Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beauvoir, Simone de, 1908-1986
London: David Campbell Publishers, 1993
844.91 BEA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Venny Aryani
Abstrak :
ABSTRAK
Sejarah perkembangan budaya masyarakat dan pemikiran manusia ternyata telah inenggugah manusia unluk menggugat sctiap nilai lama yang mereka anggap tidak relevan lagi. Inilah salah satii aspek yang menyebabkan manusia berbcda dengan mahluk lainnya, karena didalam 'merasai' maka ia menyadaii 'entilas' dirinya. Demikian juga halnya yang terjadi dengan para pelopor gerakan feminis terscbul. Mereka sadar bahwa selama ini jarang lerjadi kesetaraan peran antar kedua jenis kelamin (pembedaan peran antar dua jenis kelamin yang lebih bersif'a' sosio kuitural ini dikemudian ban lebih populer dengan istilah gendw). Justru menurtit mereka, dalam kcnyataan sejarah teiah terjadi ketidak-adilan terhadap wanita yang beraual dan" persepsi fakta biologis, namun kemudian diintepretasikan oleh hegemoni kultur patriarkal.

Dalam sejarah kullur patriarkal yang selalu bias memandang peran wanita itu, para feminis percaya, bahwa dengan memberikan pendidikan gender sejak dini, maka perempuan menjadi sadar akan haknya untuk juga diperlaknkan adil dalam kehidupan privat dan perannya dalam \vilayah publik. Disamping menyibiikkan diri sebagai aktivis langsung yang terjun dalam masyarakat, para feminis itu juga menulis dan menyebar luaskan karya-karya feminisme itu kepada kalangan akademis yang lebih luas lagi, untuk itu kerangka berpikir teoretis yang logis dan tepat juga sangat penting bagi mereka, semata-mata agar dapat membuka perspektif Jain bagi banyak

penulis berjenis kelamin pria yang cukup menentukan sejarah atur pemikiran selama ini; Anthony Giddens, seorang sosiolog sempat mengatakan bahwa: 'para pemikir feminis telah memaksa kita, para pemikir ilmu sosial, untuk mengkaji kembali pandangan dan teori yang telah ada'. Yang dimaksud tentu saja teori dan pemikiran yang berangkat dari persepsi dikotomis bahwa pria lebih rasional karena selalu berada di lingkup publik, lebih berkuasa, dan menjadi subyek penentu. sedangkan wanita adalah sebaliknya.

Para pemikir feminis itu memang gencar mengkritik paradigma laki-laki itu. Selain itu, banyak juga kalangan akademis yang berasumsi bahwa Mazhab Frankfurt beserta perkembangan menyeluruh di bidang hermeneiitis kritis, epistemologis, dan praksis memberi pengaruh yang makin kokoh dalam perkembangan gerakan feminisme. Ciri khasnya ialah; '... adanya pergeseran pola pemikiran mendasar (paradigma) dalam permenungan tentang peran pria dan wanita selama ini ditinjau dari wilayah geografls, sosial (yakni wilayah politis, ekonomis, teknologis, dan agama). 2 Gerakan sosial atau yang diistilahkan oleh Mazhab Frankfurt sebagai 'social movement' dipahami dari teori-teori kritis ini.

Ini juga selaras dengan pemikiran Jiirgen Habermas, salah seorang generasi Mazhab Frankfurt yang dalam teori kritik emansipatorisnya menyerang sejarah rasionalitas yang 'menyembunyikan kekuasaan'hingga menciptakan 'kesadaran palsu'. Menurut Habermas., kelak praksis komunikatif dalam masyarakat yang ideal adalah yang bebas dominasi, seperti ucapannya; 'konsensus yang universal dan bebas dari dominasi merupakan kehendak fundamental setiap hubungan sosial'. 3 Masih dalam

1 Sila Aripurnami dalara I'erempuan dan Pemberdayaan, Obor, Jakarta, 1997, him. 230.

2 Zakiyuddin Baidhawy.ed, Wacana Teologi feminis, Pustaka Pclajar, Yogyakarta, 1997, him. 221. F. Budi Hardiraan, Meuju Masyarakat Komunikatif, Ilmu, Masyarakat. i'olitik & Postmodernisme Menurut Jiirgen Habermas, Kanisius, 1993, him. xxi.

