Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwan Adiwijaya
Abstrak :
Penelitian ini merumuskan wilayah potensi konflik berdasarkan identifikasi persepsi wilayah pelayanan usaha dari masing-masing individu, Komponen Peta Mental Dalam proses pemetaan gambaran secara umum yang ditampilkan merupakan bentuk-bentuk geometris yang berupa titik, garis, area, dan permukaan, dari pemodelan mental map spasial Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan ditemukan adanya wilayah territorial yang  kuat dari pedagang baik jenis pedagang sate Madura baik yang mangkal/menetap maupun pedagang sate Madura keliling. Titik lokasi pedagang sate Madura mangkal membentuk pola yang teratur dan tidak terdapat posisi yang berhimpitan antara mereka namun titik lokasi tersebut memiliki radius wilayah, radius wilayah tersebut merupakan bentuk territorial yang di anggap sebagai suatu kepemilikan. Wilayah pedagang sate Madura keliling berbentuk mengikuti bentuk jalan dan juga merupakan bentuk territorial dan di anggap sebagai suatu kepemilikan pedagang. Wilayah territorial tersebut tidak dapat terlihat oleh kasat mata dari pengolahan data terjadi tumpang tindih yang menjadi potensi konflik. Penelitian mengungkapkan bahwa Pedagang sate Madura baik yang mangkal maupun yang keliling  dari sebaran lokasinya mengikuti pola jaringan jalan sebaran pedagang sate Madura tersebut menunjukkan konsentrasi tinggi pada wilayah pemukiman padat tidak teratur namun memiliki banyak jaringan jalan. ......This research formulates conflict potential areas based on the identification of the perception of the business service area of ​​each individual, Mental Map Components In the mapping process the general picture displayed is geometric shapes in the form of points, lines, areas, and surfaces, from mental map spatial modeling Pancoran District, South Jakarta, found a strong territorial area of ​​traders, both types of Madura satay traders, both resident and traveling Madura satay traders. The location points of the Madura satay traders hang out in an orderly pattern and there is no overlapping position between them, but the location points have an area radius, the radius of the area is a territorial form which is considered as ownership. The area of ​​the traveling Madura satay traders is shaped to follow the shape of the road and is also a territorial form and is considered as a trader's ownership. The territorial area cannot be seen by the naked eye from data processing, there is an overlap which becomes a potential conflict. The study revealed that Madura satay traders, both those who hung out and who traveled from their locations, followed the pattern of the road network distribution of the Madura satay traders, showing high concentrations in densely irregular residential areas but with many road networks.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perantau Madura yang pertama dari kecamatan B]ega tiba di Jakarta adalah pada tahun 1928. Hal ini sesuai dengan ke_terangan pak Marjudin, yaitu salah seorang perintis perantau Madura di Kelurahan Kebon Kacang.. Menurut dia pada waktu itu hanya ada dua orang perantau Madura yang berada di Jakarta yang w .berasal dart Kecamatan Blega yaitu Pak Haiti dan Pak Siman. Datangnya mereka bertiga di Jakarta pada waktu yang hampir bersaaaan. Naaun demikian ini tidak berarti bahwa se_belum mereka tiba di Jakarta tidak ada orang Madura. Keadaan ini dapat dilihat mengenai cerita tentang dirinya pada hala_man 104-108. Dia menyatakan bahwa pada waktu pertama kali da tang di Jakarta dia dibantu oleh orang Madura juga,. sehingga dia b.sa melakukan usaha dagang sate. Orang yang aembantu dia itu juga melakukan pekerjaan berdagang sate. Daerah asal orang tersebut saja yang berbeda, yaitu berasal dari daerah sebelah utara (Madura,. daja) yaitu daerah-daerah Pamekasan atau Sumenep. Pak Marjudin sendiri tidak dapat menerangkan secara pasti dari mana daerah asal orang yang membantunya itu, dia hanya tahu bahwa orang tersebut berasal dari daerah
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S12903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meizana Radini Wahyana
Abstrak :
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah mengklasifikasikan benzo(a)piren ke dalam grup 2A (berpotensi sebagai karsinogenik pada manusia). Benzo(a)piren ditemukan dalam makanan yang dipanggang dengan pemanasan pada temperatur tinggi (di atas temperatur 200ºC), dengan kandungan lemak tinggi. Pada penelitian ini dilakukan analisis benzo(a)piren dalam sate yang berasal dari ayam broiler dipanggang di atas arang hingga matang, ayam broiler dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam broiler dipanggang di dalam oven hingga matang secara kromatografi cair kinerja tinggi. Metode ini menggunakan kolom C18-RP dengan detektor UVVis pada panjang gelombang 296 nm, fase gerak asetonitril-air (90:10), dan laju alir 1,2 mL/menit. Waktu retensi yang dibutuhkan benzo(a)piren adalah ± 10,1 menit. Sampel disaponifikasi dengan KOH dalam metanol menggunakan refluks, kemudian disari dengan n-heksana. Filtrat heksana yang telah dipekatkan dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel-alumina (1:1) dengan eluen diklorometana. Rentang kurva kalibrasi 0,01-0,25 μg/mL menunjukkan nilai linieritas 0,99998; dengan batas deteksi 0,001455 μg/mL; batas kuantitasi 0,004849 μg/mL; dan koefisien variasi sebesar 0,3828 %. Kadar benzo(a)piren dalam lima sampel yang dianalisis yaitu 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034± 0,00017 μg/g; 0,0422± 0,00015 μg/g.
