Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendrajid Putut Widagdo
Abstrak :
Permasalahan Narkoba dan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) menjadi epidemi ganda yang menuntut ditangani oleh pemerintah, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Munculnya paradigma yang berbeda antara Pemerintah dan Yayasan Pelita Ilmu Kampung Bali (YPI Kambal) menyebabkan masalah Narkoba dan HIV/AIDS itu tidak tertangani dengan baik. Penelitian ini mengajukan Rumusan Permasalahan : (1) Apa perbedaan paradigma implementasi pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS yang dilakukan pemerintah dan YPI Kambal?; (2) Mengapa YPI Kambal tetap dapat eksis walaupun berbeda paradigma implementasi pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan kebijakan pemerintah?; dan (3) Apa langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah dalam mengkoordinasikan implementasi kebijakan pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan YPI Kambal? Penelitian ini menggunakan prosedur deskriptif analitis atau eksplanatoris yang dilakukan selama hampir empat bulan. Teori yang membimbing penulis adalah teori Paradigma, teori Implementasi, konsep Lembaga Swadaya Masyarakat, Pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS, Narkoba, Heroin/Putaw, HIV/AIDS. Dari hasil penelitian ini diketahui : (1) Pemerintah menggunakan pendekatan hukum dan kesehatan, dengan Model Mekanisme Paksa, didukung dana APBN dan APBD dan bersikap hati-hati menerapkan program Pertukaran Jarum Suntik Steril (PJSS). Sedang YPI Kambal menggunakan Pendekatan Sosial Kemasyarakatan, dengan model Mekanisme Pasar, dana swadaya dan donasi negara donor dan tidak masalah menerapkan PJSS. (2) Faktor-faktor yang menyebabkan YPI Kambal tetap dapat eksis, yaitu : (a) membuka diri, (b) dalam berorganisasi membuka diri dengan manajemen terbuka kepada anggotanya. (c) Perkembangan anggota yang meningkat; (d) Perkembangan wilayah binaan yang semakin meluas. (e) Adanya lembaga atau instansi yang mengadopsi konsep YPI Kambal. (3) Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah dalam mengkoordinasikan implementasi kebijakan pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan YPI kambal, antara lain : (a) Dengan melakukan Kunjungan ke Kampung Bali; (b) Mengundang Partisipasi YPI Kambal dalam Kegiatan Pemerintah; (c) Memberikan bantuan berupa obat-obatan, ambulan dan petugas Medis; (d) Melakukan Implementasi Pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS secara bersama.
Problems of Drug abuse and of Human Immunodeficiency Virus/Immunodeficiency Syndrome acquired (HIV/AIDS) become double epidemic which claim to be handled by government are National Narcotic Board (BNN) and Commission of Struggle AIDS (KPA) different Appearance Paradigm between Government and Institution of Yayasan Pelita Ilmu Kampung Bali (YPI Kambal) causing the problem of Drugs and HIV/AIDS do not handle better. This research raise formula problems : (1) What difference of preventive implementation paradigm the problem of Drugs and HIV/ AIDS between government and YPI Kambal?; (2) Why YPI Kambal remain to earn exist although differ preventive implementation paradigm of Drugs and HIV/ AIDS with policy of government?; and (3) What done stages and steps is Government in coordinated preventive policy implementation of Drugs and HIV/AIDS with YPI Kambal? This research use analytical descriptive procedure or conducted explanatory during almost four months. Theory guiding writer [is] Paradigm theory, Implementation theory, theory Model Implementation, preventive of Drugs and HIV/ AIDS. From this research result is known : (1) Government use the approach punish and health, with the Mechanism Model Force, supported by fund of State budget and District budget and behave to beware of to apply the Needle Exchange Program (NEP). Medium of YPI Kambal use the Community Base, with the model of Market Mechanism, self-supporting fund and donation of donor state and problem not apply the NEP. ( 2) Factors causing YPI Kambal remain to earn the eksis, that is : (a) expose oneself, (b) in have organization to expose oneself with the management opened to its member; (c) member Growth mounting; (d) regional Growth of area program which progressively extend; (e) the Existence of institute or institution adopting concept of YPI Kambal. (3) Stages; Steps conducted by Government in coordinated the implementation of policy of prevention of Drugs and HIV/AIDS by YPI Kambal, for example : ( a) Visiting to Kampung Bali; ( b) Invite The Participation of YPI Kambal in Governmental Activity; (c) Give the aid in the form of medicine, Medical worker and; ( d) Conduct The Preventive Implementation of Drugs and HIV/AIDS together.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25487
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Engel Limenta
Abstrak :

ABSTRAK
Food security has been an issue of endless discussions given its sensitive nature of being associated with the wellbeing of individuals. Pursuant to Article 33 of the Indonesian Constitution, the Indonesian Government, in principle, have the legal capacity to utilize to the greatest extent the nations natural resources for the sake of the welfare of Indonesian citizens through regulating and issuing relevant policies. As regards food security, Indonesian policies, in general, have been more focused on programs that aim to promote self-sufficiency in food production in order to achieve food security, as stated in Law No. 18 of 2012 regarding Food. The Law provides that importing food products can only be conducted if production by local producers is insufficient for the consumption needs of Indonesian citizens. Thus, this article will discuss further the national and international implications as a result of the governments continuous perception that food security problems can be resolved with self-sufficiency in food production. The question is whether this policy has managed to reach its intended goal, namely ensuring Indonesian citizens the availability and access to nutritious food? Finally, this article will offer two solutions that are deemed to be more effective and efficient than the notion of food self-sufficiency in achieving the food security policy objective.
