Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutrisno
Abstrak :
Penentuan lokasi sumber kebocoran gas ataupun masalah pelacakan dalam penyelundupan obat bius sangat penting untuk dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Hingga scat ini pelacakaan sumber gas secara elektronik masih jarang dilakukan penelitian, hal ini disebabkan belum berkembangnya sistem sensor gas. Makalah ini membahas pembuatan sistem penentuan dan pelacakan sumber gas dengan menggunakan 3 buah sensor semikonduktor model TGS-822 yang dikontrol oleh komputer dan gerakan pelacakan secara manual. Mekanisme respon dari sensor gas bahan semikonduktor ini didasarkan pada teradsorbsi oksigen yang berada pada lingkungan gas sehingga terjadi penurunan konsentrasi elektron bebas pada bahan semikonduktor dan konduktivitas sensor menjadi lebih rendah. Hal ini berkaitan langsung dengan konsentrasi gas yang terdeteksi. Sistem ini telah diuji secara elektronik dan telah digunakan dalam uji coba melacak sumber gas dari alkohol. Hasil uji coba sistem ini meliputi: kestabilan sistem sensor dalam mendeteksi gas, karakteristik sistem sensor, kalibrasi sensor, pola medan gas dalam terowongan angin, sistem pelacakan sumber gas.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Meilani Mandhalena
Abstrak :
ABSTRAK
Gas CO adalah gas yang berbahaya, tidak hanya karena bersifat racun tetapi juga dikarenakan karakteristiknya yang tidak berbau, berwana dan tidak berasa. Pendeteksian secara konvensional tidak memadai untuk diaplikasikan di industri yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan pendeteksian. Pengembangan sensor gas mengarah pada bahan metal-oksida semikonduktor seng oksida ZnO . Untuk meningkatkan performa sensor, reduksi ukuran dan proses pendopingan telah menjadi alternatif yang mumpuni. Dopan dengan sifat katalitik, yaitu serium CeO2 , dipilih dalam penelitian ini. Nanopartikel CeO2 disintesis melalui metode presipitasi dengan presipitator NH4OH. Proses optimasi ukuran nanopartikel CeO2 dilakukan dengan memvariasikan temperatur kalsinasi, yaitu 300 oC, 400 oC, 500 oC, 600 oC dan 700 oC . Karakterisasi CeO2 hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan FTIR, XRD, PSA, dan TEM. Hasil FTIR mengidentifikasikan bahwa seluruh hasil sintesis mengandung gugus CeO2. Dari hasil karakteriasi XRD dapat diketahui ukuran kristalinitas CeO2 secara berurutan dari temperatur kalsinasi terkecil, yakni 5,3 nm, 5,7 nm, 6,5 nm, 9,9 nm, dan 12,3 nm. Selanjutnya nanopartikel CeO2 dengan ukuran terkecil, yakni hasil kalsinasi dengan temperatur 300 oC, dikarakterisasi lebih lanjut dengan menggunakan PSA dan TEM untuk memastikan sebaran ukurannya. Dari hasil PSA dan TEM diperoleh ukurannya adalah 113 nm dan 4 nm. CeO2 digunakan sebagai dopan dalam pembuatan lapisan tipis dengan memvariasikan konsentrasinya, yakni 0 wt , 4 wt , dan 8 wt . Pada penelitian ini digunakan tiga jenis metode deposisi yakni ultrasonic spray pyrolysis USP , dip-coating, dan spin-coating. Proses pendeposisian lapisan tipis ZnO yang didoping CeO2 dilakukan di atas substrat kaca terlapis emas. Selanjutnya hasil deposisi akan dianalisis morfologi kristalnya dengan menggunakan SEM, komposisi dengan EDS dan performa sensor dengan rangkaian alat deteksi. Morfologi lapisan tipis hasil deposisi dengan metode ultrasonic spray pyrolysis USP dan dip-coating menghasilkan bentuk partikel bulat sementara metode spin-coating menghasilkan bentuk nanowire. Performa sensor diuji dengan mengalirkan gas CO ke ruang uji dengan konsentrasi 100 ppm. Nilai sensitivitas sensor tertinggi bernilai 41 yang diperoleh pada sensor gas lapisan tipis ZnO yang didoping 4 CeO2 hasil deposisi dengan menggunakan metode dip-coating. Waktu respon dan waktu pulih tercepat adalah 5,5 detik dan 7 detik yang diperoleh pada sensor gas lapisan tipis ZnO yang didoping 8 CeO2 hasil deposisi dengan menggunakan metode dip-coating.
