Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
Abstrak :
Imron Irpani 0302020461 Pemetaan Lapisan Akuifer Permukaan Kampung Cihideung Serang Dengan Metoda Seismik Refraksi (xii+89) hlm. : tabel, gambar, lampiran ABSTRAK Telah dilakukan survey geofisika untuk memetakan lapisan akuifer permukaan Kampung Cihideung dengan menggunakan metoda seismik refraksi. Metoda ini mampu mendeteksi perlapisan batuan berdasarkan waktu tiba gelombang pertama yang diterima oleh geophone baik yang berasal dari gelombang langsung mapun yang berasal dari gelombang refraksi. Survey ini telah menghasilkan model perlapisan batuan pada enam lintasan dan kemudian model ini dikorelasikan dengan data-data penunjang seperti data geologi, litologi sumur bor, dan sounding DC resistivity Schlumberger. Berdasarkan model tersebut, lapisan batuan bawah permukaan berturut-turut dari atas ke bawah yakni lapisan tanah penutup, lapisan tufa pasiran, lapisan pasir tersaturasi, dan lapisan breksi. Water table dari lapisan akuifer permukaan dalam laisan pasir diperkirakan berada pada kedalaman 5 sampai 19 meter di bawah permukaan tanah. Daftar Acuan : 11 (1990-1996)
Universitas Indonesia, 2006
S29029
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nurfaiz Herlambang
Abstrak :
Metode seismik refraksi digunakan untuk menentukan kedalaman bedrock yang tepat untuk menancapkan tiang. Penelitian dilakukan di kawasan Universitas Indonesia tepatnya di kompleks Fasilkom Universitas Indonesia. Konfigurasi lintasan survei seismik berupa 24 channel geophone dengan panjang lintasan 67.5 m, interval geophone 2,5 m dan near offset 10 m. Sumber gelombang dihasilkan dengan menggunakan palu dan jarak antar pukulan sejauh 5 m. Data sekunder yang digunakan berupa 1 titik sumur bor SPT (Soil Penetration Test) sebagai acuan pembanding hasil survei seismik. Data seismik refraksi diolah menggunakan teknik tradisional yaitu Metode Plus-Minus Hagedoorn dan inversi tomografi menggunakan software Rayfract. Hasil pengolahan kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan data geologi dari sumur SPT. Korelasi antara hasil pengolahan dengan titik bor SPT menunjukkan hasil yang baik. Namun hasil dari metode Plus-Minus Haggedorn hanya mampu memperlihatkan 1 refraktor saja karena limitasi data yang digunakan, berbeda dengan metode inversi yang mampu memperlihatkan lebih dari satu refraktor. Terdapat 2 refraktor utama pada kedalaman 6 meter dan 12 meter, dan kedalaman efektif yang didapat hanya mencapai 15 m. Kecepatan yang didapat juga maksimal berada di sekitar 900 m/s. Sehingga dapat disimpulkan hingga kedalaman 15 meter tidak ditemukan lapisan batuan yang direkomendasikan untuk penempatan pondasi dalam untuk bangunan bertingkat. Untuk mendapatkan kedalaman bedrock yang direkomendasikan untuk mendapatkan pemasangan pondasi dalam diperlukan survei seismik dengan panjang lintasan yang lebih panjang untuk mendapatkan gambaran bawah tanah melebihi 15 meter.