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2017
340 UI-ILR 7:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sutarsa
Abstrak :
Dalam era otonomi daerah Rumah sakit umum daerah tidak lagi dipandang sebagai suatu lembaga sosial yang mengadakan sumber dana dari pemerintah daerah, tetapi dipandang sebagai lembaga sosial ekonomi yaitu lembaga sosial yang dikelola dengan prinsip ekonomi, dengan tuntutan pelayanan yang semakin berkualitas tanpa melupakan kepada masyarakat miskin. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang ditetapkan menjadi unit swadana daerah tahun 1995, maka dituntut untuk dapat membiayai kegiatan operasional, meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan manajemen keuangan secara profesional. Telah dilakukan penelitian dengan mengadakan kajian mengenai kinerja Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang pra dan eraswadana. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui kinerja bagian keuangan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi penyusunan anggaran, perbendaharaan, sistem akuntansi dan laporan keuangan, selain itu dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bagian keuangan. Dari hasil kajian ini ternyata kinerja Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang tidak ada perbedaan yang mendasar antara pra dan eraswadana hal ini dilihat dari : a. Sistem penganggaran belum berpedoman kepada metode Planning Programing and Budgeting System (PPBS), karena masih adanya kendala-kendala antara lain : - Kurangnya pengetahuan perencanaan di instalasi, - Kurangnya kepedulian dan rasa memilikiterhadap rumah sakit, - Tidak adanya sistem yang baku dalam penyusunan anggaran. b. Perbendaharaan, pada eraswadana adanya suatu perubahan dimana rumah sakit tidak harus menyetorkan pendapatannya ke kas daerah dan dapat dipergunakan secara langsung untuk membiayai kegiatan operasionalnya, akan tetapi dalam pengelolaan keuangan rumah sakit belum adanya transparansi dan masih lemahnya sistem pengawasan internal, karena tidak berjalannya SPI (Satuan Pengawas intern). c. Sistem akuntansi masih cash basis, karena masih adanya kendala-kendala antara lain : - Tidak adanya umpan balik dari unit kerja / instalasi tentang pemakaian obat-obatan dan lain-lain. - Kurangnya koordinasi dengan unit kerja / instalasi. - Belum dihitungnya aset-aset rumah sakit. - Kurangnya komitmen di tingkat manajer. d. Laporan keuangan belum adanya neraca keuangan, rugi laba, arus kas dan analisis rasio keuangan. Hal ini disebabkan sistem akuntansi masih cash basis. Sebagaimana sasaran yang harus dicapai rumah sakit sebagai unit swadana daerah. Tidak adanya perubahan kinerja tersebut hal ini disebabkan lemahnya faktor-faktor yang mempengaruhi/pendukung kinerja Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, antara lain : a. Faktor organisasi yaitu masih rendahnya kualitas pegawai, sarana dan prasarana yang kurang, gaji/insentif yang masih rendah, metode kerja belum sepenuhnya berpedoman kepada prosedur, kurangnya pelatihan dan pengembangan pegawai serta kurangnya komitmen pimpinan di tingkat manajer. b. Faktor penilaian kinerja pegawai yaitu masih rendahnya disiplin pegawai, kemampuan kepemimpinan dan kemampuan kerja lama.