kaitannya dengan social movement, diterangkan oleh Smita Notosusanto pentingnya gerakan feminisme sebagai pendekatan dalam mengubah cara pandang masyarakat, bahwa ; ' Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekilgus pendekatan yang berusaha merombak struktur karena dianggap telah mengakibatkan ketidak adilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminis berusaha merombak cara pandang kita terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya. Dalam dunia ilmu pengetahuan, feminisme telah menggoyahkan konsep obyektivitas yang sangat diagung-agungkan sebagai salah satu tiang ilmu pengetahuan. Feminisme justru menganggap bahwa pengintegrastan perspektif dan pengalaman perempuan sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai tingkat kebenaran (truth) yang lebih tinggi. Mereka juga berpendapat bahwa konsep obyektifitas yang sclama ini dianggap sebagai kebenaran karena dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dan perspektif kaum laki-laki.4

Gerakan feminisme sebagai social movement akhirnya menyebar ke sclurub dunia mulai dari tempat kelahirannya di negara-negara barat. Banyak dari kelompok feminisme itu memastikan ''point of concern' mereka kepada masalah gender di negara dunia ketiga / berkembang. Permasalahan perempuan dan kemiskinan di negara berkembang ini sangat penting karena perempuan-perempuan dalam strata ekonomi paling rendah inilah yang paling diperlakukan tidak adil dan tersubordinasikan peran sosial dan ekonominya. Mereka adalah 'the worse victims ofunequity'1 korban terparah dari praktek ketidaksetaraan gender. Dibandingkan dengan rekan-rekan perempuan mereka di negara-negara yang telah maju, banyak aspek kemasyarakatan mereka juga terpuruk, misalnya dalam berpolitik ataupun hak-hak lainnya untuk berada dalam lingkup publik.

