Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roy Amardiyanto
Abstrak :
Latar Belakang : Asfiksia neonatorum menyebabkan gangguan multiorgan, salah satunya adalah gangguan ginjal. Belum adanya kesepakatan dalam menentukan gangguan ginjal akut (acute kidney injury, AKI) pada neonatus menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis dan selanjutnya menghambat tata laksana AKI. Acute Kidney Injury Network (AKIN) merekomendasikan kriteria AKI berdasarkan peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan luaran urin. Tujuan : Mengetahui prevalens AKI dengan menggunakan kriteria AKIN pada asfiksia neonatorum, dan mengetahui perbedaan stadium AKI antara asfiksia sedang dan berat. Metode : Studi ini merupakan potong lintang analitik yang berlangsung selama Juli 2012 hingga Januari 2013. Subjek penelitian adalah semua bayi baru lahir usia gestasi >35 minggu dengan asfiksia yang lahir dan dirawat di Divisi Neonatologi RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Koja. Analisis menggunakan uji hipotesis Chi-square dengan SPSS versi 20. Hasil : Penelitian dilakukan pada 94 subjek yang terdiri atas 70 neonatus asfiksia sedang dan 24 neonatus asfiksia berat. Prevalens AKI berdasarkan kriteria AKIN pada asfiksia neonatorum adalah 63%. Prevalens bayi dengan asfiksia berat dan sedang yang mengalami AKI berturut-turut adalah 21 dari 24 subjek (88%) dan 38 subjek (54%). Prevalens bayi dengan asfiksia berat mengalami AKI stadium 3 yang terbanyak yaitu 14 dari 21 subjek (67%). Stadium AKI yang lebih berat lebih banyak dijumpai pada bayi dengan asfiksia berat dibandingkan asfiksia sedang (P<0,001). Simpulan : Prevalens AKI pada asfiksia neonatorum cukup tinggi. Makin berat derajat asfiksia neonatorum, makin berat stadium AKI. ......Background: Asphyxia neonatorum may result in multiorgan disfunction including renal disfunction. There is no consensus on the determination of acute kidney injury (AKI) in neonates making establishment of the diagnosis and its management difficult. The Acute Kidney Injury Network (AKIN) recommends AKI criteria based on increased serum creatinine level and reduced urine output. Objective: To identify the prevalence of AKI in asphyxiated neonates using the AKIN criteria and to recognize the difference of AKI stadium between moderate and severe asphyxia. Methods: The study was a cross-sectional analytical study, which was conducted between July 2012 and January 2013. The study subjects were all asphyxiated neonates with gestational age of >35 weeks who were delivered and hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital and Koja District Hospital. Analysis was performed by hypothesis Chi-square test using SPSS version 20. Results: Of 94 subjects participated in the study, there were 70 and 24 neonates with moderate and severe asphyxia, respectively. The prevalence of AKI was 63%. The prevalence of neonates with severe and moderate asphyxia who experienced AKI was 21 out of 24 subjects (88%) and 38 subjects (54%), respectively. The prevalence of AKI in neonates with severe asphyxia who had stage 3 AKI was 14 out of 21 subjects (67%). More severe AKI stage was found more common in neonates with severe asphyxia (P<0.001) Conclusions: The prevalence of AKI in neonatal asphyxia is high. The more severe stage of neonatal asphyxia, the more severe the AKI stage
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevanus Samudra
Abstrak :
ABSTRAK
Leukemia Limfoblastik Akut LLA merupakan penyakit keganasan sel darah yang ditandai dengan akumulasi sellimfoblas dan sering terjadi pada anak-anak.. Pemberian cytarabine dapat secara klinis mengeradikasi sisa-sisa selkeganasan, namun memiliki efek samping salah satunya dapat merusak jaringan ginjal. Sampai saat ini, protokolbelum memiliki pedoman tentang penyesuaian dosis rejimen cytarabine kepada berbagai kelompok usia anak.Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan nilai kreatinin darah di kelompok usia yang berbeda. Desainpenelitian adalah potong lintang dengan consecutive sampling pada 50 pasien yang sesuai dengan kriteria. Datadidapatkan dari Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM berdasarkan rekam medis yang didapatkan dariRS Ciptomangun Kusumo. Data nilai kreatinin pada kelompok usia yang berbeda memperlihatkan persebaranyang tidak normal dengan nilai median kreatinin darah 0.4mg/dL p=0.00 . Perbandingan median kedua kelompokdilakukan dengan uji Mann ndash; Whitney dan menunjukkan hasil signifikan dengan nilai median kelompok usia 1-12 tahun sebesar 0.3mg/dL dan kelompok usia 13-18 tahun sebesar 0.5mg/dL dengan selisih nilai median0.2mg/dL p=0.001 . Terjadi peningkatan nilai kreatinin lebih banyak pada subjek kelompok usia 13-18 tahun 23.5 dibandingkan dengan kelompok usia 1-12 tahun 6.1 . Perbedaan median nilai kreatinin darah antarakelompok usia 1-12 tahun dan 13-18 tahun tidak menunjukan peningkatan melebihi batas ambang, namunbermakna secara statistik.
