Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulita Gani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kejadian Infeksi Menular Seksual pada ibu rumah tangga. Terdapat beberapa indikator pengetahuan Infeksi Menular Seksual menurut Kementerian Kesehatan, 2007 yaitu: cara penularan, cara pencegahan, dan stigma tentang IMS. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pada 134 responden, semuanya adalah ibu rumah tangga yang berusia 15-35 tahun. Subjek yang dipilih adalah yang bersedia diwawancarai, tinggal di daerah penelitian minimal satu tahun terakhir.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Faktor yang berhubungan dengan Infeksi Menular Seksual adalah perilaku. Faktor pendahulu dan perilaku suami juga mempengaruhi terjadinya Infeksi Menular Seksual. Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, usia melakukan hubungan seksual lebih dewasa, perilaku seksual yang tidak berisio akan mampu menekan kejadian IMS.

The purpose of this study research was to find out the relationship between knowledge, the attitudes and behaviors of housewives with the incidence of sexually transmitted infections. According to the Ministry of Health, 2007 knowledge indicators of sexually transmitted infections namely: the mode of transmission and prevention, perception, and stigma about STIs. This research study used quantitative methods on 134 respondents, all of them are housewives aged 15-35 years. Subjects were selected that are willing to be interviewed, living in the study research area at least the past year.
The result of this study showed that there was no relationship between knowledge with the incidence of sexually transmitted infections. The significant factors influencing sexually transmitted infections were behavioral factors. Historical experience and husband behavioral factors also influence on the sexually transmitted infections. Respondents with higher levels of education, mature adult of sexual activity, and sexual behavior will be able to reduce the incidence of STIs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Kurniati
"ABSTRAK
Nama : Ni Made KurniatiProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Prevalen Sifilis, Gonore Dan/Atau Klamidia Sebagai PrediktorEpidemi HIV Pada Berbagai Kelompok Seksual BerisikoEpidemi HIV di Indonesia merupakan permasalahan yang harus segera ditangani karenaberdampak pada derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Deteksi prediktor utama yangberkaitan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual IMS terhadap terjadinya infeksiHIV sangat penting untuk diketahui, mengingat IMS merupakan pintu utama masuknyainfeksi HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan anatara IMS yangterdiri dari sifilis, gonore dan klamidia terhadap HIV serta mengetahui keterkaitanketiga IMS tersebut dengan prevalen HIV pada kelompok seksual berisiko. Penelitianini menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei TerpaduBiologi dan Perilaku tahun 2007, 2009, 2011, 2013 dan 2015. Analisis yang digunakanadalah analisis regresi logistik dan regresi fraksional. Infeksi sifilis, gonore danklamidia dapat meningkatkan odds kelompok seksual berisiko untuk terinfeksi HIVmeskipun tidak bermakna secara statistik. Nilai OR infeksi sifilis pada sebagian besarmodel adalah nilai OR terbesar yang meningkatkan peluang terjadinya infeksi HIV.Model hubungan antara IMS dan HIV dapat dilihat pada kota/lokasi yang masuk dalamkuadran I. Prevalen sifilis berhubungan dengan prevalen HIV pada setiap kelompokberisiko terutama pada kelompok waria dan LSL. Setiap kelompok seksual berisikodiharapkan dapat berpartisipasi dalam setiap program untuk pencegahan danpengendalian IMS dan HIV. Selain itu, perlu dilakukan penguatan program yangterfokus pada eradikasi IMS pada kelompok seksual berisiko.Kata kunci: HIV, Infeksi Menular Seksual, Kelompok Seksual Berisiko