The seismic refraction method is used to determine the exact bedrock depth for placing a pole. The study was conducted in Universitas Indonesia precisely at the Fasilkom University Indonesia complex. The seismic survey configuration consists of 24 geophone channels with a length of 67.5 m, geophone intervals of 2.5 m, and near offset of 10 m. The wave source was generated using a hammer, and the distance between blows was 5 m. The secondary data used was 1 SPT (Soil Penetration Test) borehole as a reference for comparison of seismic survey results. Seismic refraction data was processed using traditional techniques, namely the HagedoornâÂÂs Plus-Minus Method and tomographic inversion using Rayfract software. The results of the two methods were compared with geological information from 1 SPT borehole. The correlation between the results of the process with the SPT drill point shows good results. However, the Plus-Minus Haggedorn method results are only able to show one refractor because of the data limitation, in contrast to the inversion method, which was able to show more than one refractor. There are two main refractors at a depth of 6 meters and 12 meters, and the adequate depth obtained only reaches 15 m. The maximum speed obtained is also around 900 m/s. It can be concluded up to a depth of 15 meters, and there is no recommended rock layer for placement of deep foundations for high rise buildings. A seismic survey with a longer seismic line is needed to get an underground picture exceeding 15 meters.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elfina Nurul Octaviani
Abstrak :
Informasi mengenai kondisi bawah permukaan sangat penting diketahui sebelum melakukan pembangunan suatu proyek. Seismik refraksi dipilih karena dapat mengukur variasi spasial parameter petrofisika, seperti kecepatan dan absorpsi seismik melalui analisis sinyal seismik buatan. Adapun penelitian ini mengintegrasikan penggunaan metode seismik refraksi untuk mengamati parameter fisis gelombang pada tiap lapisan batuan yang dikorelasikan dengan data hasil uji bor di daerah penelitian. Hasil pengolahan data dipetakan tingkat kekerasan di tiap lintasan seismik berdasarkan nilai kecepatan rata-rata gelombang P yang dihasilkan. Pada lapisan pertama di ketiga lintasan diketahui memiliki tingkat kekerasan tanah padat tanpa kohesi dengan nilai rata-rata Vp berturut-turut 631,13 m/s; 488,66 m/s; 750,51 m/s. Lapisan kedua pada ketiga lintasan merupakan bahan keras seperti batu dengan nilai rata-rata Vp berturut-turut 1229,69 m/s; 1087,21 m/s; 928,06 m/s. Kemudian lapisan ketiga pada lintasan 23 dan 25 merupakan batuan separuh lunak dengan nilai rata-rata Vp berturut-turut 1688,18 m/s dan 2492,36 m/s. Sedangkan pada lintasan 24 memiliki tingkat kekerasan batuan sangat keras dengan nilai rata-rata Vp 1312,69 m/s.
......Information about subsurface conditions is very important to know before carrying out the construction of a project. Seismic refraction was chosen because it can measure the spatial variation of petrophysical parameters, such as seismic velocity and absorption through artificial seismic signal analysis. This research integrates the use of the seismic refraction method to observe the physical parameters of the waves in each rock layer which is correlated with the data from the drill test results in the research area. The results of data processing mapped the level of hardness in each seismic lines based on the value of the average velocity of the resulting P wave. The first layer in the three line seismic is known to dense cohesionless soil with an average Vp value of 631.13 m/s; 488.66 m/s; 750.51 m/s. The second layer on the three lines is a hard rock – like material with an average Vp value of 1229.69 m/s; 1087.21 m/s; 928.06 m/s. Then the third layer on lines 23 and 25 is semi-soft rock with an average Vp value of 1688.18 m/s and 2492.36 m/s, respectively. While on track 24 it has a very hard rock hardness with an average value of Vp 1312.69 m/s.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Dzaky Wajdi Hardiyan Syahputro
Abstrak :