Smita Noiosusanlo dalam Perempuan dan Pemherdayaan, Obor, Jakarta, 1997, him. 249.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Citra Cornelia
Abstrak :
The Help 2009 adalah sebuah novel karangan penulis Amerika, Kathryn Stockett, yang mengangkat tema tentang sebuah kejadian bersejarah di America pada tahun 1950s mdash;1960s, yaitu civil right movement. Novel in diadaptasikan menjadi film yang dirilis tahun 2011 dan disutradai oleh sutradara Amerika, Tate Taylor. Kedua versi dari The Help, walaupun berangkat dari satu cerita yang sama-sama berasal dari novel, namun memiliki beberapa perbedaan yang cukup menarik untuk dibahas, terutama dari sudut isu gender dan dinamika komunitas perempuan dalam film dan novel tersebut. Menggunakan teori keperempuanan dari Simone de Beauvoir The Second Sex 1949 dan analisa narasi white saviour pada film-film Hollywood, studi ini akan menganalisa empat karakter wanita di buku maupun film The Help untuk memperlihatkan bagaimana keempat karakter tersebut dibuat ideal di versi adaptasi filmnya. ...... The Help 2009 is a novel by an American writer, Kathryn Stockett, which takes up the theme of an actual historical event happened in America during the 1950s mdash 1960s, the civil rights movement. This novel is adapted into a movie which was released in 2011 and directed by an American director, Tate Taylor. The two versions of The Help, although the movie adapts the story from the novel, have several differences that are quite fascinating to be discussed, especially through the issue of gender and the dynamic of women community in the novel and its movie adaptation. Using the concept of womanhood by Simone de Beauvoir in her classic The Second Sex 1949 and an analysis of white savior narrative in Hollywood produced movies, this study will analyze four white women characters to shows how those characters are idealized in The Help movie adaptation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Harjanti Widyastuti
Abstrak :
Gerakan sosial yang terjadi di Negara Berkembang, termasuk Indonesia sangat berkaitan dengan masalah pembangunan dan konstruksi proyek-proyek Negara maju di dunia Internasiona. Gerakan perempuan selama Orde baru terkooptasi oleh politik gender, dan dikotakkan pada ideology ibuisme. Namun setelah orde bare tumbang dan seiring dengan berkembangnya wacana tentang penguatan masyarakat sipil, kini perempuan di lapis paling bawah sekalipun berani menyuarakan aspirasi dan tuntutannya kepada para pengambil kebijakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan dan perlu dicermati, apakah munculnya gerakan perempuan akar rumput yang berkembang di berbagai daerah merupakan bagian dari penguatan rnasyarakat sipil sebagai kekuatan rakyat ataukah bagian dari rating social yang telah dirancang Negara dan kekuatan besar Internasional yang maskulin. Kajian terhadap gerakan perempuan ini dilihat dari bagaimana perjuangan ideology dan cultural dalam menggocang system dan struktur yang tidak adil buat perernpuan. Secara umum penelitian ini mengkaji gerakan perempuan yang muncul di akar rumput. Secara kusus mengkaji peran aktor gerakan perempuan dalam menarasikan identitas dirinya dalam kehidupan sebagai manusia berjenis kelamin perempuan. Dan bagaimana perubahan social yang terjadi di masyarakat mempengaruhi pemikiran, internalisasi nilai dan mengubah kehidupan serta menggerakkannya untuk mempengaruhi perempuan lain dan anggota masyarakat dalam membangun tata kehidupan yang adil buat perempuan. Dalam wacana gerakan social, gerakan perempuan dikategorikan sebagai Gerakan Sosial Baru. Gerakan perempuan merupakan gerakan kebudayaan yang ditandai oleh sebuah kritik dan transformasi citra perempuan dalam masyarakat dan oleh lahirnya nilai-nilai etis baru. Menurut de Beaucoir dalam perjalanan sejarah panjang umat manusia, perempuan dicitrakan sebagai sosok yang lain, menjadi the second sex. Dan kekuasaan laki-laki terhadap perempuan ini telah diterima sebagai ideology yang hegemonis. Oleh karena itu pendidikan, kultur dan kesadaran perempuan sebagai bagian Bari masyarakat sipil model Gramsci menjadi sangat panting dalam memperjuangkan identitas dan hakhak azasi mereka. Dengan kesadaran kritis ini pula gerakan perempuan terhindar dari pengaruh dominasi Negara dan ekonomi pasar yang bisa dilihat dari berbagai indicator yang muncul dalam berbagai interkasi dan hubungan yang dijalin para aktor gerakan perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan informan utama para actor gerakan perempuan yang dipercaya masyarakat untuk mengampu lembaga public dan mempunyi pengaruh besar terhadap gerakan. Pengambilan data dilakukan dengan indepth interview kepada informan utama dan stakeholders gerakan perempuan sebagai triangialasi data, pengamatan langsung dan kajian dokumen serta pustaka berkaitan dengan gerakan perempuan. di Kabupaten Klaten. Hasil temuan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif, eksplanatif dan interpretatif. Dan penelitan tergambarkan bahwa kesadaran perempuan untuk menarasikan identitas dirinya yang otonom tidak datang secara tiba-tiba tetapi melalui proses panjang dialog pribadi tentang pengalaman hidup dalam budaya patriarkhi yang membekas dan akumulatif Upaya menarasikan identitas perempuan dalam proses perubahan sosial dipengaruhi wacana besar gerakan perempuan di Indonesia dan gerakan social yang digerakkan oleh beberapa LSM dan beberapa organisasi rakyat yang ada di Kabupaten Klaten, Jaringan dan Aliansi beberapa organisasi dan gerakan perempuan mampu menyuarakan dengan lebih lantang dan kuat. Sedangkan aliansi gerakan sosial lintas kelas, gender, ras dan golongan seperti gerakan petard, gerakan moral keagamaan dan sebagainya meningkatkan posisi tawar dihadapan pengambil kebijakan. Aliansi antar elemen gerakan social mempertajam analisis kritis berkait denga posisi dan perspektif perempuan sebagai masyarakat sipil dalam sistem dan struktur kehidupan masyarakat, Negara dan ekonomi pasar. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan perempuan merupakan gerakan kebudayaan yang merubah tata kehidupan yang memberikan ruang buat perempuan dan laki-laki. Penelitian ini mampu membangun pengetahuan perempuan yang selama ini diabaikan tentang apa yang dialami, dirasakan dan dilakukan. Semoga penelitian ini membarikan inspirasi bagi tumbuhnya gagasan batu bagi para aktivis gerakan perempuan. Dan akhirnya semoga penalitian ini bisa menjadi bagian bagi gerakan perempuan dalam membangun peradaban yang adil buat perempuan dan laki-laki.