ABSTRACT
Acute Lymphoblastic Leukemia ALL is a blood neoplastic disease which characterized by accumulation oflymphoblastic cells and occurs frequently in children. The medication protocol has many regiments withCytarabine among all of the drugs which being used for the reinduction phase therapy. It has some adverse effectslike damaging kidneys by certain mechanisms. This study aims to see the difference of the level of serum creatininein different pediatric age groups. This study is using cross sectional as the design of the study with 50 samplesaccording to the criteria using consecutive sampling technique. Datas gathered from Laboratory of ClinicalPathology Department according to medical record from Cipto Mangunkusumo National Hospital. The serumcreatinine level from both pediatric age groups shows an uneven distribution with 0.4mg dL p 0.00 as the medianof the serum creatinine level from both groups. The comparison of both median tested by Mann Whitney methodand shows a significant result with 0.3mg dL as the median of pediatric aged 1 12 group and 0.5mg dL as themedian of pediatric aged 13 18 group with 0.2mg dL as the difference between both median p 0.001 . Pediatricaged 13 18 group shows more subject with increased serum creatinine level 23.5 than the pediatric aged 1 12group 6.1 . The median difference of serum creatinine level between pediatric group aged 1 12 and 13 18 showsan increasing serum creatinine value below the cut off but statistically significant.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Raisa Noor
Abstrak :
Fibrosis merupakan ciri khas dari chronic kidney diseases (CKD) dan model unilateral uereteral obstruction (UUO) mampu merekapitulasi semua fitur penting dari respon fibrogenik. Durasi induksi selama 2 minggu merupakan durasi induksi yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian dengan model hewan UUO. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keparahan cedera ginjal seiring dengan perpanjangan durasi induksi dan untuk mengetahui efisiensi durasi induksi 2 minggu, ditinjau dari parameter uji. Parameter uji dalam penelitian ini adalah kadar serum kreatinin sebagai parameter fungsional ginjal, serta fraksi area fibrosis interstisial, skor fibrosis perivaskuler, dan ketebalan dinding arteri sebagai parameter struktural ginjal. Digunakan 18 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi ke dalam 6 kelompok penelitian (n = 3); terdiri atas 3 kelompok induksi UUO dan 3 kelompok kontrol yang dioperasi palsu (sham), yang digunakan untuk pengujian efek durasi induksi 1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu. Model UUO dibuat dengan melakukan pengikatan pada posisi proksimal dan distal ureter kiri lalu melakukan pemotongan di antara kedua situs pengikatan tersebut. Pengorbanan terhadap tikus kelompok UUO dan Sham dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, atau hari ke-21 setelah operasi, untuk selanjutnya dilakukan isolasi organ dan sampel darah yang dibutuhkan untuk analisis parameter uji. Tingkat keparahan cedera ginjal meningkat seiring dengan perpanjangan durasi induksi, dengan tingkat cedera ginjal ditemukan paling tinggi pada kelompok yang diinduksi selama 3 minggu. Induksi 2 minggu efisien apabila ditinjau dari parameter fibrosis perivaskuler dan kadar serum kreatinin. ......Fibrosis is a characteristic of chronic kidney disease (CKD) and the unilateral ureteral obstruction (UUO) model is able to recapitulate all the important features of a fibrogenic response. Two weeks induction is widely used in various studies using UUO as an animal model. This study aims to evaluate the severity of kidney injury as a result of prolongation of induction and to determine the efficiency of 2 weeks induction, judged from the test parameters. Besides from serum creatinine levels as kidney functional parameter, interstitial fibrosis area fraction, perivascular fibrosis score, and arterial wall thickness were used as kidney structural parameters. 18 Sprague-Dawley strain male rats were divided into 6 study groups (n = 3); consisted of 3 UUO-induced groups and 3 sham-operated groups as a control group. The groups were used to evaluate the effects of induction duration of 1 week, 2 weeks and 3 weeks. The UUO model was made by making a knot at the proximal and distal position of the left ureter, then cutting the ureter area between the two sites. Sacrifices of the UUO and Sham group rats were carried out on the 7th, 14th, or the 21st day after the surgery, to isolate the organ and blood sample needed for parameters analysis. The severity of kidney injury increased as a prolongation of induction duration was done, with kidney injury rates found highest in the 3 weeks-induced group. 2-weeks induction was efficient when viewed from the parameters of perivascular fibrosis and serum creatinine levels.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliana Sri Rejeki