Penurunan tanah memiliki dampak yang besar terhadap infrastruktur seperti mengubah geometri permukaan. Pergerakan turunnya tanah secara vertikal (subsidence) merupakan salah satu dari banyak faktor yang menyebabkan kerusakan infrastruktur baik yang diakibatkan oleh pergerakan secara alami seperti gempa ataupun buatan seperti aktivitas pertambangan. Penelitian ini bertujuan untuk analisis penyebab subsidence melalui pemodelan 2D tomografi seismik dan 3D tomografi resistivitas di Perumahan Tranquility, Depok. Metode tomografi seismik refraksi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zona subsidence berdasarkan parameter kecepatan tanah sedangkan tomografi resistivitas bertujuan untuk melihat distribusi anomaly resistivitas zona rawan subsidence. Di lokasi terjadinya subsidence telah dilakukan pengambilan data seismik refraksi dan data geolistrik resistivitas ERT. Nilai waktu tiba (arrival time) dari data seismik refraksi digunakan sebagai parameter dalam proses tomografi waktu tunda. Hasil dari pengolahan seismik refraksi berupa model kecepatan (velocity map) lapisan bawah permukaan dan grafik waktu versus jarak dari waktu tersimulasi dan waktu terobservasi di setiap lintasan refraksi. Kemudian, hasil pengolahan tomografi seismik di korelasikan dengan data pengolahan ERT berupa penampang sebaran resistivitas bawah permukaan. Analisis hasil pengolahan kedua data tersebut didapatkan bahwa terdapat 3 tipe lapisan yaitu lapisan batuan lepas (unconsolidated sediment/loose soil), lapisan batuan pasir-kerikil (sandy gravel), dan lapisan akuifer dengan kemungkinan batuan silt-clay. Lapisan batuan lepas dengan kedalaman 0-6 meter mengalami penebalan dari arah barat daya hingga timur laut dengan ketebalan rata-rata 4 meter dan memiliki nilai resistivitas antara 17-35 ohm.m dan kecepatan rambat gelombangnya 300-340. Lapisan batuan pasir-kerikil dengan kedalaman 6-12 meter dan ketebalan nya meningkat dari arah timur laut hingga barat daya. Lapisan ini memiliki nilai resistivitas 55-110 ohm.m dan kecepatan rambat gelombangnya > 340. Lapisan akuifer berada pada kedalaman 13-30 meter dengan geometri panjang 40 meter dengan nilai resistivitas 0-15 ohm.m. Lapisan akuifer ini diinterpretasikan sebagai lapisan tipe batuan silt-clay. Geometri dari lapisan batuan pasir-kerikil lintasan ERT menunjukan adanya proses pensesaran tektonik minor/zona fraktur pada bagian barat daya dan timur laut dengan ciri blok respon resistivitas yang menebal dan diskontinyu. Geometri dari pensesaran ini termodelkan dalam model resistivitas 3D.
......Subsidence has major impacts on infrastructure such as changing surface geometry. Vertical subsidence movement is one of the many factors that cause damage to infrastructure whether caused by natural movements such as earthquakes or artificial movements such as mining activities. This research aims to analyze the causes of subsidence through 2D seismic tomography and 3D resistivity tomography modeling in Tranquility Housing, Depok. The refraction seismic tomography method carried out in this study aims to identify subsidence zones based on ground velocity parameters while resistivity tomography aims to see the distribution of resistivity anomalies in subsidence-prone zones. At the location of subsidence, refraction seismic data and ERT resistivity geoelectric data have been collected. The arrival time value of refraction seismic data is used as a parameter in the time-delay tomography process. The refraction seismic processing results in a velocity map of the subsurface and a time versus distance graph of the simulated and observed times in each refraction trajectory. Then, the results of seismic tomography processing are correlated with ERT processing data in the form of subsurface resistivity distribution cross-sections. Analysis of the results of the processing of the two data obtained that there are 3 types of layers: unconsolidated sediment/loose soil layer, sandy gravel layer, and aquifer layer with possible silt - clay rocks. The loose rock layer with a depth of 0-6 meters thickens from the southwest to the northeast with an average thickness of 4 meters and has a resistivity value between 17 - 35 ohm.m and a wave propagation speed of 300 - 340 The sand-gravel layer is 6-12 meters deep and its thickness increases from the northeast to the southwest. This layer has a resistivity value of 55-110 ohm.m and a wave propagation velocity of > 340 m The aquifer layer is at a depth of 13-30 meters with a geometry length of 40 meters with a resistivity value of 0-15 ohm.m. This aquifer layer is interpreted as a silt-clay rock type layer. The geometry of the ERT track sand-gravel layer shows a minor tectonic faulting process/fracture zone in the southwest and northeast with thickened and discontinuous resistivity response blocks. The geometry of this faulting is modeled in the 3D model.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syifa Shabrina Salsabila
Abstrak :