ABSTRACT
Name Ni Made KurniatiStudy Program Public HealthTitle Prevalence of Syphilis, Gonorrhea and or Chlamydia as Predictor ofHIV Epidemics among Sexually High Risk Populations Analysis ofData from the Indonesia Integrated Biological and Behavioral Surveys,2007 2015The HIV epidemic in Indonesia is a problem that addressed immediately because itaffects the health status of Indonesian society. Detection of major predictors associatedwith the incidence of Sexually Transmitted Infections STIs against the occurrence ofHIV infection is important to note, because STIs are the main entrance of HIV infection.This study aims to determine the association between STIs consisting of syphilis,gonorrhea and chlamydia against HIV and knowing the relationship between these STIswith HIV prevalence in sexual risk groups. This study uses cross sectional design byanalyzing the data of ldquo Survei Terpadu Biologi dan Perilaku rdquo in 2007, 2009, 2011, 2013and 2015. Logistic regression analysis and fractional regression used for analysis.Syphilis, gonorrhea and chlamydia infections increase odds of sexual risk groups forHIV infection even if not statistically significant. The odds ratio of syphilis infection inmost models is the largest odds ratio that increases the chances of HIV infection. Themodel of the relationship between STIs and HIV can be seen in the cities or sites thatfall within quadrant I. Prevalent syphilis is associated with HIV prevalence in each riskgroup especially in transsexual groups and MSM. Sexual risk group expected toparticipate in programs for STI and HIV prevention and control. In addition, it isnecessary to strengthen programs focused on eradicating STIs in sexual risk groupsbased on cities or sites quadran.Keywords HIV, Sexually Transmitted Infections, Sexually High Risk Populations"
2018
T51356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hannifah
"Infeksi Menular Seksual (IMS)adalah infeksi yang utamanya ditularkan melalui hubungan seksual (Kemenkes, 2023), kelompok remaja dan dewasa muda (usia 15 -24 tahun) merupakan kelompok umur yang berisiko paling tinggi untuk tertular IMS (Kemenkes, 2016). Bandung merupakan kota dengan prevalensi IMS terbanyak di Indonesia dengan gonorhea 37,4%, chlamydia 34,5% dan syphilis 25,2%. Estimasi jumlah PSP di Indonesia 230.000 orang, (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia, 2019). Estimasi jumlah PSP di Jawa Barat adalah 31.375 orang, sedangkan jumlah PSP Kota Bandung : 3211 orang, 1710 PSP terjangkau, 54 % akses ke klinik. Jumlah PSP remaja kurang dari 24 tahun sebanyak 104 orang (3 %). PSP yang terinfeksi IMS, akan berupaya untuk mencari pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk melihat fenomena Health Seeking Behavior IMS pada remaja PSP di Kota Bandung yang dipengaruhi oleh pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), pengalaman orang lain (personal reference), sumber daya (resources), dan  kebudayaan (culture).

Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, desain phenomenology. Informan penelitian 8 orang, 5 informan utama remaja PSP online (apartemen dan kost) dan offline (lokalisasi, tempat hiburan, jalanan) berusia 10-24 tahun, serta 3 orang informan kunci yaitu mucikari, penghubung dan petugas lapangan. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan informan tidak mengetahui dengan baik gejala dan penularan IMS, IMS merupakan hal yang menakutkan tetapi merupakan risiko pekerjaan. PSP memilih no action dan self-treatment jika gejala yang dirasakan ringan. Dukungan mucikari cukup membantu dengan syarat tidak merugikan mucikari. Pengaruh orang lain (personal reference) sangat besar bagi PSP mendorong upaya pengobatan sendiri (self-treatment). Sumber daya yang tidak dimiliki oleh PSP menjadi hambatan bagi PSP offline, yaitu dana yang terbatas, waktu buka layanan kesehatan formal yang tidak sesuai dengan jam kerja PSP, perlakuan stigma dan diskriminasi dari tenaga kesehatan klinik. Sedangkan bagi PSP online, hambatannya adalah kekurangan dana dan ketergantungan terhadap orang yang mengantar ke klinik. Budaya pengobatan turun temurun seperti jamu-jamuan atau ke dukun menjadi hambatan bagi PSP online dan offline.

Rekomendasi: meningkatkan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) pada remaja PSP, mucikari dan penghubung mengenai IMS, pengobatan yang benar dan pengunaan kondom; memperbaiki kualitas layanan IMS; evaluasi berkala terhadap layanan dan Petugas Lapangan PSP dalam program pencegahan IMS.


Sexually Transmitted Infections (STIs) are infections that are mainly transmitted through sexual contact (Ministry of Health, 2023), teenagers and young adults (aged 15 -24 years) are the age group at highest risk of contracting STIs (Ministry of Health, 2016). Bandung is the city with the highest prevalence of STIs in Indonesia with gonorrhea 37.4%, chlamydia 34.5% and syphilis 25.2%. Estimated 230,000 people Female Sex Worker (FSW) in Indonesia, (Indonesian Social Change Organization, 2019). The estimated number of FSWs in West Java is 31,375 people, in Bandung City is: 3211 people, 1710 FSWs are reach, and 54% have access to clinics. The number of FSW less than 24 years old was 104 people (3%). FSW who are infected with STIs will try to seek treatment. The aim of this research is to look at Health Seeking Behavior for STI among adolescents FSW in Bandung which is influenced by thoughts and feelings, personal references, resources and culture.

