Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mukti Wibowo
"KPK memiliki pengawasan fungsional dari internal lembaga yakni Dewan Pengawas KPK dan Inspektorat KPK. Pada awal tahun 2021, diketahui terjadi penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik KPK. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan adanya pengawasan fungsional dari internal lembaga sekalipun, tidak mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh penyidik. Permasalahan yang diangkat oleh peneliti berupa kendala apa dalam pengawasan (secara umum) terhadap penyidik, bagaimana pengawasan dan apa kendala pengawasan, serta pola pengawasan yang optimal dilaksanakan oleh Satuan Tugas Penyidik terhadap penyidik agar tidak menyalahgunakan wewenangnya. Penelitian ini menggunakan metode explanatori, bertujuan menjelaskan bagaimana pengawasan terhadap penyidik KPK sehingga penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik KPK terjadi dan melakukan analisa terhadap pengawasan yang dilakukan Satuan Tugas Penyidik terhadap penyidik dan kendalanya, sehingga pengawasan yang optimal dapat dilakukan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dengan pendekatan kualitatif dan desain studi kasus. Pengumpulan data dengan proses wawancara terhadap informan kunci dan informan sebagai subjek penelitian, melakukan observasi lingkungan kerja penyidik pada Direktorat Penyidikan, kemudian menganalisis data hasil wawancara dan observasi dengan mengaitkan temuan terhadap konsep teori dan kajian pustaka yang digunakan peneliti. Dari hasil penelitian, diketahui kendala pada pengawasan (secara umum) yakni pengawasan dilakukan berupa pengawasan represif setelah adanya laporan atau informasi penyalahgunaan wewenang yang terjadi, tidak terlaksananya penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku yang berlaku di KPK dan pengawasan tidak melekat terhadap penyidik. Pengawasan Satuan Tugas Penyidik belum optimal dengan kendala tidak dapat dilakukannya pengawasan melekat 1X24 jam dan masih adanya budaya “ewuh pekewuh”. Atas kendala tersebut, peneliti menyarankan beberapa hal seperti perumusan aturan yang mendukung pengawasan internal untuk melakukan pengawasan preventif, perlunya sarana dan prasarana komunikasi pelaporan terhadap pengawasan internal, membudayakan budaya egaliter yang benar, pembenahan sistem rekruitmen penyidik yang berintegritas bukan hanya kuantitas, pembekalan dan penyuluhan secara periodik kepada penyidik untuk pemahaman dan penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku yang berlaku di KPK, serta pemberian contoh tauladan dari senior dan pimpinan KPK.

KPK has functional oversight from internal institutions, KPK Supervisory Board and KPK Inspectorate. At the beginning of 2021, KPK investigators had abused their authority. This proves that functional oversight from internal institutions, it does not prevent abuse of authority by investigators. The problems raised by the researcher are in the form of what constraints are in supervision (in general) of investigators, how is supervision and what are the constraints, as well as the optimal pattern of supervision carried out by the Investigative Task Force against investigators so as not to abuse their authority. Uses the explanatory method, aims to explain how to supervise KPK investigators so that abuse of authority by KPK investigators occurs and analyze the supervision carried out within the scope of the Investigator Task Force on investigators and the constraints, so it can be concluded on how optimal supervision can be carried out so as not to there was an abuse of authority by KPK investigators. With a qualitative approach and case study design. By interviewing key informants and informants as research subjects, then observing the work environment of investigators at the Directorate of Investigation, then analyzing the data from interviews and observations by linking the findings to theoretical concepts and literature review used by researchers. The results are, there are obstacles to supervision (in general), namely supervisory actions carried out only in the form of repressive supervision after reports or information regarding the abuse of authority that occurred, the implementation of the Basic Values, Code of Ethics, and Code of Conduct that apply at the KPK is not implemented and supervision is not attached to investigators. The supervision of the Investigative Task Force was not optimal with the constraints that it could not carry out 1X24 hour inherent supervision and there was still a culture of "ewuh pekewuh". The suggests are such as the formulation of rules that support internal supervision to carry out preventive supervision, the need for communication facilities and infrastructure for reporting on internal control, cultivating a true egalitarian culture, improving the investigator recruitment system with integrity not just quantity, provision and counseling in a comprehensive manner. periodically to investigators to understand and apply the Basic Values, Code of Ethics, and Code of Conduct that apply at the KPK, provide exemplary examples from KPK seniors and leaders."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Maharani Putri
