Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noorcahya Amalia
"Pendahuluan : Pembedahan laparoskopik abdomen memerlukan anestesia yang dalam dan relaksasi otot yang maksimal untuk memperbaiki lapang pandang pembedahan dan menurunkan angka komplikasi pascabedah. Pemberian dosis tinggi rokuronium dan sevofluran terkadang tidak terhindarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian magnesium sulfat sebagai adjuvan akan menurunkan konsumsi sevofluran dan rokuronium pada bedah laparoskopik abdomen.
Metode : Penelitian ini merupakan studi acak tersamar ganda yang mengikutsertakan 42 pasien yang menjalani laparoskopik bedah abdomen. Sampel dilakukan pengkelompokan dengan metode acak tersamar ganda, rasio 1:1, kedalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang mendapatkan magnesium sulfat 10% (A) sebanyak 25 mg/kgbb bolus dalam 30 menit dilanjutkan dengan 10 mg/kgbb/jam selama intrabedah. Kelompok kedua adalah kelompok plasebo (B) yang diberikan volume yang sama NaCl 0,9%. Sevofluran diberikan selama tindakan anestesi untuk mempertahankan nilai BIS 40-60. Rokuronium tambahan diberikan jika nilai TOF Count ≥1. Kedua kelompok kemudian akan dinilai konsumsi sevofluran dan rokuronium selama tindakan sebagai tujuan utama dan dilakukan penilaian rerata tekanan arteri, nadi dan waktu ekstubasi sebagai tujuan tambahan. 
Hasil : Konsumsi sevofluran secara signifikan lebih rendah pada kelompok magnesium (A) dibandingan dengan kelompok plasebo (B) [9.57(±2,79) VS 12.35 (±4,95) ml/jam] dengan p value  = 0.031. Konsumsi rokuronium juga secara signifikan lebih rendah pada kelompok magnesium (A) dibandingkan kelompok plasebo (B). [0.36(±0.09) VS 0,47(±0,16) mg/kgbb/jam] dengan p value 0.01. Terdapat perbedaan signifikan tekanan rerata arteri pasca-insuflasi, tetapi tidak ada perbedaan signifikan nadi maupun waktu ekstubasi. Kesimpulan : Pemberian magnesium sulfat sebagai adjuvan anestesi umum dapat menurunkan konsumsi sevofluran dan rokuronium pada bedah laparoskopik abdomen.

Background: Deep anesthesia and neuromuscular relaxation are needed in laparoscopic abdominal surgery to reduce possibility of postoperative complication and improve surgeon satisfaction. High dose of rocuronium and sevoflurane might be needed. This study aimed to investigate administration magnesium sulfate as adjuvant would reduce rocuronium and sevoflurane consumption in patient who went laparoscopic abdominal surgery.
Methods: This study was a double blind randomized controlled trial involving 42 patient who underwent abdominal laparoscopic surgery. Subject were blindly randomized into two groups at a 1:1 ratio. First group received magnesium sulfat as A groups (loading dose 25 mg.kg-1 over 30 minutes and followed by 10 mg.kg-1.hr-1) during surgery and second group was B group was administered the same volume of NaCl 0.9%. Sevoflurane was administered to maintain anesthesia depth within BIS range 40-60. Supplementary of rocuronium intraoperative was given if TOF Count reached ≥ 1. All group was assessed for sevoflurane and rocuronium consumption as primary outcome. Both groups mean arterial pressure, heart rate and time of extubation also assessed as secondary outcome.
Result: Consumption of sevoflurane significantly lower in magnesium group [9.57(±2,79) VS 12.35 (±4,95) ml.hr-1] with p value  = 0.031. Consumption of rocuronium is also significantly lower in A groups than in B groups [0.36(±0.09) VS 0,47(±0,16) mg.kg-1.hr-1] with p value = 0.01. There is significant mean arterial pressure differences during post-insuflation. Meanwhile there is no difference on heart rate  and time of extubation between two groups
Conclusion: Administration of magnesium sulfat as adjuvant in general anesthesia reduce sevoflurane and rocuronium consumption during laparoscopic abdominal surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuh Gusta Ady Yolanda
"Studi terbaru menunjukkan bahwa paparan anestesi sevoflurane pada 3 tahun awal kehidupan dapat mempengaruhi fungsi kognitif beberapa tahun setelah paparan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek paparan sevoflurane yang berkepanjangan dan berulang selama masa penyapihan dan apakah pemberian propolis Sulawesi; senyawa alami yang diketahui memiliki efek anti inflamasi; memiliki efek menguntungkan pada neuroinflamasi dan penanda sinaptik di area korteks prefrontal, dan selanjutnya mempengaruhi fungsi memori kerja spasial. Tikus Sprague Dawley (P21) berumur 21 hari yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kontrol, sevoflurane, dan sevoflurane+propolis. Pemaparan sevoflurane 3% selama 2 jam dilakukan sebanyak 3 kali pada P21, P23 dan P25. Pemberian propolis 200mg/kgBB diberikan secara oral sejak pertama paparan sevoflurane P21 hingga tikus didekapitasi pada P25 dan P51. Analisis kadar IL-6, TNFa, IL-10, dan PSD95 menggunakan ELISA pada P25 dan P51. Memori kerja spasial diukur menggunakan Spontaneous Y-Maze pada P51. Hasil penelitian paparan sevoflurane pada masa penyapihan tidak memberikan perubahan signifikan terhadap kadar IL6, TNF⍺, IL-10 dan PSD95 korteks prefrontal yang sejalan dengan fungsi memori kerja. Pemberian propolis juga tidak memberikan efek signifikan pada semua parameter. Sehingga disimpulkan paparan sevoflurane 3% selama 2 jam dalam masa penyapihan tidak menimbulkan kondisi neuroinflamasi yang akan mempengaruhi penanda sinaptik dan fungsi memori kerja spasial. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dosis sevoflurane yang menyebabkan efek buruk pada fungsi memori dan mengeksplorasi efek menguntungkan propolis pada kondisi ini.