The research method used qualitative methods, with phenomenology design. The research informants were 8 people, 5 main informants were adolescent FSW who work online (apartments and boarding houses) and offline (localization, entertainment, and streets) aged 10- 24 years, and 3 key informants, pimps, liaisons and outreach worker. Data collection using in- depth interviews. The research results showed that informants did not know well the symptoms and transmission of STIs, STIs are terrible thing as an occupational risk. FSW chooses no action and self-treatment if the symptoms not serious. Pimps support is quite helpful as long as it doesn't cause harm. Personal reference influenced self-treatment for FSW.   The resources that FSWs do not have are obstacles for offline FSWs, namely limited funds, formal health service operational hours, stigmatized and discriminatory treatment from clinical providers. Meanwhile, for online FSW, the obstacles are lack of funds and dependence on people who accompany them to the clinic. The culture of traditional treatments such as herbal medicine or going to shamans is an obstacle for online and offline FSW.

Recommendations: improve IEC (communication, information and education) among adolescent FSW, pimps and liaisons regarding STIs, correct treatment and condoms use; improving the quality of STI services; continuous evaluation of services and FSW’s outreach worker in STI prevention program."

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesparia Magi Awang
"Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999 di dunia terdapat 350 juta kasus baru seperti Sifilis, Gonore, Infeksi Chlamyda dan trikomoniasis. Sementara angka IMS di Indonesia sulit diketahui dengan pasti karena terbatasnya informasi yang ada. IMS diketahui dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi HIV dan juga menyebabkan morbiditas yang tinggi. IMS banyak menyerang golongan masyarakat yang mempunyai perilaku seksual dengan banyak mitra seperti pekerja seks komersial dan diantaranya adalah waria.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta timur dengan mengambil lokasi di Kebon Singkong, Velbak dan Pejagalan pada bulan Juni - Agustus 2002. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam atau indeph interview. Jumlah informan sebanyak 12 orang, sedangkan informan kunci sebanyak 6 orang yang terdiri dari pemilik warung, pemilik toko obat dan petugas kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku waria dalam mencari pengobatan pada saat menderita IMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan pada umumnya rendah terutama yang menyangkut penularan, pencegahan, jenis-jenis, gejala serta penyebabnya. Sikap yang ditunjukkan informan adalah negatif untuk penggunaan kondom, dan bersikap positif untuk mengobati sendiri dengan antibiotik yang tidak rasional, minum obat anti biotik secara teratur dan mencari pertolongan kesehatan kepada petugas kesehatan. Sumber utama informasi IMS dan HIV/AIDS adalah petugas kesehatan dan teman. Informan menganggap bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan terhadap IMS dan juga mereka menganggap bahwa IMS adalah penyakit yang berbahaya. Kecuali biaya, maka waktu, jarak, perilaku petugas tidak menjadi hambatan informan dalam mencari pengobatan. Upaya mencari pengobatan IMS yang dilakukan dalam empat tahap yaitu mengobati dengan obat tradisional, minum obat-obatan antibiotik dengan dosis yang tidak rasional. Jika belum sembuh upaya lain yang ditempuh adalah mencari bantuan tenaga kesehatan modern baik yang swasta, pemerintah dan jika tidak ada perubahan akan kembali ke pengobatan tradisional.
Beberapa saran yang dianjurkan penulis adalah perlunya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, pelatihan untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, perlunya pengembangan prorotipe media yang spesifik waria (transvestisme), membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi secara terpadu dengan dana yang memadai, menyediakan kondom gratis dalam jangka waktu tertentu.