"Pandemi COVID-19 di Indonesia mendorong pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Satgas tersebut dapat menerbitkan kebijakan terkait penanganan pandemi, tetapi masih ada unsur pemerintahan yang tidak patuh. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana kewenangan Satgas Penanganan COVID-19 serta bagaimana akibat hukum apabila pemerintah daerah tidak menaati kebijakan yang diterbitkan Satgas Penanganan COVID-19, dalam hal ini Penulis mengambil salah satu kebijakan yakni peniadaan mudik di tahun 2021. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Satgas Penanganan COVID-19 memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan terkait percepatan penanganan COVID-19 yang mengikat kementerian/lembaga, pemerintah daerah terkait, akademisi, pelaku usaha, serta pihak lain yang dipandang perlu, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 10 Perpres 82/2020 serta Pasal 14 Keputusan Ketua KPCPEN 1/2020. Kewenangan lainnya yang dimiliki oleh Satgas Penanganan COVID-19 tercantum pada Pasal 12 Perpres 82/2020, yakni memberikan pertimbangan, rekomendasi, serta arahan kepada gubernur dan bupati/walikota untuk membentuk Satgas Penanganan COVID-19. Adapun keputusan yang dibentuk Satgas Penanganan COVID-19 tidak termasuk hierarki peraturan perundang-undangan sehingga tidak dapat mengikat elemen pemerintahan. Maka dari itu, kementerian hadir untuk menindaklanjuti kebijakan Satgas tersebut dengan peraturan menterinya sehingga dapat mengikat secara hukum, termasuk pemerintah daerah. Sanksi yang dapat dikenakan jika tidak menaati peraturan perundang-undangan tersebut adalah pemberhentian bagi kepala daerah dan/atau wakilnya, serta pembatalan peraturan tingkat daerah yang bertentangan, sebagaimana tercantum pada Pasal 78 dan Pasal 251 UU 23/2014.

COVID-19 pandemic in Indonesia prompted the government to form COVID-19 Task Force as part of the COVID-19 Handling Committee and National Economic Recovery (KPCPEN). The Task Force can issue policies related to handling the pandemic, but there are still governmental elements that doesn’t have to comply. Therefore, this study aims to discuss how the authority of the Task Force for Handling COVID 19 is and how their policy applies, in this case the author takes example which is prohibition of going home in 2021. The methodology used is normative juridical with qualitative data. The result of this study indicates that COVID-19 Task Force has authority to make decisions regarding acceleration of handling COVID-19 that binds relevant ministries/agencies, local governments, academics, and other necessary parties, as stated in Article 10 Presidential Regulation 82/2020 and Article 14 of KPCPEN Chairperson Decree 1/2020. Other authority is to provide considerations, recommendations, and directions to governors and regents/mayors to form a COVID-19 Task Force as listed in Article 12 of Presidential Regulation 82/2020. Unfortunately, the decisions made by COVID- 19 Task Force isn’t considered in the hierarchy of laws so it cannot bind government elements. Therefore, the ministry is present to follow up the Task Force's policies with ministerial regulations so it can be legally binding, including to bind local governments. Sanctions that could be imposed if they don’t comply with the said ministerial regulations are dismissal of regional head, also the cancellation of conflicting regional level regulations, as stated in Article 78 and 251 Law 23/2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Solehah
"Latar Belakang: Sebagai upaya mempercepat penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia Presiden mengintruksikan pembentukan Satgas Penanganan COVID-19 di daerah dari mulai tingkat provinsi sampai tingkat desa/kelurahan dan tingkat dusun RT/RW. Pemerintah Desa sebagai bagian dari sub sistem Pemerintahan Daerah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat harus berperan dan bertanggung jawab dalam kegiatan penanganan COVID-19 di lingkup wilayahnya. Desa Pugul menempati posisi ketiga sebagai Desa dengan jumlah COVID-19 tertinggi di Kecamatan Riau Silip yaitu sebanyak 20 kasus. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diketahui bagaimana penanganan COVID-19 oleh Satgas Desa di wilayahnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan manajemen penanganan COVID-19 oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di Desa Pugul Kabupaten Bangka pada tahun 2021. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil: Hasil penelitian ini merupakan gambaran manajemen penanganan COVID-19 oleh Satgas Penanganan COVID-19 di Desa Pugul tahun 2021 yang ditinjau dari gambaran input (SDM, Dana, Metode, Sarana dan Prasarana), gambaran manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan) serta gambaran output (penanganan kasus COVID-19). Kesimpulan dan Saran: Manajemen penanganan COVID-19 oleh Satgas Penanganan COVID-19 di Desa Pugul masih belum optimal dan belum sesuai dengan kebijakan penanganan COVID-19. Oleh karena itu, saran dari peneliti adalah membentuk Satgas Penanganan COVID-19 hingga ke Tinggkat RT/RW/Dusun, melaksanakan kegiatan KIE secara rutin, melibatkan semua unsur masyarakat untuk mendukung kegiatan penanganan COVID-19 di Desa Pugul.