Abstrak :
Latar belakang Sisplatin merupakan pengobatan utama untuk karsinoma nasofaring KNF , tetapi berpotensi menimbulkan nefrotoksisitas. Selain kadar BUN dan kreatinin serum, KIM-1 dan NGAL diduga cukup sensitif untuk mendeteksi nefrotoksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar KIM-1 dan NGAL dalam urin untuk mendeteksi gangguan fungsi ginjal pada pasien KNF stadium lanjut yang mendapatkan kemoterapi berbasis sisplatin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif. Subyek penelitian dibagi dalam 3 kelompok: pasien yang belum pernah terpapar dan yang sudah pernah mendapatkan kemoterapi berbasis sisplatin 75-100 mg/m serta pasien yang belum pernah mendapatkan kemoterapi sisplatin dan kemudian diberi sisplatin 40 mg/m 2 . Kadar KIM-1, NGAL dalam urin serta kadar BUN dan kreatinin dalam serum diukur pada saat sebelum dan sesudah mendapatkan sisplatin pada ketiga kelompok. Analisis statistik yang digunakan adalah uji ANOVA, uji Pearson, Spearman, Kolmogorov-Smirnov dan SPSS versi 22,0. Hasil: Terdapat perbedaan selisih kadar BUN yang bermakna antara sebelum dan sesudah diterapi pada ketiga kelompok p=0.0001 . Perbedaan selisih kadar NGAL dalam urin pada penelitian ini juga berbeda bermakna antara sebelum dan sesudah diterapi terhadap ketiga kelompok p=0,025 , tetapi ada perbedaan rerata pada sepasang kelompok yang bermakna hanya didapatkan pada kelompok yang belum pernah dikemoterapi 40 mg/m 2 dan kelompok yang sudah pernah diberi kemoterapi 75-100 mg/m 2 p=0,02. Perbedaan selisih kadar KIM-1 tidak bermakna pada ketiga kelompok p=0,275. Kesimpulan: Sisplatin menunjukkan akumulasi nefrotoksisitas yang tergantung pada dosis dose-dependent manner . Pengukuran kadar NGAL dalam urin dapat mendeteksi nefrotoksisitas tahap dini, tetapi belum bisa menggantikan peran BUN. Pengukuran kadar KIM-1 dalam urin tidak dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal. ...... Background: Cisplatin is the main treatment for nasopharyngeal carcinoma NPC with a potency of causing nephrotoxicity. In addition to serum BUN and creatinine levels, KIM 1 and NGAL levels is assumed to be quite sensitive in detecting nephrotoxicity. The study was aimed to evaluate urinary KIM 1 and NGAL level to detect kidney dysfunction in patients with advanced stage NPC who received cisplatin based chemotherapy. Method: The study was a cohort prospective study. Subjects were categorized into 3 groups, i.e. patients who had never received and who had received 75 100 mg m2 cisplatin based chemotherapy as well as those who had never received any cisplatin based chemotherapy and were subsequently received 40 mg m cisplatin. The levels of urinary KIM 1, NGAL and serum level of BUN and creatinine were measured before and after receiving cisplatin in the three groups. Statistical analysis used in our study were ANOVA, Pearson, Spearman, KolmogorovSmirnov test and SPSS version 22.0. Results: There was a significant difference of delta BUN level before and after treatment in all three groups p 0.0001 . Delta urinary NGAL level was also significantly different between before and after treatment in all groups p 0.025 however, a significant mean difference of a pair group was only found between those who never had 40 mg m 2 chemotherapy and those who had received 75 100 mg m 2 chemotherapy p 0.02 while delta KIM 1 level showed no significant difference in all three groups p 0.275. Conclusion: Cisplatin may cause accumulated nephrotoxicity, which has dosedependent manner. Measuring urinary NGAL level can detect an early stage of kidney dysfunction however, it still cannot replace the role of BUN. Measurement of urinary KIM 1 level cannot detect kidney dysfunction.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library