Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herri Cahyadi
"ABSTRAK
Buzan dan Waever dalam Regions and Powers: The Structure of International
Security menjelaskan posisi Turki sebagai insulator bagi regional security
complex (RSC) Eropa, Middle Eastern dan Kaukasus. Insulator adalah sebuah
kawasan yang berada di antara dua atau lebih RSC yang memiliki karakter pasif
dan tidak dapat menyatukan dua RSC dalam satu arena strategis keamanan.
Dinamika Turki masa AKP (2002-2011) ternyata tidak lagi relevan dengan status
insulator. Perubahan orientasi dari Barat ke Timur merupakan salah satu indikasi
bagaimana Turki mencoba ?keluar? dari status tersebut. Perubahan orientasi ini
terkarakterisasi dengan agresivitas peran Turki di regional MERSC, khususnya
dalam isu keamanan, dan perekonomian yang terus membaik.

Abstract
In Regions and Powers: The Structure of International Security, Buzan and
Waever explain that Turkey is an insulator between Europe, Middle Eastern, and
Caucasus regional security complexes. Insulator is a term that used to describe a
regional between two or more RSCs which has been occupied by one state. The
state must be weak, passive and cannot bring those RSCs together in one strategic
security arena. According to Turkey?s internal and external dynamic by 2002-
2001 or AKP?s period, insulator concept does not relevant anymore to figure out
Turkey?s position and status. Changing in Turkey?s foreign policy which is being
turned to East poses a challenge to that status. Turkey?s trying to get out of
insulator state. This changing is characterized by Turkey?s aggressivity role in
MERSC, especially in security issue and emerging economic."
2012
T30495
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arda Vicky Satria
"

Teka-teki stabilitas dan keamanan Asia Timur sebagian besar ditimbulkan oleh keengganan Korea Utara untuk membongkar persenjataan nuklirnya walaupun telah mendapat tekanan dunia internasional. Meski demikian, perkembangan terakhir menunjukkan bahwa sikap Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un mulai melunak, terbukti dengan ditandatanganinya Deklarasi Panmunjom pada tanggal 27 April 2018. Dengan menggunakan kerangka kerja analisis Regional Security Complex Theory (RSCT) sebagaimana dituliskan oleh Buzan dan Waver (2003), artikel ini berargumentasi bahwa perubahan kebijakan tersebut merupakan bagian dari respon Korea Utara terhadap dinamika keamanan kawasan Asia Timur. Tulisan ini menganalisis empat variabel esensial di security complex Asia Timur, yaitu batas geografis, struktur anarki, polaritas, dan konstruksi sosial. Penelitian ini menemukan bahwa terjadi perubahan persepsi Korea Utara terhadap pola amity-enmity, yakni konstruksi sosial di kawasan. Dengan tingginya kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia Timur, Korea Utara memilih untuk terus melakukan pengembangan nuklirnya dan uji coba rudal balistik. Korea Utara mengeluarkan kebijakan tersebut sebagai strategic equalizer. Dengan demikian, keamanan Korea Utara dapat terus terjamin dari ancaman eksternal seperti Amerika Serikat dan sekutunya.


The East Asian stability and security conundrum is partially caused by the unwillingness of North Korea to dismantle its nuclear armaments despite international pressure. However, recent development shows that North Korean Supreme Leader Kim Jong Un has adopted a milder stance as he signed Panmunjom Declaration on 27 April 2018. Using Regional Security Complex Theory (RSCT) prescribed by Buzan and Waver (2003) as the framework of analysis, this paper argues that the unprecedented change of policy is a part of North Korean response towards the dynamics of regional security in East Asia. In this paper, the four essential variables of East Asia security complex are being analyzed, namely geographical boundary, anarchic structure, polarity and social construction. It is found that there has been a change in North Koreas perception of the amity-enmity pattern, that is, the social construction of the region. With the high complexity of security in East Asia, North Korea chose to continue developing its nuclear and ballistic missile tests. North Korea issued that policy as a strategic equalizer. Thus, North Korea can be guaranteed to secure their security from external threats such as the United States and its allies.