Recent studies suggest that exposure to sevoflurane anesthesia in the early 3 years of life may affect cognitive function several years after the first exposure. This study aimed to explore the effects of prolonged and repeated exposure to sevoflurane during the weaning period and whether administration of Sulawesi propolis; a natural compound known to have anti-inflammatory effects; has beneficial effects on neuroinflammatory and synaptic markers in prefrontal cortex areas, and subsequently affects spatial working memory function. Experimental animals were 21-day-old Sprague Dawley rats (P21) which were divided into three groups, namely control, sevoflurane, and sevoflurane+propolis. Exposure to sevoflurane 3% for 2 hours was carried out 3 times at P21, P23 and P25. Propolis was given orally from the first exposure to sevoflurane P21 until the mice were decapitated at P25 and P51. Analysis of IL-6, TNFa, IL-10, and PSD95 levels using ELISA at P25 and P51. Spatial working memory was measured using the Spontaneous Y-Maze at P51. The results of research on sevoflurane exposure during the weaning period did not provide significant changes to the levels of IL6, TNF⍺, IL-10 and PSD95 in the prefrontal cortex which is in line with working memory function. Propolis administration also did not have a significant effect on all parameters. So it was concluded that exposure to 3% sevoflurane for 2 hours during the weaning period was not to cause a neuroinflammatory condition that would affect synaptic markers and spatial working memory function. Further research is needed to determine which doses of sevoflurane cause adverse effects on memory function and explore the beneficial effects of propolis on this condition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfathiah Safanissa
"Latar Belakang
Refleks okulokardiak (OCR) dapat menyebabkan penurunan denyut jantung signifikan dan peningkatan risiko mual muntah pascabedah. Kejadian refleks okulokardiak dilaporkan berkisar antara 14% hingga 90% yang dipengaruhi oleh agen anestesi, premedikasi, dan proses saat operasi.2 Terdapat banyak faktor yang memengaruhi kejadian refleks okulokardiak. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang memengaruhi refleks okulokardiak pada pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan rumah sakit rujukan dengan karakteristik pasien yang bervariasi
Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain potong lintang, menggunakan data pasien pembedahan mata dengan anestesi umum di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei 2023 - Februari 2024. Analisis perbedaan kelompok dengan OCR dan tanpa OCR dilakukan dengan uji Mann Whitney dan chi-square. Analisis multivariat dengan regresi logistik metode backward dilakukan pada variabel yang dianggap memiliki pengaruh yang signifikan dengan refleks okulokardiak.
Hasil
Dari 178 data pasien yang terkumpul dilakukan eksklusi sehingga terdapat 165 pasien yang dianalisis. Faktor usia anak (0-18 tahun) memiliki OR=0,143 (p=0,015), strabismus memiliki OR 14,843 (p=0,000), konsentrasi agen anestesi inhalasi (sevoflurane dan desflurane) < 1 MAC memiliki OR 5,070 (p=0,004) berpengaruh secara signifikan dengan kejadian OCR. Namun, dosis opioid tidak terbukti signifikan berpengaruh dengan kejadian OCR (p=0,840)
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara usia, jenis bedah, dan konsentrasi agen anestesi inhalasi terhadap kejadian refleks okulokardiak pada anestesi pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Introduction
The oculocardiac reflex (OCR) can cause a significant decrease in heart rate and increase the risk of postoperative nausea and vomiting. Many factors influence the occurrence of OCR. The incidence of OCR ranges from 14% to 90%, depending on the anesthetic agents, premedication, and surgical procedure. This study aims to identify the factors influencing OCR during eye surgery anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, a referral hospital with a diverse patient population.
Method
This was an analytical study with a cross-sectional design, using data from patients undergoing eye surgery under general anesthesia at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from May 2023 to February 2024. The association was analyzed using the Mann-Whitney test and chi-square test. Multivariate analysis with the backward logistic regression method was performed on variables considered to have a significant relationship with the oculocardiac reflex.
Results
178 patient records collected and 165 patients of it were analyzed after exclusions. Younger age (0-18 years) was significantly associated with OCR (OR=0.143, p=0.015), as well as strabismus surgery (OR=14.843, p=0.000) and concentration of inhalation anesthetic (sevoflurane and desflurane) ≤ 1 MAC (OR=5.070, p=0.004). However, opioid dosage did not show a significant association with OCR (p=0.840). Conclusion This study shows a significant influence between age, type of surgery, and concentration of inhalation anesthetic with the incidence of OCR in eye surgeries anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library