The social movement which happened in developed countries includes Indonesia mostly connected with development questions and projects construction of advanced countries and international world. During new order period, women movement was co-optated by gender politic and was framed by paternalistic ideology. But after New Order came to end and along with the development of discourse on civil society strengthening, so the women of grass root even have braveness voicing their aspiration and demand toward decision makers. It is emerge the questions and proper to criticize, what the emerging women movement of grass root, which develops at various regions, is part of civil society strengthening as people power or part of social setting that was designed by advanced countries and international world which so masculine. The research on the women movement was viewed from how cultural and ideology straggle to stroke the injustice system and structure which burdened to women. Generally, this research was meant to study women movement that emerges at grass root. Particularly, this research was meant to study the role of women movement actors in their effect to narrate their self-identity at life as human who has female sexual. The research also criticizes how social change occurred in society could influence paradigms and values internalization, also how it change human life and move the other women and community to build the social justice order to women. At the social movement discourse, women movement was categorized in New Social Movement. The women movement is culture movement that characterized by critic and image transformation of women at the society. It was also characterized by the emerge of new ethic values. According de Beaucoir, at history of human life, the women imaged as other figure, as second sex, while the man power toward women was viewed as taken for granted and became hegemonic ideology. Therefore, education, culture and women consciousness as part of civil society movement which introduced by Gramsci Becae is the most significant, especially to struggling women identity and their human rights. Through this critic consciousness, the women movement also moved out from state and free -market domination. It was viewed from various indicators that emerge in the interaction and connection among women movement actors. This research is qualitative research which involved women movement actors as main information source. They are the figure who believed by community to handle and to manage the public institution and have huge influence toward movement. Data was taken by deep-interview to main information sources and stakeholders women movement as data triangulation, direct observation and document and bibliography studies which related with women movement at Klaten Regency. The output of research process then was analyzed by descriptive, explanative and interpretative methods. Result of the research reflected that independent women consciousness narrating their self-identity not just happens in sudden, but pass through long process. It was about personal dialogue about life experience in patriarchy culture which be artifact and accumulative. The effort to narrate women-identity at social change process was influenced by big discourse of women movement in Indonesia and the social movement which was moved by several NGOs, people organizations and at latent Regency. Network and alliance of several organizations and women movement have capacity to voice strongly and soundly their aspiration and demands. In addition, the alliance of social movement that trans class, gender, race and groups (framer, movement, moral movement of religion, etc.) can emerge bargaining-position before decision-maker. The alliance among the element of social movements can shape critic analysis which was connected with women position and perspective as civil society at system and structure of state and free-market. It was indicating if women movement is a culture movement that changes life order to open the public space for women and men. The research can build women knowledge which was ignored for a long time. It is knowledge about what was felt, was done and was happened. We hope that this research can give inspiration in growing up new ideas among women movement activists. Finally, hopefully this research can be part of women movement to build justice civilization for women and men.
2005
T14104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefhany Azzahra
Abstrak :
Permasalahan terhadap ketimpangan peran gender yang menaruh perempuan pada posisi sekunder kerap terjadi di Eropa pada akhir abad kesembilan belas hingga awal abad kedua puluh. Banyak perempuan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi, terutama dalam memilih pekerjaan. Hal tersebut digambarkan dalam sebuah film berjudul Paula. Sebagai perempuan muda yang hidup di Jerman pada akhir abad kesembilan belas, tokoh utama bernama Paula Becker harus melalui berbagai konflik untuk mendapatkan posisi di dunia seni yang masih didominasi oleh laki-laki. Dalam mencapai tujuannya, Paula Becker membuat strategi agar karyanya mendapat pengakuan. Penelitian ini dianalisis menggunakan teori The Second Sex dari Simone de Beauvoir dan teori Semiotika oleh Roland Barthes. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bentuk perjuangan pelukis perempuan dalam memperjuangkan aspirasinya. Hasil penelitian menunjukkan bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan serta melihat bentuk strategi yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan di dunia seni Eropa pada akhir abad kesembilan belas. Bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan diperlihatkan saat tokoh Paula tidak memiliki kuasa penuh akan hidupnya sendiri dan eksistensinya sebagai pelukis tidak dianggap oleh orang-orang di lingkungannya. Hal ini mendorong Paula untuk membuat sebuah inovasi berupa lukisan self-portrait nude dengan aliran ekspresionisme sebagai strategi untuk mendapatkan posisi di dunia seni Eropa. ......Problems with unequal gender roles that put women in a secondary position were common in Europe in the late nineteenth and early twentieth centuries. Many women experienced discrimination and marginalization, especially in choosing a job. This is depicted in a movie called Paula. As a young woman living in Germany at the end of the nineteenth century, the main character named, Paula Becker, must go through various conflicts to get a position in the art world, which men still dominate. In achieving her goals, Paula Becker makes strategies so that her work will be recognized. This research is analyzed using Simone de Beauvoir's The Second Sex Theory and Roland Barthes' Semiotics theory. The purpose of this research is to see the form of struggle of female painters in fighting for their aspirations. The research results show the forms of marginalization faced by female artists and the strategies to gain recognition in the European art world at the end of the nineteenth century. The marginalization faced by female artists is shown when Paula's character does not have complete control over her own life, and people in her environment do not consider her existence as a painter. This encourages Paula to create an innovation in the form of nude self-portrait paintings with expressionism as a strategy to gain a position in the European art world.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library