ABSTRACT
Carbon monoxide is a dangerous air pollution gas, not only due to its high toxicity but also because of its chemical characteristics exposure to CO occurs without the awareness of an individual. This gas is odorless, tasteless and colorless. Conventional detection is inadequate to apply in industries that require speed and accuracy of detection. The development of gas sensors leads to a metal oxide material of zinc oxide ZnO semiconductors. To improve sensor performance, reduction of size and preparation process has become a viable alternative. Dopants with catalytic properties, ie cerium CeO2 , were selected in this study. The CeO2 nanoparticles were synthesized by precipitation methods with NH4OH precipitators. The process of optimizing the size of CeO2 nanoparticles is done by varying the calcination temperature, 300 oC, 400 oC, 500 oC, 600 oC, and 700 oC. The synthesis of CeO2 characterization was performed using FTIR, XRD, PSA, and TEM. The FTIR results identify that all synthesis products contain the CeO2 group. The XRD result shows that the crystallite size of the cerium oxide increased from 5.3 nm to 12.3 nm as the calcining temperature increased from 300 to 700 oC. Furthermore, CeO2 nanoparticles that calcined at 300 C, are further characterized by using PSA and TEM to confirm the size distribution. From the results of PSA and TEM obtained size is 113 nm and 4 nm. CeO2 was used as a dopant in the manufacture of the thin films with different CeO2 Zn ratios, various concentrations were 0 2 and 6 wt . Ultrasonic spray pyrolysis USP , dip coating, and spin coating are used as the deposition method. The thin films deposited on top of a glass substrate with gold interdigitated electrode for electrical measurements . Furthermore, the deposition results will be analyzed by using SEM, EDS and sensor performance. In order to investigate gas sensing properties, the films deposited on top of glass substrates with gold interdigitated electrodes was heated at various temperature 150 oC, 200 oC, and 250 oC in chamber gas to collect resistance data. The volume of gas CO 100 ppm to be injected was controlled by the duration. The highest sensitivity sensor value is 41 obtained in the 4 CeO2 doped ZnO by dip coating method. Response time and recovery time is 5.5 seconds and 7 seconds is obtained in ZnO layer sensor which is doped 8 CeO2 with deposition using the dip coating method.
2018
T50691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Hafidzun Alim
Abstrak :
ABSTRAK
Pengukuran kualitas udara telah menjadi instrumen yang penting sejak meningkatnya polusi udara. Metode untuk mengukur kualitas udara sebagian besar menggunakan instrumen konvensional seperti spektrometer dan kromatograf gas. Pengukuran dilakukan pada stasiun-stasiun tetap atau kendaraan pengukur kualitas udara. Metode konvensional ini memiliki kekurangan, yakni harga instrumen yang mahal dan lahan yang luas untuk mengoperasikannya. Mahalnya harga instrumen dan luasnya lahan yang dibutuhkan menyebabkan pengukuran hanya bisa dilakukan pada tempat terbatas, sehingga titik pengukuran tidak banyak. Penulis merancang metode pengukuran baru menggunakan sensor gas. Sensor gas dapat mengganti peran instrumen konvensional, sehingga menjadi sebuah alternatif. Penggunaan sensor gas untuk mengukur kualitas udara memiliki kelebihan seperti harga yang terjangkau dengan pembacaan yang kontinu. Sehingga titik pengukuran dapat tersebar luas. Sensor gas MQ-135 digunakan sebagai sensor dengan Modul WiFi ESP8266-01 sebagai pengirim data sensor ke titik akses. Arduino Uno digunakan sebagai mikrokontroler untuk memroses data yang diperoleh dari sensor. Kalibrasi, pengukuran responsivitas dan konsumsi daya dilakukan melalui metode ini. Hasil menunjukkan bahwa sensor butuh 11 menit untuk stabil, simpul sensor dapat merespon hingga 102 m, dan konsumsi daya dari 0-100 m adalah 1 W.
ABSTRACT
Air quality measurement has become an important tool since air pollution increases. Most of the method used for measurement utilizes conventional instruments such as spectrometers and gas chromatographs. Measurements takes place in fixed stations or mobile stations (which use large vehicle). Since wide spaces are occupied and instruments are expensive, it is not feasible to create a massive amount of measurement nodes and continuous measurement through this conventional method. A new method of measurement is proposed using gas sensor. Gas sensor has become an alternative for air quality measurement. Through this new method proposed, a gas sensor is used to replace the conventional instruments. Since it is small and affordable, it is possible to create multiple sensor nodes and continuous measurement. MQ-135 gas sensor is used as the sensor with WiFi Module ESP8266-01 as data transmitter. Arduino Uno works as the microcontroller to process data obtained from sensor. Callibration, responsivity of node, and power consumption are measured. Results have shown that gas sensor took 11 minutes to stabilize, sensor node is able to respond up to 102 m, and power consumption of node from 0-100 m is 1 W.