Pembangunan suatu proyek perlu diawali dengan penyelidikan mengenai lapisan batuan yang ada di bawah permukaan bumi sebab lapisan batuan yang ada di bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang bervariasi, salah satunya tingkat kekerasan lapisannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan lapisan batuan yang ada di salah satu wilayah di Sulawesi Selatan berdasarkan hasil pengolahan data Seismik Refraksi dan data Geolistrik. Metode seismik refraksi dapat memberikan informasi sifat fisis batuan berdasarkan nilai cepat rambat gelombang seismik sedangkan metode geolistrik digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas pada lapisan batuan yang ada di bawah permukaan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di salah satu lokasi yang akan dilakukan pembangunan yaitu lintasan LDSR01, LTSR02, dan LTSR03. Hasil dari pengukuran seismik refraski kemudian diolah sehingga mendapatkan velocity map serta model lapisan yang ada di bawah permukaan kemudian dikorelasikan dengan data geolistrik yang berupa penampang resistivitas lintasan GL-03 dan GL-04. Analisis dari hasil pengolahan data diinterpretasikan bahwa terdapat tiga lapisan dimana tingkat kekerasan lapisan batuan di wilayah penelitian bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan pertama dengan kedalaman 0 – 15 meter dinyatakan lapisan lapuk yang tidak terkompaksi dengan kecepatan rambat gelombang di bawah 2000 ft/s dan nilai resistivitas kurang dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan very soft soil – firm cohesive soil. Lapisan kedua dengan kedalaman hingga 45 meter dinyatakan sebagai lapisan batuan dasar lapuk dengan kecepatan 2000 – 5000 ft/s dan nilai resistivitas lebih dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan stiff cohesive soil – soft rock. Lapisan ketiga dengan kedalaman lebih dari 45 meter dinyatakan sebagai lapisan yang batuan dasar dengan kecepatan rambat gelombang lebih dari 5000 ft/s dan nilai resistivitas lebih dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan soft rock – extremely hard rock. Berdasarkan data geolistrik, lapisan kedua dan ketiga merupakan batuan dasar yang diinterpretasikan sebagai batuan granit atau granodiorit.
......The construction of a project needs to begin with an investigation of the rock layers below the earth's surface because the rock layers below the earth's surface have varying physical properties, one of which is the level of hardness. This study was conducted to determine the level of rock layer hardness in one area in South Sulawesi based on the results of processing data from Seismic Refraction and Geoelectrical data. The seismic refraction method can provide information on the physical properties of rocks based on the value of the seismic wave propagation speed, while the geoelectric method is used to determine the resistivity value in the rock layers below the surface. Seismic refraction measurements have been carried out at one of the locations where the construction will be carried out, namely the LDSR01, LTSR02, and LTSR03 lines. The results of seismic refraction measurements are then processed to obtain a velocity map and a model of the subsurface layer and then correlated with geoelectrical data in the form of crosssectional resistivity of the GL-03 and GL-04 lines. Analysis of the results of data processing interpreted that there are three layers where the level of rock layer hardness in the study area increases with increasing depth. The first layer with a depth of 0-15 meters is declared an uncompacted weathered layer with a wave propagation speed below 2000 ft/s and a resistivity value of less than 400 m. This layer is included in the hardness level of very soft soil – firm cohesive soil. The second layer with a depth of up to 45 meters is expressed as a weathered bedrock layer with a velocity of 2000 – 5000 ft/s and a resistivity value of more than 400 m. This layer is included in the hardness level of stiff cohesive soil – soft rock. The third layer with a depth of more than 45 meters is expressed as a bedrock layer with a wave propagation velocity of more than 5000 ft/s and a resistivity value of more than 400 m. This layer falls into the hardness level of soft rock – extremely hard rock. Based on geoelectrical data, the second and third layers are bedrock which is interpreted as granite or granodiorite.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rifqi Rizqulloh
Abstrak :