The Attitude of Transvestites in Seeking Medication for Sexually Transmitted Infections in East Jakarta in 2002Sexually Transmitted Infections such as HIV/AIDS infections constitute the world's health problem including Indonesia. Based on WHO's estimation of 1999 there are currently 350 millions cases of syphilis, gonorrhea, Chlamydia and Trikomoniasis infections. The figures of Sexually Transmitted Infections in Indonesia are not definitely known due to limited available information. Sexually Transmitted Infections can increase sensitivity to HIV infection and also raise morbidity rate. Sexually Transmitted Infections mostly affect certain type of community who have frequent sexual relation with commercial sex workers including transvestites.
The research was carried out in three districts in Jakarta namely Kebon Kacang, Velbak and Pejagalan in June-August 2002. Qualitative approach was implemented in data collecting process through in-depth interview. The number of informants was 12 with six key informants consisting of food stall owners, drugstore keepers, and health officer.
The research was aimed at obtaining information on transvestite's attitude in seeking medication when suffering from Sexually Transmitted Infections.
The result of the research revealed a low level of knowledge on the part of the informants regarding transmission, prevention, types, symptoms and cause of disease.
The informants showed negative attitude towards the use of condoms, positive attitude for self-medication by using irrational antibiotic, regular antibiotic take in and seeking medical help from physicians. The main resource of information for Sexually Transmitted Infections and H1V/AIDS was health officers and friends. The informants viewed that they were vulnerable to Sexually Transmitted Infections and that Sexually Transmitted Infections were dangerous. The use of condoms as a means to prevent Sexually Transmitted Infections was relatively rare. Factor hindering the informants in utilizing health services among others was cost and factor encouraging them to use health services was peer group and counseling by health officers exposed by media. Attempt to seek medication were divide into stages namely medication with traditional medicine, taking antibiotic with irrational dose, seeking medical help from modem state or private physicians and traditional medication.
The writer emphasizes the need of counseling to enhance knowledge on Sexually Transmitted Infections, training to generate and boost positive behavior and attitude in seeking medication from health services, the necessity to develop specific media for transvestites, planning, implementation, integrated monitoring and evaluation with sufficient fund, providing free condoms within a certain period of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Amandita
"Kelompok usia remaja memiliki insiden infeksi menular seksual (IMS) kedua tertinggi di dunia. Akuisisi IMS pada masa remaja memiliki konsekuensi kesehatan yang serius pada usia dewasa. Tingkat pengetahuan dan persepsi remaja Indonesia terhadap IMS memengaruhi risiko penularan IMS. Studi deskriptif-analitik cross sectional ini bertujuan untuk menyelidiki tingkat pengetahuan dan persepsi remaja Indonesia di Jakarta terhadap IMS dan mengidentifikasi faktor-faktor demografis yang terkait dengan mereka. Populasi yang diteliti adalah siswa berusia 10 hingga 19 tahun dari tiga tingkat pendidikan (Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan). Sebanyak 397 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Sumber utama informasi kesehatan reproduksi untuk populasi penelitian adalah sekolah atau guru (n=260/397). Mayoritas mendapat nilai buruk untuk pengetahuan IMS (93,20%) dan persepsi IMS (69,77%). Terdapat hubungan signifikan antara usia dan pengetahuan IMS (p=0,009), tingkat pendidikan dan pengetahuan IMS (p<0,001), usia dan persepsi IMS (p<0,001), dan tingkat pendidikan dan persepsi IMS (p<0,001). Tidak ada hubungan antara pengetahuan IMS dan persepsi IMS (p=0,944). Penelitian ini menyimpulkan bahwa remaja di Jakarta memiliki pengetahuan dan persepsi yang buruk terhadap IMS, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis. Sekolah memiliki peran penting dalam distribusi pengetahuan IMS dan pembentukan persepsi IMS di kalangan remaja Indonesia.

Adolescents have the second highest incidence of sexually transmitted infections (STIs) globally. STI acquisition in adolescence has serious health consequences in adulthood. The level of knowledge and perception of adolescents towards STI influence their acquisition risk. This cross sectional descriptive-analytical study aims to understand the level of knowledge and perception of adolescents in Jakarta towards STI and identifies associated demographic factors. The study population were students aged 10 to 19 years from three education levels (Junior High School, Senior High School, and Vocational High School). A total of 397 subjects were included in this study. The main source of reproductive health information for the study population was found to be school or teachers (n=260/397). The majority scored poorly for STI knowledge (93,20%) and STI perception (69,77%). There were significant associations between age and STI knowledge (p=0,009), education level and STI knowledge (p<0,001), age and STI perception (p<0,001), and education level and STI perception (p<0,001), with no association between STI knowledge and STI perception (p=0,944). This study concluded that adolescents in Jakarta have poor knowledge and perception towards STI, which may be influenced by demographic factors. The school is important in STI knowledge distribution and STI perception forming among Indonesian adolescents. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selma Eliana Karamy
"Infeksi klamidia merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling umum terjadi secara global. WPS, terutama di daerah perkotaan, menghadapi risiko infeksi yang lebih tinggi karena lingkungan kerja serta gaya hidup yang berisiko. Jakarta merupakan kota yang memiliki karakteristik kosmopolitan dan perkotaan dengan industri seks yang aktif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2018-2019. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Ukuran asosiasi yang digunakan adalah prevalence ratio (PR). Dari 283 WPS yang dilibatkan dalam penelitian, positivity rate infeksi klamidia di Kota Jakarta Barat mencapai 42.8%. Berdasarkan analisis bivariat, Faktor risiko yang signifikan terhadap infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat meliputi usia yang lebih muda, status cerai, dan jumlah pelanggan per minggu sebanyak ≥ 5 orang. Lama bekerja selama ≥ 10 tahun juga menjadi faktor signifikan yang bersifat protektif. Tingginya angka infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat menekankan perlunya memperkuat penjangkauan kepada WPS untuk memberi informasi dan edukasi mengenai IMS dan menganjurkan WPS agar melakukan pemeriksaan secara rutin, terutama bagi WPS yang berusia muda.

