Hakkō ichiu propaganda as ldquo Old Brother rdquo and its implementation in occupied territories towards and during World War II. The method used literature reviews. The research hopefully results new perspective than other perpectives used before and contributes the science for Japanese education."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Wisnu Pio Kusuma
"uma yang merepresentasikan Jepang. Penelitian ini menganalisis bagaimana unsur-unsur kepercayaan Jepang direpresentasikan di Inazuma di dalam Genshin Impact. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan melakukan observasi pada video game, dan studi kepustakaan untuk melihat budaya Jepang yang ada di dalam Genshin Impact untuk kemudian dianalisis menggunakan teori Representasi Reflektif menurut Stuart Hall (1977). Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya representasi reflektif unsur-unsur kepercayaan Jepang di dalam Genshin Impact, yaitu shinto. Hal tersebut dapat dilihat pada unsur-unsur shinto yang pada pada fitur atau konten di Inazuma, unsur tersebut adalah miko, kuil shinto/ jinja, omamori, dan kitsune. Tanda-tanda yang menunjukan representasi reflektif pada konten atau fitur tersebut ada pada nama, visual, dan peran dari fitur tersebut di dalam game.

Today's cultural elements are often included in a video game, this is done for several reasons such as to promote the culture or use the culture as part of the content to add to the appeal of a video game. Genshin Impact is a video game that incorporates cultural elements from several popular countries as part of its content. This culture is manifested into fictional countries in Genshin Impact, such as Mondstadt representing Germany, Liyue representing China, and Inazuma representing Japan. This study analyzes how elements of Japanese belief are represented in Inazuma in Genshin Impact. The study used qualitative methods by observing video games, and literature studies to see the Japanese culture in Genshin Impact and then analyzed using the theory of Reflective Representation according to Stuart Hall (1977). The result of this research is the finding of a reflective representation of elements of Japanese belief in Genshin Impact, namely shinto. This can be seen in the shinto elements in the features or content in Inazuma, these elements are miko, shinto shrine/jinja, omamori, and kitsune. The 2 signs that show a reflective representation of"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>