Indonesia sedang masuk ke masa pembangunan infrastruktur. Dalam pembangunan infrastruktur berkaitan erat dengan tanah atau batuan yang menjadi pondasi utama. Disinilah peran geofisika dibutuhkan yaitu dibidang geofisika teknik dan lingkungan, namun faktanya pada pembangunan infrastruktur negara Indonesia belum melibatkan geofisika didalamnya oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan negara Indonesia akan melibatkan peranan geofisika dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini dilakukan dengan cara memvalidasi hasil pengambilan data SPT yang sudah diambil sebelumnya dengan metode geofisika dibidang teknik dan lingkungan. Penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui litologi bawah permukaan yang digunakan untuk pencarian pondasi bangunan yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persebaran nilai Brittleness dan nilai parameter mekanika batuan di bawah permukaan dari penampang hasil pengolahan data seismik refraksi pada lapangan gedung baru fasilkom universitas Indonesia pada bulan Januari tahun 2020. Analisis persebaran nilai Brittleness dan mekanika batuan dilakukan berdasarkan perhitungan nilai Vp dan Vs yang didapatkan dari pengolahan hasil akuisisi data dan data pendukung yaitu berupa data (Soil Penetration Test) SPT. Penampang 2D parameter mekanika batuan berupa Poisson's Ratio memiliki hasil dengan range -1 hingga 0.5, modulus bulk memiliki hasil dengan range 0 hingga 5.4 dan modulus young memiliki hasil dengan range 0 hingga 9.5. Persebaran nilai Brittleness bawah permukaan lapisan pertama dan kedua didominasi oleh lapisan brittle, lapisan ketiga terdapat persebaran lapisan brittle dan ductile, lapisan keempat dan kelima didominasi oleh lapisan ductile.
Indonesia is entering a period of infrastructure development. In infrastructure development, it is closely related to soil or rock which is the main foundation. This is where the role of geophysics is needed, namely in the field of engineering and environmental geophysics, but the fact is that Indonesia's infrastructure development has not involved geophysics in it, therefore with this research, it is hoped that the Indonesian state will involve the role of geophysics in infrastructure development. This research was conducted by validating the results of the SPT data collection that had been previously taken using geophysical methods in the engineering and environmental fields. This study can help to determine the subsurface lithology used to find the right building foundation. This research conducting to determine the distribution of the Brittleness value and the rock mechanic parameter values below the surface of the cross-section of the refractive seismic data processing in the field of the new building of the Indonesian University of Communication Faculty in January 2020. Analysis of the distribution of Brittleness values and rock mechanics was carried out based on the calculation of Vp and Vs values obtained from processing the results of data acquisition and supporting data in the form of data (Soil Penetration Test) SPT. The 2D cross-section of rock mechanic parameters are Poisson's Ratio has results ranging from -1 to 0.5, bulk modulus has resulted in the range 0 to 5.4, and modulus young has resulted in the range 0 to 9.5. The distribution of Brittleness values below the surface of the first and second layers is dominated by the brittle layer, the third layer is the distribution of the brittle and ductile layers, the fourth and fifth layers are dominated by ductile layers.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arya Suprihadi
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam ruang Iingkup pekerjaan teknik sipil, penyelidikan tanah merupakan suatu pekerjaan pendahuluan yang sangat penting. Penyelidikan tanah ini beragam macamnya, namun pada intinya adalah untuk mengetahui bentuk dan jenis lapisan tanah, kekuatan tanah dan menentukan kedalaman lapisan tanah keras, Pekerjaan ini penting karena semua parameter tersebut sangat menentukan bentuk pondasi dan struktur bangunan yang akan dibangun di atas lokasi tanah tersebut.
Stratifikasi tanah merupakan penyelidikan tanah yang berupaya untuk mengetahui bentuk, jenis, ketebalan dan kedalaman Iapisan tanah yang berada di bawah permukaan. Untuk melakukan stratifikasi ini perlu dilakukan test di Iapangan. Testing di Iapangan yang paling banyak dilakukan adalah test Sondir dan Pemboran.
Pada suatu kondisi Iapangan tertentu, penyelidikan tanah dengan kedua jenis test tersebut kurang efisien sehingga untuk penentuan stratitikasi tanah digunakan pula Metode Geofisika. Metode Geofisika ini adalah suatu metode pendugaan untuk mengetahui bentuk dan jenis lapisan di bawah permukaan tanah dengan menggunakan sifat-sifat fisika. Salah satu metode Geofisika ini adalah Metode Seismik Refraksi yang menggunakan sifat-sifat fisika gelombang getaran (seismik) sebagai alat untuk menentukan jenis dan bentuk Iapisan tanah bawah permukaan.
