Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila Putri Gusmara
"Mahasiswa tingkat akhir seringkali menghadapi tantangan dalam masa transisi menuju dunia kerja sehingga dibutuhkan adaptabilitas karier untuk mengatasi isu ini. Dalam budaya kolektivistik, orang tua merupakan figur yang berperan penting dalam perkembangan adaptabilitas karier. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran persepsi dukungan orang tua terhadap adaptabilitas karier mahasiswa tingkat akhir. Penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan melibatkan 173 mahasiswa tingkat akhir dari perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, berusia 19 hingga 25 tahun (M = 21,08, SD = 1,15). Alat ukur yang digunakan adalah Career Adapt-Abilities Scale (CAAS) untuk mengukur adaptabilitas karier dan Support, Interference, and Lack of Engagement (SIL) Scale untuk mengukur persepsi dukungan orang tua. Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi dukungan orang tua secara umum tidak menunjukkan peran yang signifikan terhadap adaptabilitas karier (B = 0,12, p > 0,05, R² = 0,01). Sementara itu, hanya dimensi suportif dari persepsi dukungan orang tua yang menunjukkan peran signifikan (B = 0,13, p < 0,01, R² = 0,04).Temuan ini mengindikasikan bahwa bukan keseluruhan bentuk dukungan orang tua yang berdampak, melainkan aspek dukungan yang bersifat suportif, seperti keterlibatan aktif orang tua dalam menanyakan minat karier, mendorong eksplorasi karier, dan memberi arahan karier, yang berkontribusi positif terhadap kemampuan adaptabilitas karier mahasiswa tingkat akhir.

Final-year university students often face challenges during the school-to-work transition, thus requiring career adaptability to overcome these issues. In collectivist cultures, parents play a crucial role in the development of career adaptability. This study aims to examine the role of perceived parental support in the career adaptability of final-year students. Utilizing a correlational design, the study involved 173 final-year students from universities located in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi, aged between 19 and 25 years (M = 21.08, SD = 1.15). The instruments used were the Career Adapt-Abilities Scale (CAAS) to measure career adaptability and the Support, Interference, and Lack of Engagement (SIL) Scale to measure perceived parental support. The results showed that the overall perception of parental support does not play a significant role in career adaptability (B = 0.12, p > 0.05, R² = 0.01). However, only the support dimension of perceived parental support shows a significant role (B = 0.13, p < 0.01, R² = 0.04). These findings suggest that it is not the entirety of parental support that has an impact, but rather the supportive aspect, such as parents’ active involvement in inquiring about career interests, encouraging career exploration, and providing career guidance, that contributes positively to the career adaptability of final-year university students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sakinah
"Keberhasilan generasi muda di masa depan bergantung kepada proses transisi dari sekolah ke bekerja. Proses transisi ini sangat penting tetapi juga mengkhawatirkan karena berdampak jangka panjang terhadap berbagai aspek di masa depan. Sayangnya, penduduk usia muda menghadapi lebih banyak tantangan di pasar kerja akibat kurangnya kualifikasi human capital. Maka memastikan penduduk usia muda memperoleh keterampilan (skill) yang tepat melalui pembentukan keterampilan (skill formation) adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko kegagalan transisi sekolah ke bekerja. Penelitian ini menganalisis transisi sekolah ke bekerja melalui tahapan transisi sekolah ke bekerja dan risiko untuk mendapatkan pekerjaan transited, yaitu pekerjaan yang mengklasifikasikan penduduk muda telah berhasil menyelesaikan transisi. Berbagai jenis skill formation dieksplorasi dalam penelitian ini, yaitu pelatihan, magang, pengalaman bekerja ketika sekolah dan kombinasinya. Dengan menggunakan data penduduk usia 19-29 tahun dari Sakernas tahun 2022-2023, analisis dilakukan dengan regresi logistik ordinal dan survival analysis-competing risk regression. Hasilnya, skill formation yang berbeda memberikan kontribusi yang berbeda. Skill formation berperan sebagai suplemen untuk melengkapi pendidikan formal yang dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan posisi tawar penduduk usia muda di pasar kerja pada fase transisi sekolah ke bekerja. Pengalaman pelatihan dan bekerja ketika sekolah meningkatkan kecenderungan atau peluang penduduk usia muda untuk mencapai tahap transisi yang lebih tinggi, sedangkan dalam jangka pendek pengalaman magang menurunkan kecenderungan untuk mencapai tahap transisi yang lebih tinggi. Pelatihan paling berkontribusi bagi penduduk kelompok rentan (perempuan, di perdesaan serta berpendidikan SMP ke bawah) dan yang berpendidikan perguruan tinggi. Dalam jangka pendek magang hanya berkontribusi positif bagi lulusan SMK. Bagi lulusan perguruan tinggi, pengalaman magang berkontribusi positif jika dikombinasikan dengan pelatihan. Pengalaman pelatihan dan bekerja ketika sekolah berkontribusi lebih tinggi pada lulusan SMA daripada SMK. Di sisi lain, jika dilihat berdasarkan lama mencari kerja, hanya pelatihan yang signifikan meningkatkan risiko penduduk usia muda untuk mendapatkan pekerjaan transited. Artinya pelatihan meningkatkan risiko untuk menjalani masa pencarian pekerjaan transited yang lebih pendek.

The future of young generation greatly depends on school to work transition process. This transition represents an important but also vulnerable moment in the life of young people. It is also a delicate phase that can affect so many aspect in the future. But in reality, young people face more challenges in the labor market due to a lack of human capital qualifications. So, ensuring young people to acquire the right skills through skill formation is one effective way to reduce the risk of a failed transition. This study analyzes young people's school-to-work transition through its stages and the risks of getting a transited job, a job that classifies young people have successfully completed the transition. Various types of skill formation were explored, such as training, internships, work experience while in school and their combinations. Using data of people aged 19-29 years from Sakernas 2022-2023, the analysis was carried out using ordinal logistic regression and survival analysis-competing risk regression. The results show that different skill formation has different contributions. Skill formation acts as a supplement to formal education which give value added to young people and increase their bargaining position in the labor market during school to work transition. Training and work experience while in school increases the odds  to reach a higher transition stage, while in the short term, internship reduces the odds to reach a higher transition stage. Training contributes the most to vulnerable groups (women, young people in rural areas and those with low education) but also those with tertiary education. In the short term, internships only contribute positively to SMK graduates. For those with tertiary education, internship contributes positively when combined with training. Training and work experience while inschool contributes more to those who graduating from SMA than SMK. On the other hand, based on the job searching duration, the only skill formation that significantly increases the risk of getting a transited job is training. This means that training increases the risk of having a shorter transited job searching period.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library