"
2018
T52307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiana Isnaeni Maheda Ronie
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontroversi khususnya hubungan bilateral antara Prancis dan Australia terkait peresmian Pakta Pertahanan AUKUS yang terdiri dari tiga negara, yaitu: Australia, Inggris dan, Amerika Serikat. Adapun beberapa pertanyan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah Mengapa negara - negara Eropa memberi respon terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, mengapa terjadi pro dan kontra dalam respon negara - negara Eropa terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, mengapa Critical Discourse Analysis (CDA) menganalisis respon negara - negara Eropa terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, dan bagaimana operasionalisasi CDA, yaitu menurut analisis sosial dan menurut kognisi sosial terkait narasi pro dan kontra pembentukkan pakta pertahanan AUKUS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini Analisis Wacana oleh Teun A. Van Dijk dan Regional Security Complex oleh Barry Buzan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggunakan data sekunder yaitu diambil dari berita di media massa Inggris, Uni Eropa, dan Eropa terkait AUKUS. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap kontra prancis muncul dari sikap domestik. Sementara itu sikap Uni Eropa, negara – negara di Uni Eropa dan Eropa bersikap netral terhadap pembentukkan AUKUS berdasarkan yang tercermin dari sumber media massa negara – negara di Uni Eropa, Eropa, dan jurnal penelitian dari Uni Eropa.

This research aims to analyze the controversy, especially the bilateral relationship between France and Australia, regarding the inauguration of the AUKUS Defense Pact which consists of three countries, namely: Australia, the United Kingdom and the United States. The questions that will be raised in this study are why European countries respond to the formation of the AUKUS defense pact, why there are pros and cons in the responses of European countries related to the formation of the AUKUS defense pact, why Critical Discourse Analysis (CDA) analyzes the responses of European countries related to the formation of the AUKUS defense pact, and how to operationalize CDA, namely according to social analysis and according to social cognition related to the narrative of the pros and cons of the formation of the AUKUS defense pact. The theories used in this research are Discourse Analysis by Teun A. Van Dijk and Regional Security Complex by Barry Buzan. This research uses a qualitative method that uses secondary data, which is taken from news in the UK, EU, and European mass media related to AUKUS. The findings in this study show that the counter-French attitude arises from domestic attitudes. Meanwhile, the attitude of the European Union, countries in the European Union and Europe are neutral towards the formation of AUKUS based on what is reflected in the mass media sources of countries in the European Union, Europe, and research journals from the European Union"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S8198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Andriani Putri
"Sebagai hasil dari perluasan Uni Eropa pada tahun 2004 dan kemudian 2007, Uni Eropa telah memperoleh negara anggota dan tetangga baru. Di antara anggota Uni Eropa yang baru adalah negara – negara bekas blok timur dari Eropa tengah dan timur yang telah mengalami suatu transformasi sistemik dalam hal sosial dan politik pada awal tahun 1990. The Eastern Partnership merupakan salah satu kerjasama dari European Neighborhood Policy yang secara resmi disahkan pada Prague Summit tahun 2009 dihadapan perwakilan negara – negara anggota Uni Eropa, Parlemen Eropa, Komite Sosial dan Regional, European Bank for Reconstruction and Development, European Investment, dan 6 negara anggota dari Eropa timur yang merupakan anggota dari Eastern Partnership Program. Penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara Uni Eropa dengan negara-negara mitra timur dari empat capaian yang dibentuk oleh Uni Eropa melalui penerapan kerjasama dengan daerah timur yang terikat kontrak dalam dasar pendirian program kemitraan timur Eropa.

As a result of the expansion of the European Union in 2004 and 2007, the European Union has acquired new member states and neighbours. Among the new members of the European Union are the countries of the former eastern bloc from central and eastern Europe which have undergone a systemic transformation in social and political terms in the early 1990s. The Eastern Partnership is one of the collaborations of the European Neighborhood Policy which was officially ratified at the Prague Summit in 2009 before representatives of the European Union member countries, the European Parliament, the Social and Regional Committee, the European Bank for Reconstruction and Development, European Investment, and 6 member countries from eastern Europe who are members of the Eastern Partnership Program. This study was written with the aim of knowing the relationship between the European Union and eastern partner countries from the four achievements established by the European Union through the implementation of cooperation with eastern regions that are bound by contract in the basis of establishing the eastern European partnership program."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Agus Yogiswara
"Tesis ini menganalisis proses sekuritisasi terhadap ancaman terorisme bermotif religi dan kerja sama intelijen sebagai mekanisme penanggulangan terorisme di kawasan Nordik. Peneliti menggunakan teori sekuritisasi untuk mengabstrasi ancaman, pelaku dan proses sekuritisasi. Hasil analisis sekuritisasi ditelaah lebih lanjut dengan teori Regional Security Complex Theory (RSCT) untuk mengolah indikator kesamaan sistem ekonomi, politik dan sosial budaya serta kerja sama negara Nordik di berbagai tingkatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam terstruktur dan tinjauan pustaka sebagai teknik pengumpulan data, serta teknik tematik analisis untuk mengklasifikasikan setiap temuan. Dalam periodisasi sepuluh tahun, penulis menemukan bahwa Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia mampu meminimalisir serangan teror bermotif religi dan berhasil melaksanakan sekuritisasi terhadap isu tersebut, walaupun proses sekuritisasi di setiap negara berada pada tingkatan yang berbeda. Selain itu, menemukan bahwa Nordik menjadikan kerja sama intelijen sebagai mekanisme penting untuk menghadapi ancaman terorisme bermotif religi, walaupun tidak ada organisasi formal yang menaunginya.