2016
S63214
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Farhan Muhammad
Abstrak :
Lahan gambut menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar diantara kebakaran biomassa lainnya. Pada tahun 1997 sendiri, +2.57 Gt spesies karbon dilepaskan ke udara karena kebakaran lahan gambut di Indonesia yang berdampak pada 100 juta orang dengan estimasi kerugian 4.5 miliar USD (Heil & Goldammer, 2001). Meski dampak negatifnya yang besar, pengukuran emisi lahan gambut masih bervariasi. Selain itu, kuantifikasi emisi di lapangan sulit dilakukan karena alat yang akurat untuk kuantifikasi tidak cocok dioperasikan di lapangan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk membentuk korelasi dan model prediksi antara kedalaman bakar dengan emission factor (EF). Kedalaman bakar rata-rata dinilai dapat mengaproksimasi volume tanah gambut yang terbakar yang berhubungan baik dengan massa yang hilang. Karena penyebut dari EF merupakan laju hilangnya massa, kedalaman bakar rata-rata memiliki hubungan dengan EF. Eksperimen kebakaran membara tanah gambut skala laboratorium pada instrumen buoyancy calorimeter, dengan integrasi alat ukur kedalaman bakar berupa sensor jarak infrared (IR) dengan akuisisi data berbasis mikrokontroler 8-bit. Sensor IR memiliki akurasi yang cukup pada rentang pengukuran sampai 80 cm dan tidak terpengaruh oleh asap dari pembakaran. Sensor diletakkan 20 cm diatas tanah gambut dan mengukur secara vertikal. Data emisi gas dan partikulat masing-masing dideteksi dengan sensor gas elektrokimia dan sensor partikulat berbasis light scattering. Konsentrasi emisi kemudian diubah menjadi EF dengan data laju aliran massa masing-masing spesies emisi dengan densitas udara sebagai fungsi temperatur dan laju kehilangan massa yang direkam melalui anemometer dan load cell. Korelasi kemudian dibentuk dengan model tiga variabel, yakni laju pertambahan kedalaman bakar (SR), kedalaman bakar (DoB) dan waktu (t), dengan EF yang telah dilinearisasi secara logaritmik. Dari model tersebut diperoleh nilai R2 sebesar 0.968 untuk model prediksi CO2, 0.965 untuk CO, dan 0.969 untuk prediksi PM2.5. Untuk meningkatkan kemampuan prediksi model, diperlukan eksperimen dengan jumlah titik ukur per unit area yang lebih besar ataupun pembentukan point cloud, serta eksperimen di kondisi kebakaran dan komposisi tanah yang berbeda-beda di riset-riset yang akan datang. ......Peatlands are one of the biggest emitters among other biomass burning cases. In 1997 alone, +2.57 Gt of carbon species was released into the air due to peatland fires in Indonesia which affected 100 million people with an estimated loss of 4.5 billion USD (Heil & Goldammer, 2001). Despite this significant negative impact, measurements of peatland emissions still vary among researchers. In addition, emission quantification in the field is difficult because accurate tools for quantification are not suitable for operation in the field. For this reason, this study aims to establish correlations and prediction models between depth of burn and emission factor (EF). The average burn depth is considered to be an approximation of the volume of burnt peat soil which correlates well with the mass loss. Since the denominator of EF is the mass loss rate, the average depth of burn has a relationship with EF. Laboratory-scale smoldering peat fire experiment is conducted on a buoyancy calorimeter, with the integration of a depth-of-burn measurement instrument in the form of an infrared (IR) proximity sensor with 8-bit microcontroller-based data acquisition. The IR sensor has sufficient accuracy over a measurement range of up to 80 cm and is not affected by smoke from the burning experiment. The sensor is placed 20 cm above the peat soil and measured vertically. Gas and particulate emission data are detected by electrochemical gas sensors and particulate sensors based on light scattering, respectively. The emission concentration is then converted to EF with data on the mass flow rate of the smoke, with density as a function of temperature, and the rate of peat mass loss recorded through the anemometer and load cell. Correlation was then formed using a three-variable model, namely the rate of increase in the depth of combustion (SR), depth of combustion (DoB) and time (t), with EF that is linearized logarithmically. From this model, the R2 value is 0.968 for the CO2 prediction model, 0.965 for the CO, and 0.969 for the PM2.5 prediction. To improve the predictive ability of the model, experiments with a larger number of measuring points per unit area or the formation of point cloud of the peat surface are needed, as well as experiments in different fire conditions and peat composition in future research.
Depok: Fakultas Teknik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library