Penggunaan Seismik Refraksi ini mempunyai keuntungan dalam pengukuran pada areal yang sangat Iuas dan medan lapangan yang sangat sulit karena memakai alat yang ringan, waktu pengoperasian yang singkat dan mampu memberikan informasi pada jarak titik percobaan yang berdekatan dalam waktu lebih singkat bila dibandingkan dengan test Sondir dan pemboran. Mengingat keuntungan ini maka diharapkan metode tersebut juga banyak dipakai oleh para insinyur sipil sebagai alternatif lain dari test-test Iapangan yang biasa dilakukan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pemakaian metode tersebut di lapangan maka disusunlah karya tulis ini. Dalam karya tulis ini juga akan dibahas mengenai perbandingan hasil pengukuran menurut metode Seismik Refraksi dengan hasil pengukuran menurut metode Sondir dan Pemboran, serta hubungan antara metode-metode tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil Iokasi daerah Depok dan sekitarnya untuk contoh tanah lempung (Clay) dan daerah Pontianak untuk contoh tanah gambut (Peat). Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan Metode Seismik Refraksi sedangkan penelitian Sondir dan Pemboran dilakukan oleh peneliti lain. Hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah berupa gambar profil tanah bawah permukaan berdasarkan kecepatan rariubat gelombangnya di lokasi-lokasi percobaan tersebut, gratik dan tabel hasil perbandingan percobaan dengan metoda seismik refraksi dengan percobaan sondir dan pemboran, dan analisa perbandingan intepretasi kecepatan rambat glombang menurut beberapa referensi dengan hasil penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan selanjutnya penggunaan metode Seismik Refraksi dapat Iebih dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyelidikan tanah di bidang teknik sipil.
1996
S34580
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rifqi Rafif Aly
Abstrak :
ABSTRAK
Bulan Mei 2017, lima rumah di Desa Kranggan, Setu, Tangerang Selatan, Banten dilanda longsor. Untuk menghindari korban jiwa akibat longsor susulan, Dibutuhkan identifikasi bidang gelincir. Pada penelitian kali ini digunakan metode seismik refraksi dan geolistrik dengan menggabungkan kedua metode tersebut untuk menentukan bidang gelincir. Pemilihan metode seismik refraksi didasarkan karena resolusi dari metode ini sangat baik dalam menampilkan perubahan nilai kecepatan dari arah vertical perlapisan . Sedangkan metode geolistrik digunakan berdasarkan sifat khasnya yang mampu menampilkan struktur bawah permukaan berdasarkan nilai hambat jenis yang dimiliki oleh batuan tertentu. Penentuan bidang gelincir didasarkan dengan hasil inversi cross-gradient yang menggabungkan kedua bentuk struktur bawah permukaan untuk dijadikan batasan dalam melakukan inversi. Setelah mendapatkan hasil inversi gabungan antara kedua metode, kedua hasil penampang yang independen ini diintepretasi untuk menentukan lapisan yang menjadi bidang gelincir. Dari hasil yang didapat, ditemukan adanya struktur khas patahan terbentuk di penampang seismik refraksi yang kemudian saling komplemen dengan penampang hambat jenis. Hal ini memicu kekhawatiran adanya potensi longsor susulan di daerah penelitian.
ABSTRACT
May 2017, five houses in Desa Kranggan, Setu, Tangerang Selatan, Banten was buried due to landslide. To minimize life victims due to further landslides, slip surface identification is needed. In this research seismic refraction and resistivity method is used by joining both methods to identify slip surface. Refraction seismic methods was chosen for its ability in high resolution in imaging vertical changes. Resistivity method was chosen based on its unique properties of displaying subsurface structure based on resistivity value of each rock. The identification is based on cross gradient inversion which joins both structure respectively based on structural similarities as inversion constraint. After both inversed profiles is obtained, both independent profiles is interpreted to identify layer of slip surface. From obtained results, a unique structure of fault is detected along refraction seismic and the result is complemented by resistivity profile. This rises awareness of potential further landslide in the area.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library