Chlamydia is one of the most common sexually transmitted infections globally. Female sex workers (FSW), especially in urban areas, face a higher risk of infection due to their risky work environment and lifestyle. Jakarta is a city that has cosmopolitan and urban characteristics with an active sex industry. This research was conducted to determine the factors associated with the incidence of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta. The research was conducted using a cross-sectional design by analyzing data from the 2018-2019 Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS). The data were analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Prevalence ratio (PR) was used as the measure of association. Of the 283 FSWs involved in the study, the positivity rate of chlamydia infection in West Jakarta reached 42.8%. Based on the bivariate analysis, significant risk factors for chlamydia infection among FSWs in West Jakarta include younger age, divorced status, and having ≥ 5 customers per week. Length of work for ≥ 10 years is also a significant factor that is protective. The high rate of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta highlights the need to increase outreach to FSWs in order to educate them about STIs and encourage them to perform regular screenings, especially for young FSWs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risqon Nafiah
"Infeksi Saluran Reproduksi (Reproductive Tract Infections) telah menjadi masalah besar kesehatan Dunia, yang meliputi berbagai penyakit pada organ reproduksi baik infeksi endogen, Infeksi Menular Seksual, ataupun iatrogenik. Angka kejadian penyakit ini semakin meningkat dan menimbulkan berbagai komplikasi, sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Salah satu kelompok infeksi endogen yang banyak diderita oleh masyarakat adalah kandidiasis vulvovaginal, sedangkan kelompok Infeksi Menular Seksual yang juga banyak diderita adalah gonore. Kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi mengalami dan bahkan menularkan penyakit saluran reproduksi ini adalah PSK (Pekerja Seks Komersial), sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut pada kelompok ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kandidiasis vulvovaginal dengan gonore pada PSK, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari 265 PSK dan diambil di kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kandidiasis vulvovaginal dengan gonore (p=0,02). Faktor yang mempengaruhi koinfeksi kandidiasis vulvovaginal dan gonore adalah kontrasepsi hormonal (p=0,014). Sedangkan faktor-faktor lain, yaitu usia (p=0,367), tingkat pendidikan (p=0,223), serta kondom (p=0,193) tidak mempunyai hubungan yang bermakna. Diperlukan adanya edukasi dan promosi kesehatan kepada pada PSK, terutama mengenai penggunaan kontrasepsi yang benar.

Reproductive Tract Infections (RTI) present mayor health problems, which include endogenous infections, Sexually Transmitted Infections (STI), and also iatrogenic infections. These infections have increased incidence and can cause many complications, therefore we should give more concern about these infection. One of endogenous infections that has high prevalence among people is candidiasis vulvovaginal and one of Sexually Transmitted Infections that also has high prevalence is gonorrhoeae. Female Sex Workers (FSW) has higher risk to suffer and also spread RTI because they have multiple sex-partner.
This study aims to find out relationship between candidiasis vulvovaginal and gonore among FSW and other associated factors. A cross-sectional study was used on a secondary data collected from 265 FSW in Kuningan, Jawa Barat. The result showed that there was significant relationship between candidiasis vulvovaginal and gonorrhoeae (p=0,02). Factor that has significant relationship with coinfection between candidaisis vulvovaginal and gonorrhoeae is hormonal contraception (p=0,014). Whereas other factors including age (p=0,367), educational level (p=0,223), and condom (p=0,193) didn’t have any significant relationship. FSW should get health education and promotion, especially about using contraception.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library