Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Suryagung Sudibyo Putro
"Minyak bumi merupakan sumber daya alam terpenting di Hindia Belanda. Terutama setelah adanya laporan Dienst van den Mijnbouw akan banyaknya cadangan minyak bumi di Hindia Belanda. Sejak itu orang berlomba-lomba untuk rnengeksploitasi minyak bumi. Walaupun sebelumnya minyak bumi telah digunakan oleh bangsa Aceh untuk melawan Portugis. Untuk menangani minyak bumi tersebut bermunculan perusahaan-perusahaan minyak, seperti KNMEPBNI, MMBE, NIHM, DPM dan sebagainya. Pada tahun 1907, dua buah perusahaan besar di Hindia Belanda, yaitu KNMEPBNI dan Shell mengadakan amalgamasi dan lahirlah Bataafsche Petroleum Maatschappij atau BPM Perusahaan ini kemudian langsung menjadi besar, karena didukung oleh perusahaan minyak yang sudah mapan. Hal tersebut diikuti pula dengan berdirinya perusahaan minyak asing, yaitu NKPM milik Standard Oil of New Jersey. Untuk mempertahankan eksistensinya, BPM segera melakukan ekspansi-ekspansi, antara lain dengan member DPM, Seram Oil Syndicate. Selain itu juga melakukan kerjasama dengan perusahaan lain, yaitu MMBE (perusahaaa Belanda), Caltex dan Stanvac (perusahaan non Belanda) dan NIAM (pemerintah). Namun keberhasilan BPM tersebut tidak terlepas dari pemerintah, seperti keluarnya UU Pertambangan yang menguntungkan pengusaha Belanda, adanya keberanian melakukan terobosan teknologi terbaru, seperti Trumble dan Edeleanm, perusahaan induk yang mapan dan jaringannya yang luas, sehingga ketika kekurangan minyak mentah, maka BPM langsung mendapatkan dari Auglo Saxon Group. Hal-hal inilah yang menjadikan BPM rnencapai puncaknya menjadi pemimpin tiga besar perusahan minyak di Hindia Belanda dan lima besar di dunia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Tirza Aprilia
"Pasca depresi ekonomi tahun 1930, Jawa Timur bereskalasi membangun industri kreteknya sendiri dengan Sampoerna milik Liem Seeng Tee sebagai salah satu perusahaan yang patut diperhitungkan. Sempat beberapa tahun terseok karena tak ada penerus, Aga Sampoerna dan keturunannya berusaha membangun kembali perusahaan Hanjaya Mandala Sampoerna. Modernisasi perusahaan secara besar-besarandilakukan pada masa kepemimpinan Putera Sampoerna, yang kemudian mencuri perhatian Philip Morris International. Penelitian inimengkaji transformasi Hanjaya Mandala Sampoerna di bawah kepemimpinan Putera hingga kesepakatan akuisisi PT HM SampoernaTbk oleh Philip Morris pada tahun 2005. Penelitian ini menganalisis kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi. Hasilnya menunjukkan bahwa akuisisi Philip Morris tidak berpengaruh buruk bagi perusahaan dan keluarga Sampoerna. Akuisisi oleh Philip Morris menjadi babak baru dalam bisnis keluarga Sampoerna yang tak lagi berkutat dalam industri tembakau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Di kala penelitian lain lebih banyak membahas periklanan, hukum, danmanajemen perusahaan, penelitian ini menggunakan arsip kolonial dan berita sezaman untuk merangkai sejarah PT Hanjaya MandalaSampoerna Tbk, khususnya mengenai modernisasi yang dilakukan pada kepemimpinan Putera Sampoerna serta langkah ekspansimultiusaha yang diambil pasca akuisisi.

After the Great Depression in the 1930s, East Java escalated to build its kretek industry with Liem Seeng Tee's Sampoerna as one of the companies to be reckoned with. For several years with no heir, Aga Sampoerna and his descendants decided to reassemble the HanjayaMandala Sampoerna company. The company's modernization was carried out on a large scale during the leadership of Putera Sampoerna, which later caught the notice of Philip Morris International. This study analyzes the change of Hanjaya Mandala Sampoerna under the leadership of Putera until the acquisition agreement of PT HM Sampoerna Tbk by Philip Morris in 2005. This study analyzes the company's performance before and after the acquisition. The results show that the acquisition of Philip Morris does not harm the companyand the Sampoerna family. The acquisition by Philip Morris marks a new chapter in the Sampoerna family business which no longer concerned with the tobacco industry. This study uses a qualitative descriptive method with data collection techniques literature study. While other studies focus more on advertising, law, and corporate management, this research uses colonial archives and contemporary news to compile the history of PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, primarily concerning the modernization carried out on Putera Sampoerna's leadership and the multi-business expansion steps taken after the acquisition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Dimas Putra
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana sejarah awal perusahaan Sida Mukti yang telah berdiri sejak tahun 1933 di Yogyakarta, lalu bagaimana sang pemilik perusahaan menjalankan usaha home industry nya, seperti apa sistem produksi dan pemasaran produknya kala itu. Dibahas pula perkembangan usahanya ketika pindah ke Jakarta lalu terkena relokasi untuk akhirnya mendirikan pabrik di Pekalongan. Pemilik perusahaan kemudian melakukan perubahan sistem produksi. Dalam setiap usaha pasti menemukan suatu kendala yang dapat menghambat usaha tersebut, begitu juga usaha batik Sida Mukti, faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi usaha ini juga menjadi pembahasan dalam skripsi. Selain itu, skripsi ini juga membahas bagaimana upaya atau inovasi yang dilakukan pemilik perusahaan dalam mengembangkan usahanya, dalam hal ini Sida Mukti membuat produk house hold agar tetap dapat eksis di tengah ketatnya persaingan antar produsen batik.

This thesis discussed about the beginning history of Sida Mukti that already existed since 1933 in Yogyakarta, then how the owner could have run her home industry business, how was the system of production and sold the product at that time. Also discussed about the development of her business when it moved to Jakarta and had to move/relocated because of the rule from Jakarta’s government then finally built her own factory in Pekalongan. Then the owner did a change in the system of production. In every business there must be some obstacles that could obstruct that business, same as Sida Mukti, the factors that could obstruct the business also mentioned in this thesis. Beside that, this thesis also discussed about how the owner could extend her businesses by making house hold product in order to existed in the middle of the competition among batik producer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library