The International Agency for Research on Cancer has classified benzo(a)piren in group 2A (probably carcinogenic for humans). The studies show that benzo(a)piren was found in food with strongly heated (more than 200 ºC) and content high fat. In this research, analysis benzo(a)piren in sate from a broiler chicken in charcoal grilled, local chicken in charcoal grilled, and broiler chicken in oven grilled. This method used C-18 column, acetonitril-air (90:10) as mobile phase, at the flow 1,2 mL/minutes and detection at 296 nm. Sample was saponification with 2 M KOH in methanol refluks for two hours, than the filtrate extraction with n-hexane, and clean-up with column chromatography with dichlormetane as mobile phase and silica gel-alumina (1:1) as a stationary phase. Calibration curve was perfomed in the range 0,01-0,25 μg/mL, the result show good linierty with coefficient of correlation of 0,99998, limit of detection 0,001455 μg/mL; and limit quantitation 0,004849 μg/ml and repeatability 0,3828%. The level of benzo(a)piren in five sate are 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034±0,00017 μg/g; 0,0422±0,00015 μg/g.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S33029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angra Angreni
Abstrak :
Merupakan segmen dari lingkungan bersejarah yaitu Kompleks Kawasan Gedung Sate yang menjadi tempat representatif untuk melakukan berbagai macam aktivitas budaya masyarakat. Wujud yang paling nyata dari proses budaya tersebut yaitu munculnya beragam budaya populer di ruang terbuka Lapangan Gasibu dan Koridor Taman MPRJB. Wujud budaya populer itu diantaranya adalah : kegiatan festival dan kesenian, aktivitas olah raga, kegiatan perkumpulan komunitas, dan pasar kaget. Namun, kondisi ini menyebabkan terjadinya problema yang dilematis pada perwajahan lingkungan menyangkut ide awal dan kenyataan yang ada sekarang. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi, maka diperlukan sebuah upaya untuk membentuk sebuah pusat budaya sebagai ruang yang representatif agar aktivitas berkebudayaan itu mendapatkan ruang yang memadai. Perancangan pusat budaya tersebut adalah di daerah Sekeloa dan Koridor Taman Monumen. Bertujuan untuk mewujudkan gagasan membuat garis lurus (sumbu imajiner) Gedung Sate ke Gunung Tangkuban Perahu. Konsep perancangan dirumuskan berdasarkan pendekatan cultural landscape. Cultural landscape dapat menjadi tolak ukur untuk menilai dan membangun lingkungan tempat tinggal; sarana untuk mengatasi perbedaan antara lingkungan bersejarah dan lingkungan dengan segala pengembangan barunya; sarana yang mengakomodasi segala bentuk budaya yang berkembang. Metode penelusuran sejarah dan survey digunakan untuk menemukan pembentuk cultural landscape yang paling menonjol pada kawasan, yaitu berupa : nilai historis kawasan, beragam budaya, dan keunikan kondisi geografis kawasan tersebut yang menjadikan kawasan ini berpotensi menjadi sebuah kawasan wisata sejarah, pendidikan, budaya, dan kuliner. Dengan demikian, pemahaman cultural landscape dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengaturan kuantitas dan kualitas unsur-unsur yang berhubungan dengan pembentukan dan penataan Kawasan Penggal Koridor dan Simpul Aksis Kawasan Gedung Sate ini, guna melestarikan dan mengembangkan kawasan tersebut agar tidak kehilangan identitas historis dan budayanya. Penataan dengan pendekatan cultural landscape diwujudkan dengan menggunakan prinsip desain Ekologikal Demokrasi, yang mengkaji manusia, alam, budaya, dan warisan bangunan bersejarah sebagai satu kesatuan pembentuk citra dan identitas tempat. ...... Corridor Segment Area and Kompleks Gedung Sate Axis Node is a part of the historic environment which is became the representative to perform a wide variety of cultural activities. The most obvious manifestation of the cultural process is the emergence of the variety popular culture in Gasibu Field and Corridor Segment Area. Manifestation popular culture that include : festivals and arts activities, sports activities, community association activities, and Pasar Kaget. However, this condition causes dilemma problems in the typographical arrangement environmental regarding the initial idea be compared with the fact now. To prevent worsening of the condition, it would require an effort to establish a cultural center as a representative space in order to the culture activity get the comfortable space. The design of the cultural center is in the Sekeloa area and Corridor Segment Area. Aimed to realize the idea of making a straight line (the imaginary axis) from Gedung Sate to Tangkuban Perahu Mount. The concept design was formulated based on the cultural landscape approach. Cultural landscape can be a benchmark for assessing and building living environments; means to resolve differences between the historic environment and the environment with all the new development; facilities that accommodate all forms of culture that flourished. History research and survey methods used to discover the cultural landscape forming the most prominent in the region, which are : the historical value of the area, diversity of culture, and the unique of geographical conditions area, that made this area could potentially become a tourist destination, like history tourism, education tourism, culture tourism, and culinary tourism. Thereby, understanding the cultural landscape can be used as a guide to arrangements the quantity and quality of the elements involved in the formation and structuring Corridor Segment Area and Kompleks Gedung Sate Axis Node, to preserve and develop the area in order not lose the historical and cultural identity. Arrangement of the cultural landscape approach is realized by using ecological democracy design principles, which examines the human, natural, cultural, historic and heritage buildings as a whole forming the image and identity of the place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library