This thesis analyzes the securitization process against the threat of terrorism with religious motives and intelligence cooperation as a coping mechanism in the Nordic region. Researchers use securitization theory to abstract threats, actors, and the securitization process. The results of the securitization analysis were further analyzed using the Regional Security Complex Theory (RSCT) theory to take advantage of indicators of the similarity of the economic, political, and socio-cultural systems as well as the cooperation of the Nordic countries at various levels. This study uses qualitative methods with in-depth interviews and in-depth literature as data collection and thematic analysis techniques to classify each finding. During the separation period, the authors found that Sweden, Norway, Denmark, and Finland could minimize terror attacks with religious motives and successfully securitized the issue. However, the securitization process in each country was at a different level. In addition, it was found that the Nordics used intelligence cooperation as an essential mechanism to deal with the threat of religiously motivated terrorism, even though there was no formal organization that sheltered it."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Desyta Sartiningsih
"Tesis ini membahas kebijakan pemberian sanksi balasan oleh Rusia terhadap Uni Eropa dan Aliansi Barat sebagai respon atas pemberian sanksi yang sebelumnya diberikan kepada Rusia terkait dengan dugaan aneksasi di Krimea, Ukraina. Pada bulan Agustus 2014 pemerintah Rusia melalui Dekrit Presiden mengeluarkan kebijakan ekonomi khusus berupa pembatasan impor beberapa jenis produk pangan dari lima negara yaitu Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Norwegia. Rusia merupakan salah satu negara importir produk agrikultur terbesar di dunia dan beberapa produk impor Rusia berasal dari pasar Uni Eropa. Keputusan Rusia menjatuhkan sanksi balasan berupa pembatasan impor pangan dan adanya perubahan pasar impor Rusia akan menjadi topik yang akan diteliti. Dalam melakukan analisis, penelitian ini akan mengambil dua persepktif penelitian yaitu analisis dari segi politik dan segi ekonomi. Untuk melakukan analisis politik, akan digunakan Regional Security Complex Theory (RSCT) milik Barry Buzan. Sedangkan analisis ekonomi dalam melihat kondisi pasar impor Rusia pasca counter-sanctions akan menggunakan konsep ekonomi konsentrasi pasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif karena selain sumber data berbasis dokumen, penelitian ini juga mengolah data perdagangan. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa keputusan Rusia menjatuhkan sanksi balasan berbentuk pembatasan impor bahan pangan adalah untuk menguatkan ketahanan pangan Rusia dan kemudian menghasilkan pasar baru bagi Rusia.

