Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Susanti
"Modernisasi sukar diartikan secara khusus, karena masing-masing lembaga yang berkembang menurut sejarah di_sesuaikan dengan fungsi-fungsi untuk peningkatannya. Jadi masing-masing ahli dalam bidangnya cenderung mengartikan modernisasi sesuai dengan bidang penelitiannya.Misalnya ahli politik dapat memberikan arti moder_nisasi dilihat dari perubahan sewaktu sistem-sistem kewi_bawaan suku dan desa,yang tradisionil digantikan dengan sistem-sistem penilihan umum kepartaian, perwakilan dan birokrasi pegawai negeri. Ahli pendidikan dapat memberi_kan arti modernisasi dilihat sewaktu ketrampilan untuk membawa hasil-hasil ekonomi. Ahli dalam bidang religi da_pat memberikan arti modernisasi dilihat sewaktu sistem_-sistem kepercayaan sekunder mulai menggantikan agama-aga_ma tradisionilitis. Dan banyak lagi ahii-ahli yang berpen_dapat sesuai dengan penelitiannya..."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S13538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Coutrier, Imelda E.V.
"Skripsi ini berjudul Terakoya Wadah Pendidikan Masyarakat Biasa pada Jaman Tokugawa. Pemilihan tema ini dilatarbelakangi alasan bahwa pendidikan Jepang sebenarnya telah dimulai dalam waktu yang lama dan pada jaman Tokugawa pendidikan sangat berkembang ditandai banyaknya jumlah sekolah dari berbagai jenis. Selain itu pada jaman Tokugawa angka buta huruf sangat rendah. Masalahnya sekarang bagaimana sebenarnya bentuk dan pelaksanaan Terakoya pada masa Tokugawa. Dalam penguraian Skripsi ini pertama kali dikemukakan latar belakang masyarakat Jepang yang ditinjau dari sudut sosial, budaya, politik, ekonomi dan kesusastraan yang sedikit banyak berpengaruh pada pendidikan Jepang. Hal yang terutama dalam latar belakang ini adalah pembagian kelas masyarakat Shinokosho yaitu samurai, petani, tukang dan pedagang. Pendidikan pada masa Tokugawa berdasarkan kepada pembagian kelas masyarakat tersebut. Sekolah untuk kaum samurai terdiri dari : Sekolah Bakufu, Hanko dan Shijuku sedangkan sekolah untuk kaum non samurai yaitu kelas petani, tukang dan pedagang terdiri dari : Terakoya dan Gogaku. Pada mulanya Terakoya berkembang pada jaman Muromachi (abad 15) dan dilaksanakan di kuil Buddha. Akan tetapi pada perkembangannya Terakoya tidak lagi dilaksanakan di kuil Buddha tetapi di rumah-rumah penduduk dan isi pelajarannya juga tidak ada hubungannya dengan agama Buddha. Terakoya merupakan wadah pendidikan yang mengajarkan pendidikan dasar yaitu menulis, membaca dan berhitung yang diperuntukkan bagi masyarakat biasa. Terakoya menyebar dengan pesat sampai ke`kota-kota kecil diseluruh Jepang. Akan tetapi perkembangan Terakoya yang tepat tidak dapat dibuat karena data-data yang ditemukan diragukan kebenarannya. Tetapi perkiraan yang paling mendekati ialah 40% laki-laki dan 10% perempuan sudah bersekolah. Guru-guru Terakoya mengajar dirumahnya sendiri dengan maksud sukarela untuk mengembangkan pengetahuan, sebagai sambilan, atau sebagai mata pencaharian utama. Sebenarnya guru tersebut sudah mempunyai status sebagai samurai, pendeta Buddha dan Sinto. dokter atau masyarakat biasa. Rata-rata satu Terakoya mempunyai murid sebanyak 30 orang. Tidak ada penetapan besarnya uang sekolah yang harus dibayarkan orang tua kepada guru. Hubungan guru dan orang tua lebih dari sekedar hubungan ekonomi. Uang, hadiah dan pembedaan jasa diberikan orang tua sesuai kemampuan orang tua. Murid-murid belajar menggunakan rumah guru dan tidak ada pembedaan antara murid perempuan dan laki-laki. Murid-murid diajarkan latihan menulis sederhana, membaca dan berhitung serta ajaran moral dan disiplin. Latihan membaca dan menulis memakai buku teks yang di sebut Oraimono. Banyak Oraimono yang ditemukan pada jaman ini, tetapi dilihat dari isinya Oraimono juga mencerminkan keadaan masyarakat pada jaman itu yang terbagi berdasarkan kelas sosial. Pendidikan dalam Terakoya yang menyebar ke seluruh negeri dalam jumlah besar mempunyai peranan yang besar dalam perkembangan Jepang sehingga Jepang dapat berkembang seperti sekarang ini. Meskipun banyak juga wadah pendidikan lain, tanpa Terakoya belum tentu rakyat Jepang dapat menyerap pengetahuan dari luar negeri yang digalakkan pada waktu Restorasi Meiji untuk mencapai modernisasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S13574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Ediana Yusuf