Background: As an effort to accelerate the handling of the COVID-19 pandemic in Indonesia, the President instructed the establishment of a COVID-19 Handling Task Force in the regions from the provincial level to the village/ward level and the RT/RW hamlet level. The Village Government as part of the Regional Government sub-system that is directly in contact with the community must play an important role and be responsible for handling COVID-19 activities within its territory. Pugul Village occupies the third position as the village with the highest number of COVID-19 in Riau Silip District, which is as many as 20 cases. Based on this background, it is necessary to know how the Village Task Force handles COVID-19 in its area. Objective: This study aims to describe the management of COVID-19 handling by the COVID-19 Handling Task Force in Pugul Village, Bangka Regency in 2021. Methods: This study uses a qualitative approach with a case study method. Results: The results of this study are a description of the management of COVID-19 handling by the COVID-19 Handling Task Force in Pugul Village in 2021 which is viewed from the input description (HR, Funds, Methods, Facilities, and Infrastructure), management description (planning, organizing, implementing, and supervision) as well as a description of the output (handling of COVID-19 cases). Conclusions and Suggestions: The management of COVID-19 handling by the COVID-19 Handling Task Force in Pugul Village is still not optimal and not following the COVID-19 handling policy. Therefore, the suggestion from the researcher is to form a COVID-19 Handling Task Force down to the RT/RW/Dusun level, carry out routine IEC activities, involve all elements of the community to support COVID-19 handling activities in Pugul Village."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indriana
"ABSTRACT
Dalam penelitian ini, penulis mencoba melihat dampak efek general deterrence yang dihasilkan oleh Operasi Tangkap Tangan OTT Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Satgas Saber Pungli sebagai sebuah lembaga hukum yang baru diresmikan pada tahun 2016. Kemudian, penulis mengaitkan dampak tersebut terhadap tingkat risiko pegawai kantor kelurahan di Kota Depok melakukan pungutan liar. Untuk melihat tingkat efek general deterrence penulis menggunakan tujuh elemen deterrence dari Stafford dan Warr Sitren, 2007 yaitu kepastian hukuman, keseriusan hukuman, pengalaman orang lain, keuntungan dan kerugian, impulsivitas, dan keagamaan. Kemudian, dalam melihat tingkat risiko pelanggaran, penulis meminjam elemen-elemen dari teori routine activities yaitu pelaku yang termotivasi motivated offender, target yang cocok suitable target dan tidak adanya penjagaan yang mumpuni absence of a capable guardian . Hasil olah data dari kuesioner yang disebarkan ke 152 responden menyatakan bahwa semakin tinggi efek general deterrence OTT Satgas Saber Pungli, maka semakin rendah risiko pelanggaran pegawai kantor kelurahan di Kota Depok.