This thesis examine Russia's policy of imposing recissment sanctions against the European Union and the Western Alliance in response to sanctions previously imposed on Russia in connection with its alleged annexation of Crimea, Ukraine. In August 2014 the Russian government through a Presidential Decree issued a special economic policy in the form of restrictions on imports of several types of food products from five countries namely the European Union, the United States, Canada, Australia, and Norway. Russia is one of the world's largest importers of agricultural products and some of Russia's imported products come from the EU market. Russia's decision to impose re-sanctions in the form of restrictions on food imports and changes in the Russian import market will be topics to be scrutinized. In conducting the analysis, this research will take two perceptive research, namely analysis in terms of politics and economic aspects. To conduct political analysis, Barry Buzan's Regional Security Complex Theory (RSCT) will be used. While the economic analysis in looking at the market conditions of Russian imports post counter-sanctions will use the concept of economic market concentration. This research uses qualitative and quantitative methods because in addition to document- based data sources, this research also processes trade data. The findings in this study are that Russia's decision to impose counter-sanctions in the form of restrictions on food imports is to strengthen Russia's food security and then produce new markets for Russia."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Abdi
"ABSTRAK
Persemakmuran Negara-negara Merdeka atau yang dikenal juga dengan Commonwealth of Independent States (CIS) pertama kali didirikan pada tanggal 8 Desember 1991 oleh Belarus, Rusia, dan Ukraina . Presiden Uni Soviet, Gorbachev pada saat itu berusaha keras mempertahankan kesatuan Uni Soviet dengan suatu usulan "Persetujuan Uni Baru", yang akhirnya gagal karena tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan dan para pemimpin republik di lingkungan Uni Soviet.
Kegagalan ini memaksa Gorbachev untuk mengundurkan diri yang sekaligus mengakhiri sejarah panjang Uni Soviet sebagai salah satu negara besar yang sangat disegani selama ini. Mulai saat itu masa depan republik pecahan Uni Soviet banyak tergantung kepada CIS yang dimotori oleh Rusia dengan 10 republik lainnya sebagai anggota. CIS diharapkan paling tidak dapat menjalankan dua fungsi, yaitu: sebagai stabilisator bidang politik dan keamanan, serta sebagai katalisator bagi kerjasama ekonomi diantara anggotanya.
Dalam mencapai tujuannya ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Rusia dan kawan-kawan, yaitu: 1) rendahnya rasa saling percaya antara Rusia dengan negara-negara CIS lainnya; 2) sengketa kepemilikan persenjataan nuklir dan fasilitas militer lainnya; 3) buruknya perekonomian dan besarnya kesenjangan ekonomi antara Rusia dengan negara-negara CIS lainnya; 4) ancaman perluasan keanggotaan NATO ke Eropa Timur; 5) ketergantungan ekonomi Rusia dan negara-negara CIS lain terhadap modal asing.
Berpijak pada temuan-temuan di atas, kemudian penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana faktor-faktor internal di CIS mempengaruhi pengelolaan keamanan di kawasan tersebut ?; dan 2)Bagaimana pengaruh kekuatan-kekuatan ekstemal terhadap pengelolaan keamanan di CIS ?
Dengan bantuan beberapa kerangka pemikiran seperti: teori kolaborasi; kondisi security complex; dan interdependensi ekonomi politik maka diharapkan dapat dilakukan pembahasan yang komprehensif terhadap gagasan yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan di atas sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan penelitan ini yaitu: memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada kita semua mengenai fenomena yang sedang terjadi di kawasan bekas Uni Soviet terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keamanan.
Fakta awal digambarkan secara deskriptif untuk memberikan gambaran yang memadai terhadap latar belakang kawasan yang menjadi objek penelitian, dilanjutkan dengan penampilan data-data kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh dengan cara penelusuran terhadap sumber-sumber data sekunder."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Istiqomah
"ABSTRAK
Pemanasan global merupakan salah satu indikator bahwa bumi ini sedang berada pada kondisi tertentu yang memerlukan perhatian lebih besar dari sebelumnya. Dalam isu pemanasan global, Arktik menjadi salah satu kawasan yang menarik perhatian dunia karena efek pemanasan global paling besar dapat dilihat di kawasan ini. Pada tahun 1996, sebuah forum kerjasama bernama Dewan Arktik dibentuk. Tujuan utama dari forum ini adalah untuk melindungi lingkungan, melestarikan sumber daya alam yang tersimpan, dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan Arktik. Setelah hampir 24 tahun pembentukan forum ini, kondisi Arktik justru semakin memprihatinkan. Lapisan es yang semula tebal menutupi permukaan, kini semakin menipis seiring dengan semakin bertambahnya suhu bumi. Sumber daya alam yang terkandung di dalam kawasan ini juga perlahan mulai berkurang kadarnya, dan hal ini bukan digunakan untuk kepentingan masyarakat Arktik itu sendiri. Dengan menggunakan teori regional security complex, penelitian ini akan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan forum ini, serta alasan atas ketidakmampuan forum Dewan Arktik dalam mencapai tujuan pembentukannya. Pertanyaan yang hendak dijawab dalam peneltian ini adalah Mengapa pasca Dewan Arktik terbentuk masih terjadi eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan serta militerisasi di kawasan Arktik yang menyebabkan dampak pemanasan global tidak berkurang di kawasan ini? Pertanyaan selanjutnya adalah Mengapa negara-negara anggota Dewan Arktik tidak dapat memenuhi komitmen awal pembentukannya?

ABSTRACT
Global warming is one of the indicator that the earth, to some extent, requires greater attention than it does before. On the issue of global warming, the Arctic has become one of the regions that has attracted global attention because of the greatest global warming effect could be seen in this region. On 1996, a cooperation forum, named the Arctic Council, was created. The main purposes of this forum are to protect the environment, to conserve the stored natural resources, and to manage sustainable development for people in Arctic. After nearly 24 years of its establishment, the Arctic condition is even more alarming. The layer of ice that was originally thick has become thinner as the earth's temperature increases. The natural resources contained in this region are also starting to diminish, but not for the good of Arctic society. Using the regional security complex theory, this research will analyze the factors that influence the formation of this forum, as well as the reasons for the inability of the Arctic Council forum to achieve its goals. The question that needs to be answered in this research is: Why is it that after the Arctic Council was establish there was still natural resources excessive exploitation and the militarization in the Arctic region that caused the effects of global warming to not diminish in this region? The next question is, why can't the members of the Arctic Council meet their commitments to establish the forum?."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>