Working Performance research on the Finance Department, Tangerang Regency Public Hospital Pre and Post Self-Supporting FundsIn the era of local autonomy, hospital is no longer considered as a socio-structural organization which provides funds from the local government but also as socio-economic organization with demand on the better quality care without neglecting poor community. Tangerang Regency Public Hospital which is formed as the unit of self-supporting funds since 1996 is expected to finance its own operational activities, to enhance its quality and to carry out management finance professionally. It has been studied on the subject of the performance of the Finance Department Tangerang Regency Public Hospital in term of pre and post self supporting funds system. The aim of this paper is to know more about the work performance of the department regarded the primary job description which includes budgeting, treasury, accounting system and finance report, aside from observing the factors which affect the performance of the department. The research shows that there is no significant difference between pre and post self supporting funds system applied in the Finance Department, Tangerang Regency Public Hospital based on the following items: a. The Planning Programming and Budgeting System (PPBS) has not been used as the guidance of budgeting system due to the following reasons: - Lack of planning skills in the department - Lack of caring and belonging to the hospital - No basic system in budgeting b. Treasury, post self supporting funds system allows a variation where the hospital does not have to turn over its income to the local cash and can be directly utilized to support its operational activities, however in managing the cash flow of the hospital there is no transparency and is found weaknesses in internal surveillance system, and this is because the ineffectiveness of the SPI (Internal Surveillance Unit). c. Cash Basis Accounting System is still applied, due to the following constraints: - No feed back from the pharmacy department regarding the use of the drugs, etc. - No coordination from other departments - No data concerning the whole assets of the hospital - Lack of commitment in the managerial level d. Finance Report. There is no balance sheet, loss and profit, cash flow, and finance ratio analysis. This happens due to the fact the accounting system applied is still cash basis. As stated in the objectives that should be realized by the self supporting funds hospital. The fact that there is no significant change of work performance with the result of factors affecting the weak performance of the Finance Department Tangerang Regency Public Hospital can be summarized as follows: a. Organizational factor that is the insufficient number of qualified human resources, lack of infrastructure, minimum payment/ incentive, inconsistency of the method used the procedure, lack of training and employment development as well as lack of commitment in the managerial level. b. Work Assessment factor that is low of discipline from the workers, lack of leaderships skill and team work. In order to achieve the goal of self supporting funds system in Tangerang Regency Public Hospital suggestion has been addressed to the hospital.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa kemiskinan tidak akan teratasi tanpa mengedepankan peranan masyarakat sebagai agen perubahan. Peranan ini ditandai dengan seberapa besar kelompok/organisasi swadaya melakukan kinerja. Dengan menguatnya paradigma pembangunan sosial yang berorientasi pada `community based activity', maka kinerja kelompok/organisasi swadaya menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sementara itu, kegagalan Proyek Bantuan Kesejahteraan Sosial adalah ketidakmampuannya mewujudkan target yang ingin dicapai, yaitu sebesar 50% pada akhir pelita VII ternyata hanya sekitar 3 % yang menunjukkan keberhasilannya. Penelitian ini berusaha menelusuri sasaran yang dianggap berhasil. Dengan mempergunakan pemikiran dari Schler dan R. Batten sebagai piranti analisisnya, permasalahan yang diungkap adalah (1) kinerja Proyek Bantuan Kesejahteraan Sosial (2) pengaruh Proyek terhadap kinerja Kelompok usaha bersama (3) kinerja Kelompok Usaha Bersama dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat (4) intervensi yang dilakukan dan hasilnya. Jenis Penelitian adalah deskirptif dengan -pendekatan kualitatif dan anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Desa Wonorejo sebagai sasaran. Dari penelitian terungkap, bahwa Proyek Bantuan Kesejahteraan sosial tidak `sustainable'. Pendekatan yang digunakan lebih direktif, Strateginya adalah membangun kelompok usaha bersama sebagai sarana keswadayaan. Peranan petugas sangat dominan. Sementara masyarakat kurang memperoleh kesempatan untuk melakukan pilihan dalam pemecahan masalah, karena merupakan `paket', Keberadaan