ABSTRACT
In this research, the author tried to see the impact deterrence effect generated by the Operasi Tangkap Tangan OTT or apprehension by The Sapu Bersih Pungutan Liar Task Force Saber Pungli Task Force as a new legal institution officially established in 2016. Afterwards, the author linked the impact to the risk level of violation illegal levies by urban village officer in Depok City. To see the general deterrence level the author used seven elements from Stafford and War Sitren, 2007, namely certainty of punishment severity of punishment the experience of others costs and benefits impulsivity, and religiosity. Then, in the variable of violation risk, the author used elements of the routine activities theory namely motivated offender, suitable targets and absence of capable guardians. The results of this research from the questionnaires distributed to 152 respondents stated that the higher the general deterrence level of OTT by Saber Pungli Task Force, the lower the violation risk of the urban village officer in Depok City."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zur Fikri Syam Dimasyqi
"Skripsi ini membahas mengenai Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan yang tumpang tindih dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi dengan modus pungutan liar, dimana Satgas Saber Pungli memiliki wewenang untuk melakukan operasi tangkap tangan dalam upaya pemberantasan pungutan liar, sedangkan KPK juga mempunyai wewenang operasi tangkap tangan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Untuk mempermudah pemahaman, skripsi ini mengambil contoh kasus operasi tangkap tangan KPK kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen pada tahun 2018. Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang berfokus pada hukum positif yang mengatur mengenai kewenangan Satgas Saber Pungli dan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan modus pungutan liar. Pokok permasalahan dari skripsi ini adalah mengapa terjadi tumpang tindih terhadap pemberantasan pungutan liar antara Satgas Saber Pungli dan KPK, kemudian bagaimana pelaksanaan dan pengaturan dari kewenangan yang tumpang tindih tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan Satgas Saber Pungli dan KPK dalam hal pemberantasan pungutan liar. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah bahwa Satgas Saber Pungli dan KPK perlu mengatur secara jelas mengenai kewenangan yang tumpang tindih dalam penanganan kasus korupsi pungutan liar dan kedua pihak perlu untuk menentukan bentuk pengaturan yang tepat untuk mengatur kewenangan yang tumpang tindih tersebut.

This thesis discusses the Task Force to Clean Up Illegal Levies (Satgas Saber Pungli) and the Corruption Eradication Commission (KPK) which have overlapping authority in terms of eradicating criminal acts of corruption with an illegal levy mode, where the Saber Pungli Task Force has the authority to conduct hand arrest operations. in the effort to eradicate illegal levies, while the KPK also has the authority to catch hand in the effort to prosecute corruption. To make it easier to understand, this thesis takes the example of the case of the arrest of the head of the Sukamiskin Penitentiary (Kalapas), Wahid Husen in 2018. This thesis is a normative legal research that focuses on positive law that regulates the authority of the Saber Pungli Task Force and the KPK in eradicating criminal acts. corruption by way of extortion. The main problem in this thesis is why there is an overlapping authority of the Saber Pungli Task Force and the KPK in eradicating corruption by using illegal fees, then how is the implementation and regulation of these overlapping powers. The purpose of this study was to determine the authority of the Saber Pungli Task Force and the KPK in terms of eradicating illegal fees. The research result of this thesis is that the Saber Pungli Task Force and the Corruption Eradication Commission need to clearly regulate the overlapping authority in handling illegal extortion corruption cases and the two parties need to determine the appropriate form of regulation to regulate this overlapping authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyzia Ellena Ayuningtyas
"Tesis ini membahas mengenai pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja oleh pemberi kerja setelah berlakunya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 dimana pemberi kerja wajib untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana implementasi Keputusan Menteri ini pada pelaksanaannya. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana implementasi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dan non-doktrinal. Setiap pekerja memiliki hak atas perlindungan terhadap moral dan juga kesusilaan serta diperlakukan sebagaimana harkat dan martabat manusia dan juga nilai-nilai agama, namun tindak kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapa pun sehingga penting untuk dibentuk pihak yang khusus untuk menangani pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.

This thesis discusses the formation of a Task Forces for the Prevention and Handling of Sexual Violence Within the Workplace by employers after the issuance of the Minister of Manpower Decree Number 88 of 2023 where employers are required to form a Task Forces for the Prevention and Handling of Sexual Violence Within the Workplace, but further research needs to be done on how the implementation of this Ministerial Decree is implemented. This thesis aims to find out what is meant by sexual violence, its impact on victims, and how the the Minister of Manpower Decree Number 88 of 2023 is implemented. The research methods used are doctrinal and non-doctrinal. Every worker has the right to protection of morals and decency and to be treated according to human dignity and religious values, however sexual violence can happen to anyone so it’s important to establish a special party to handle the prevention and handling of sexual violence in the workplace."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library