Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yurnadi
Abstrak :
Telah dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap konsentrasi spermatozoa dan keadaan sel-sel spermatogenik testis mencit albino (Mus musculus L.) Strain Swiss Webster BPMSOH. Pemajanan dilakukan pada dosis 6 kV dan 7 kV selama 4 jam/hari dengan lama pemajanan selama 54 hari atau sampai pada satu generasi (F1). Berdasarkan penelitian Soeradi (2), pemajanan medan elektrostatik yang dimulai dari dosis 6 kV dan 7 kV selama 1 jam/hari secara langsung terhadap testis tikus menimbulkan kerusakan pads sel epitel seminiferus, maka perlakuan yang diberikan pads penelitian ini dimulai dari dosis 6 kV ke atas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 macam dosis perlakuan, yaitu : Kontrol (0 kV), tegangan 6 kV (P I), tegangan 7 kV (P II) yang diberikan selama 4 jam/hari hingga melahirkan keturunan pertama (FA), pemajanan dilakukan secara rutin setiap hari secara tegak lurus yang akan mengenai seluruh tubuh mencit. Sebaliknya untuk mencit kelompok kontrol (0 kV) hanya dikandangkan saja, dikawinkan sampai melahirkan keturunan yang pertama (F7). Setelah mencit dewasa dilakukan pengamatan terhadap mencit F dengan parameter sebagai berikut :
1. Konsentrasi spermatozoa vas deferen
2. Diameter tubules seminiferus
3. Jumlah sel spermatogonium A
4. Jumlah sel spermatosit primer pre-leptoten
5. Jumlah sel spermatosit primer pakhiten
6. Jumlah sel spermatid Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi konsentrasi spermatozoa vas deferen.
2. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi diameter tubulus seminiferus.
3. Pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak mempengaruhi keadaan sel-sel spermatogenik seperti jumlah sel spermatogonium A, sel spermatosit primer per-leptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Asma`ul Husna
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Laki-laki menyumbang sekitar 40% kasus untuk infertilitas. Salah satu penyebab infertilitas yakni kasus azoospermia. Pada beberapa kasus azoospemia yang ditangani melalui teknologi reproduksi berbantu dengan kegagalan perolehan sperma dari testicular sperm extraction (TESE), maka Spermatogonial Stem Cells (SSCs) dapat menjadi salah satu alternatif terapi. SSCs dapat diperoleh dari isolasi dan kultur sel spermatogenik. Sejak abad ke 19, berbagai metode isolasi dan kultur sel spermatogenik mulai dikembangkan. Akan tetapi berbagai metode ini belum ada yang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik kultur untuk mengoptimalisasi proses ekspansi sel spermatogenik, dari segi faktor apoptosis.

Metode: Pada penelitian ini dilakukan pemberian suplemen kultur berbeda pada medium kultur yakni FBS 10%, PRP 10%, dan PRP 10% ditambah faktor pertumbuhan (GDNF, bFGF, EGF) untuk proses kultur. Hasil kultur dilakukan identifikasi marka permukaan CD90 dan GFRA1 menggunkan flowsitometri dan dilakukan uji apoptosis. Fenomena apoptosis yang muncul diamati berdasar adanya fragmentasi pada DNA dengan metode TUNEL serta adanya peran eksekutor apoptosis yakni kaspase-3 yang teramati pada pengujian imunositokimia.

Hasil Penelitian: Hasil analisis marka permukaan CD90 dan GFRA1 memiliki nilai berbeda- beda pada pemberian medium yang berbeda. Pertumbuhan sel kultur lebih baik dengan indeks apoptosis yang lebih rendah pada medium dengan pemberian PRP dan PRP ditambah faktor pertumbuhan (FBS= 25.01%, PRP = 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Nilai ekspresi kaspase-3 pada sel yang diberi suplemen FBS sekitar 21%, PRP 13% dan PRP + GF 7%.

Kesimpulan: PRP lebih baik dibandingkan dengan FBS sebagai medium kultur sel spermatogenik, dari segi apoptosis.
ABSTRACT
Background: Males contribute to 40% of the infertility cases over the universe. One of the causes of men infertility is azoospermia. In some cases of azoospemia which are handled through assisted reproductive technology with the failure of sperm retrieval from testicular sperm extraction (TESE), the Spermatogonial Stem Cells (SSCs) could be an alternative therapy. SSCs can be obtained from isolation and culture of spermatogenic cells. Since the 19th century, various methods of isolation and spermatogenic cell culture began to be developed. However, there are not optimal condition of this yet. Therefore, we need to optimize the spermatogenic cell expansion method, particularly in apoptotic factor.

Method: In this study, the culture system were administrated by the supplementation with 10% FBS, 10% PRP, and 10% PRP plus growth factors (GDNF, bFGF, FGF). Spermatogenic cells were identified the surface markers CD90 and GFRA1 using flowsitometry and apoptosis tests were performed. The apoptotic phenomenon was observed based on the presence of DNA fragmentation by the TUNEL method and the caspase-3 expression by immunocytochemical.

Result: The result of surface marker had different value. The results showed better that cell culture growth and lower apoptotic index in the medium with PRP and PRP+ GF (FBS= 25.01%, PRP= 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Immuno-expression of caspase-3 in cells cultured with FBS 21%, PRP 13%, dan PRP+ GF 7 %.

Conclusion: PRP was better than FBS as the spermatogenic cell culture medium based on apoptotic phenomenon.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library