"ABSTRAK. Kedatangan comodor Ferry ke Jepang pada tahun 1858 pada mulanya hanya ingin mengadakan hubungan perdagangan dengan Jepang, tetapi kemudian juga mempunyai tujuan untuk membuka Jepang supaya mau berhubungan dengan negara lain. Kedatangan yang pertama ini tidak membuahkan hasil dan baru pada kedatangannya yang kedua yaitu tahun 1854, Amerika dapat memaksa Jepang untuk perjanjian persahabatan yang kemudian disusul dengan perjanjian perdagangan. Pada masa pemerintah Meiji, Jepang mulai sadar bahwa perjanjian yang dibuat dengan Amerika sangat merugikannya. Oleh karena itu pemerintah mengirim utusannya ke Amerika dan Eropa untuk merevisi perjanjian. Sementara itu, mereka banyak mengamati kebudayaan Barat dan apa yang mereka lihat nantinya mempunyai pengaruh besar terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dijalankan oleh pemerintah Jepang. Pemerintah kemudian memusatkan perhatiannya akan modernisasi untuk memelihara ke1angsungan posisi internasional. Maka penting sekali untuk memordenisasikan atau mewesternisasikan negaranya untuk pelaksanaannya. Ada tiga langkah yang dilaksanakan dan harus di perhatikan yaitu: Landeform, meluaskan militer dan pendidikan. Untuk memperkuat penghasilan nasional, Jepang perlu membenahi dan memperkuat sistem pajaknya. Langkah selanjutnya dengan memperluas kekuatan militer, dimana fasilitas untuk pabrik-pabrik senjata yang digunakan untuk perang. Perluasan dari fasilitas militer ini akhirnya mendorong perkembangan industri yang akhirnya dapat mendorong kemajuan ekonomi nasional. Langkah yang ketiga ialah pendidikan dengan diambilnya tindakan positif oleh pemerintah mengenai sistim pendidikan untuk masyarakat. Untuk tercapainya tujuan memodernisasikan negaranya, Jepang kemudian mengirim pelajar -pelajarnya untuk belajar di luar negeri. Pelajar -pelajar yang mempelajari barat ini sekembalinya ke negerinya, memberikan sumbangnya pada masyarakat Jepang. Mereka menganjurkan supaya jepang meninggalkan cara berpikir dan cara bertindak mereka yang masih tradisional dan menggantinya dengan cara_ modern. Hal ini dapat dipahami karena Jepang terisolasi dari dari dunia luar selama 250 tahun, tetapi dari segi lain hal ini dapat membuat Jepang membentuk kepribadian nasionalnya dengan kuat. Sarjana-sarjana Jepang yang bertujuan ingin memajukan bangsanya lni banyak yang terhimpun dalam gerakan pencerahan, salah satu diantaranya adalah Mori Arinori. Mori terkenal sebagai penganjur modernisasi. la yang belajar di Inggris, mengamati kehidupan masyarakat dan sosial di sana. Setelah ia bersekolah di Inggris, ia juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi Amerika sehubungan dengan tugasnya sebagai perwakilan diplomatik Jepang. ia juga banyak mengamati kehidupan di Amerika, salah satu bukunya mengenai Amerika yaitu Life and Resources in Amerika, merupakan buku yang terlengkap yang menceritakan tentang Amerika di Jepang dan yang ditulis oleh orang Jepang. Dalam banyak tulisannya di media masa, Mori merupakan seorang penganjur yang memperkenalkan kebudayaan dan permikiran barat kepada rakyat. Dalam tulisan-tulisannya itu, Mori cukup berani untuk mengkritik pemerintah yang dianggapnya belum dapat menghilangkan sisa-sisa feodalnya, baik itu di dalam menjalankan sistim pemerintahannya maupun dalam pelayanan masyarakat. Tindakan Mori yang seperti ini dianggap sebagai tindakan yang berani, karena pada mass itu mengkritik pemerintah masih merupakan hal yang tabu. Mori juga dikatakan sebagai Orang barat yang lahir di Jepang atau Tokoh yang kebarat-baratan. Gelar ini diberikan oleh sahabat Mori yaitu Ito Hirobumi. Memang dalam menjalankan kebijaksanan-kebijaksanannya, Mori terkadang terlalu Barat dalam memandang sesuatu. Misalnya pada waktu Mori mengusulkan dihapuskannya pemakaian bahasa Jepang dan menggantinya dengan bahasa Inggris (Kokugo Haishi Ego Saivoron), sebenarnya hal ini merupakan tindakan yang tergesa-gesa dari Mori tetapi ini semua berangkat dari keinginannya untuk secara cepat dapat memajukan bangsanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library