Kelompok Usaha Bersama dikatakan efektif jika diukur dari daya tahan (survival), walaupun tingkat perkembangannya berbeda. Indikator keberhasilan proyek baru mencapai 25%. Faktor keberhasilan (a) pengetahuan dan komitmen (b) Peranan ketua (b) fasilitas (c) reward (d) Peranan Pendamping dan campur tangan Kepala Desa. Kelompok yang memiliki `otonomi' justru menunjukkan perkembangan lebih lamban. Temuan lainnya adanya persaingan yang tidak sehat' antar KUB yang secara potensial menimbulkan konflik. Intervensi lanjutan ternyata mampu memperbaiki kondisi tersebut dengan menghasilkan insitutusi baru yang berperan sebagai 'social safety net'. Kekhasan Pengembangan keswadayaan masyarakat (a) diawali intervensi pihak luar. (b) terbentuknya institusi sosial baru (c) keanggotaan kelompok swadaya yang bersifat heterogen dan didukung oleh kekuatan lain menyebabkan tetap survival (d) penerapan pengembangan masyarakat secara sustainable telah mempercepat proses keswadayaan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ondowafo, David
Abstrak :
Untuk memperoleh gelar Magister Sosial pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia FISP-UI, penulis melakukan penelitian dengan judul tersebut di atas, dan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan membahas Peran Badan Keswadayaan Masyarakat dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, studi kepustakaan dan wawancara tidak berstruktur. Pemilihan informan ini menggunakan snow ball technique. Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut Peranan manajerial Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai fasilitator dan pendamping dalam proses penyusunan proposal peminjaman modal usaha dan penyaluran pinjaman modal usaha, dan jugs berperan sebagai motivator dan pemandu dalam proses pengembalian pinjaman modal usaha tersebut. Peran manajerial yang demikian itu merupakan penjabaran peran pokok BKM sebagaimana yang diatur dalam Manual P2KP, yakni menilai dan memberikan persetujuan, serta mengkoordinasikan rencana-rencana kegiatan KSM, baik yang berupa kelompok-kelompok usaha bersama (kube), maupun kelompok pengelola pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan. BKM mempunyai tanggung jawab untuk merealisasikan pengelolaan dana modal bergulir di masyarakat wilayah penerima bantuan. Kelemahan peran manajerial BKM ini adalah bahwa BKM kurang pandai dalam membantu KSM-menyusun perencanaan dan penentuan tujuan peminjaman modal; mengkaji dan menyetujui permintaan pencairan dana bantuan; dan mengembangkan manajemen sumberdaya, terutama sumber daya KSM. Peran teknis Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai pemantau kegiatan usaha KSM. Hal ini sejalan dengan ketentuan bahwa BKM berhak membahas, menyusun prioritas pendanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan KSM berikut perguliran dananya. Kelemahan peran teknis BKM ini adalah bahwa BKM kurang mampu dalam melakukan koordinasi yang diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan KSM; melakukan pemantauan kegiatan KSM; serta membantu menyusun dan menetapkan kegiatan KSM yang diprioritaskan. Peran sosiabilitas Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai motivator, fasilitator dan koordinator kegiatan usaha KSM. Kelemahan peran sosiabilitas BKM ini adalah bahwa BKM kurang mampu membantu KSM dengan kegiatan-kegiatan manajemen konflik, manajemen sumber daya, koordinasi dan pemantauan kegiatan KSM untuk mensosialisasikan kebijakan P2KP; penyediaan kotak saran dan menindaklanjuti setiap saran dan keluhan yang dimasukkan kedalam kotak saran sebagai media komunikasi dan motivasi. Faktor pendukung peran BKM sebagai organisasi pendamping dalam pelaksanaan kegiatan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal adalah kemampuan dan pengalaman berorganisasi para pengurus BKM, insentif untuk para pengurus BKM yang dapat digunakan untuk memperlancar aktivitas administrasi BKM kebijakan P2KP yang menyatakan BKM berhak membahas, menyusun prioritas pendanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan KSM berikut perguliran dananya, dan pengakuan terhadap eksistensi BKM, karena BKM dibentuk dari unsur-unsur lembaga swadaya masyarakat setempat. Faktor penghambat peran BKM sebagai organisasi pendamping dalam pelaksanaan kegiatan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal adalah keterbatasan sumber daya manusia di kalangan anggota-anggota KSM, mentalitas KSM dan tradisi lokal yang kurang mendukung rasionalisasi, praduktivitas dan efisiensi peminjaman modal bergulir dari P2KP, keterbatasan alokasi dana taktis operasional yang diperlukan untuk memperlancar dan memperluas aktivitas BKM, dan keterbatasan waktu di kalangan pengurus BKM, karena para pengurus BKM mempunyai pekerjaan pokok, dan eksistensinya sebagai pengurus BKM masih dipandang sebagai partisipasi sosial.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library