Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Harlita Novela
"Pembuatan suatu wasiat (testament) dalam pembagian warisan seharusnya orang yang menyatakan wasiat itu (pewaris) mengemukakan secara lisan di hadapan Notaris dan dua orang saksi serta dengan persetujuan ahli waris lainnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 195 ayat (1),(2), dan (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam kasus yang diteliti, surat hibah wasiat dibuat tanpa persetujuan ahli waris dan tidak ada saksi, sehingga hakim memutuskan untuk membatalkan hibah wasiat tersebut karena cacat formil. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai 1. Penerapan hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan berdasarkan perspektif hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Indonesia, 2. Akibat hukum surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan berkaitan dengan Putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penilitian preskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hibah wasiat pada putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn dibuat tanpa adanya saksi dan tanpa persetujuan ahli waris. Berdasarkan hukum Islam hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 195 ayat (1) dan (3) KHI bahwa wasiat hendaknya dilakukan secara lisan atau tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi ataupun di hadapan Notaris, dan wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hal tersebut juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 931-932 bahwa wasiat yang dibuat dibawah tangan hanya boleh dibuat secara akta olografis (ditulis tangan sendiri) dan dengan akta rahasia (akta tertutup) dengan cara diserahkan kepada Notaris, kemudian Notaris membuatkan akta penyimpanan yang dibuat di hadapan para saksi dan ditandatangani oleh Notaris, pewaris dan para saksi. Akibat hukum surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan pada Putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA adalah tidak berlaku sah dan dinyatakan cacat formil karena surat hibah wasiat tersebut tidak memenuhi syarat-syarat formil sebagai akta wasiat dibawah tangan sebagaimana pada Pasal 195 ayat (1) dan (3) KHI.
The making of a will (testament) in the distribution of inheritance, the person who declares the will (the heir) should present it orally before a Notary and two witnesses and with the approval of other heirs. This is in accordance with the provisions of Article 195 paragraphs (1), (2), and (3) the Compilation of Islamic Law (KHI). In the case studied, the testamentary grant was made without the consent of the heirs and there were no witnesses, so the judge decided to cancel the testamentary grant due to a formal defect. The problems raised in this study are about 1. The application of wills made under the hands based on the perspective of Islamic law and the Indonesian Civil Code, 2. The legal consequences of testaments made under the hands related to PTA Decision Number 27/Pdt .G/2018/PTA.Mdn. To answer these problems, normative juridical research methods and prescriptive types of research are used. The results of this study indicate that the application of will grants in the PTA decision Number 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn was made without witnesses and without the approval of the heirs. Based on Islamic law, this is not in accordance with the provisions of Article 195 paragraphs (1) and (3) of the KHI that a will should be made orally or in writing before 2 (two) witnesses or before a notary, and a will to heirs is only valid if approved. by all heirs. Based on the Civil Code, this is also not in accordance with the provisions of Article 931-932 that a will made under the hand may only be made by olographic deed (written by own hand) and by secret deed (closed deed) by submitting it to a Notary, then The notary shall make a deed of deposit made in the presence of witnesses and signed by the notary, heirs and witnesses. The legal consequences of a testamental grant made under the hands of the PTA Decision Number 27/Pdt.G/2018/PTA are invalid and declared formally disabled because the will does not meet the formal requirements as an underhand will as in Article 195 paragraphs (1) and (3) KHI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
F. Sekar Widiarini
"Pemisahan dan pembagian harta warisan merupakan bagian penting dalam sebuah pewarisan. Seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebuah objek waris tidak haruslah berada dalam keadaan terbagi untuk para Ahli Warisnya. Hal inilah yang membuah pemisahan dan pembagian harta warisan penting, karena para Ahli Waris haruslah segera melakukan pemisahan dan pembagian harta waris tersebut ketika terbukanya pewarisan. Agar pemisahan dan pembagian harta waris tersebut memiliki sebuah kepastian, maka dibuatlah sebuah akta autentik mengenai pemisahan dan pembagian tersebut. Akta autentik ini dibuat oleh seorang Notaris yang merupakan seorang pejabat umum yang memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam memperhitungkan bagian harta waris sebagai dasar pembuatan akta pemisahan dan pembagian harta waris. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang mengkaji hukum sebagai konsep norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat serta menjadi pedoman dalam bertingkah laku masyarakat. Dalam melakukan analisis, penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan memahami kebenaran tersebut berdasarkan bahan hukum yang berkualitas. Dalam Putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 178/Pdt.G/2018/PN Yyk menyatakan bahwa Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Waris yang dibuat oleh Notaris yang tidak memperhitungkan dan mencantumkan bagian yang seharusnya didapatkan oleh seluruh Ahli Waris merupakan akta yang sah. Namun dibalik itu, salah satu Ahli Waris tidak mengetahui berapa bagian yang seharusnya ia dapatkan, sehingga mengakibatkan ia menerima harta waris jauh dibawah yang seharusnya ia dapatkan. Maka perlu sebuah perhitungan bagian yang seharusnya didapatkan seluruh Ahli Waris sebelum dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Notaris diharapkan melaksanakan seluruh tahapan sebelum maupun ketika dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk Ahli Waris dalam memberikan persetujuannya atas objek waris yang akan dipisahkan dan dibagikan.
Separation and division of inheritance is an important part in an inheritance. As stipulated in the Civil Code, an object of inheritance does not have to be in a state of division for its heirs. This is what makes the separation and distribution of inheritance important, because the heirs must immediately separate and distribute the inheritance when the inheritance is opened. In order for the separation and distribution of the inheritance to have a certainty, an authentic deed is made regarding the separation and distribution. This authentic deed is made by a Notary who is a public official who has the authority to make an authentic deed and other authorities regulated in the Notary Position Act. The problem raised in this study is the role and responsibility of the Notary in calculating the share of inheritance as the basis for making the deed of separation and distribution of inheritance. In answering these problems, a normative juridical legal research method is used which examines law as a concept of norms or rules that apply in society and becomes a guide in people's behavior. In conducting the analysis, this study uses qualitative analysis methods aimed at revealing the truth and understanding the truth based on quality legal materials. In the Decision of the Panel of Judges at the Yogyakarta District Court Number 178/Pdt.G/2018/PN Yyk, it is stated that the Deed of Separation and Distribution of Inheritance made by a Notary that does not take into account and include the portion that should be obtained by all the Heirs is a valid deed. But behind that, one of the heirs did not know how much part he should get, thus causing him to receive an inheritance far below what he should get. So it is necessary to calculate the share that should be obtained by all the heirs before the separation and distribution of inheritance is carried out. Notaries are expected to carry out all stages before and during the separation and distribution of inheritance. This can be a consideration for the heirs in giving their approval for the object of inheritance to be separated and distributed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library