Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachman Ramadhan
"Asiklovir, 9-[(2-Hidroksietoksi)-metil]guanin, adalah derivat guanosin asiklik yang merupakan penghambat selektif terhadap replikasi virus herpes dengan aktivitas antiviral yang poten secara klinis terhadap herpes simpleks dan virus Varicella zoster. Metode kromatografi cair kinerja tinggi yang sederhana dan sensitif telah dikembangkan dan dioptimasi serta divalidasi untuk menganalisis asiklovir dalam plasma manusia in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi garam yang digunakan sebagai reagen salting out sehingga metode yang digunakan lebih sensitif dan valid untuk penetapan kadar asiklovir. Sampel plasma (500 μl) diekstraksi dengan 3 ml diklormetan-isopropanol (1:1, v/v) dan penambahan 500 μl larutan amonium sulfat 4 M. Pemisahan komponen dalam ekstrak plasma dianalisis menggunakan kolom Kromasil® fase terbalik 100-5C18 (250 x 4,6 mm, 5μm) dan dideteksi pada panjang gelombang 253 nm. Analisis dilakukan dengan fase gerak yang terdiri dari metanol-larutan natrium dihidrogen fosfat 0,02 M yang mengandung natrium dodesil sulfat 5 mM pH 3,04 dengan variasi elusi gradien perbandingan komposisi fase gerak yaitu 30:70 (v/v) dan 25:75 (v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Zidovudin digunakan sebagai baku dalam. Diperoleh koefisien korelasi kurva kalibrasi (r = 0,99546) pada rentang konsentrasi 20,32-1016 ng/ml. Nilai LLOQ yang diperoleh adalah 20,32 ng/ml. Nilai koefisien variasi dan % diff pada tiga konsentrasi asiklovir lebih rendah dari 15%. Uji perolehan kembali asiklovir diperoleh antara 80-120 %. Hasil validasi metode memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Acyclovir, 9?[(2-Hidroxysietoxy)-methyl]guanine, is an acyclic guanosine derivative that show selective inhibition of herpes virus replication by clinically potent antiviral activity against herpes simplex and Varicella zoster virus. A simple and sensitive high performance liquid chromatography method has been developed, optimized, and validated for analysis of acyclovir in human plasma in vitro. This study aims to determine the type and concentration of salt used for salting out reagent so that the method used is more sensitive and valid for the assay of acyclovir. Plasma sample (500 μl) was extracted with 3 ml dichlormethane-isopropyl alcohol (1:1, v/v) and the addition of 500 μl ammonium sulphate solution 4M as salting out reagent. Separation of components in the plasma extracts were analyzed using reversed-phase on Kromasil® 100-5C18 (250 x 4,6 mm) column and detected at wavelength of 253 nm. The analysis was done by using mobile phase consisting of methanol-sodium dihydrogen phosphate 0,02 M solution containing sodium dodecyl sulphate 5 mM pH 3,04 with gradient elution variation composition of mobile phase that was 30:70 (v/v) and 25:75 (v/v) at flow rate 1,0 ml/min. Zidovudine used as internal standard. The coefficient of correlation value obtained by calibration curve in the concentration range of 20,32?1016 ng/ml. The lower limit of quantitation (LLOQ) was found to be 20,32 ng/ml. Value of the coefficient of variation and % diff at three concentrations of acyclovir is lower than 15%. The acyclovir recovery percentage was between 80-120 %. The result of validation method fulfilled for the given criteria."
2012
S42133
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dzaky Erlangga Mumtaz
"Latar Belakang
Tiamin merupakan mikronutrien yang dibutuhkan dalam proses metabolisme energi. Defisiensi tiamin dapat menyebabkan berbagai kelainan jangka pendek dan jangka panjang, terutama pada populasi khusus, seperti pasien dengan diabetes atau stunting. Meskipun pentingnya kecukupan tiamin, belum terdapat standar tiamin serum bagi populasi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh metode pengujian yang belum optimal untuk dilakukan pada sampel besar. Karena itu dikembangkan metode pengukuran yang lebih ekonomis dan praktis menggunakan prinsip ELISA namun menggunakan protein ikat tiamin. Protein ini telah ditemukan dalam berbagai spesies kacang-kacangan. Penelitian ini mengeksplorasi keberadaannya pada spesies kacang yang masih kurang diteliti, yaitu kacang lima (Phaseolus lunatus)
Metode
Kacang lima dihaluskan dan dibuat tiga sampel kacang, masing-masing sebanyak 5 gram. Tiap sampel dilarutkan menggunakan dapar fosfat. Larutan tersebut disentrifugasi dan supernatan diambil. Dilakukan proses salting out dengan ammonium sulfat, lalu larutan kembali disentrifugasi. Presipitat diisolasi dan dilarutkan dengan dapar fosfat lalu menjalani proses dialisis. Kadar protein diukur menggunakan spektrofotometer. Ditambahkan larutan tiamin pada sampel hasil salting out, kemudian dilakukan dialisis kesetimbangan untuk mengukur aktivitas pengikatan tiamin. Absorbansi dialisat dibaca untuk menghitung jumlah tiamin terikat.
Hasil
Penelitian ini menunjukkan bahwa kacang lima mengandung rata-rata 7,61 gram protein/100 gram kacang. Ditemukan aktivitas pengikatan tiamin yang bervariasi antara 573,16 dan 878,09 μg/10 gram kacang dengan rasio tiamin terikat per jumlah protein 0,95μg/mg protein.
Kesimpulan
Ditemukan protein ikat tiamin pada kacang lima dengan aktivitas yang tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya.

Introduction
Thiamine is a micronutrient essential for energy metabolism, and its deficiency may lead to various disorders, especially on certain populations, such as diabetic and stunting patients. In Indonesia, there is no established serum thiamine standard, partly due to the unoptimal testing methods available. Therefore, a more economical and practical measurement method was developed using the ELISA principle but using thiamine binding protein found in various species of beans. This research explores its presence in a lesser-studied lima bean (Phaseolus lunatus)
Method
Lima beans were ground and three samples are prepared, each containing 5 grams of bean. Each sample is dissolved using phosphate buffer. The solution was centrifuged and the supernatant was collected. Ammonium sulfate was added to precipitate protein, then the solution was centrifuged again. The precipitate was isolated and dissolved in phosphate buffer, then dialysed. Protein levels were measured using a spectrophotometer. Thiamine solution was added to the salted out sample, then equilibrium dialysis was carried out to measure the thiamine binding activity. Absorbance reading of the dialysate were used to quantify bound thiamine.
Results
Lima beans contain an average of 7.61 grams of protein/100 grams. Thiamine binding activity ranged from 573.16 to 878.09 μg per 10 grams of beans with a ratio of bound thiamine per amount of protein of 0.95 μg/mg protein.
Conclusion
Thiamine binding protein was found in Lima beans with high activity compared to other sources.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josua Kristiano Hilmanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tiamin merupakan kelompok vitamin B yang dibutuhkan manusia namun harus diperoleh dari sumber luar. Tiamin memiliki banyak fungsi penting dalam tubuh, sehingga kekurangan tiamin dapat menyebabkan masalah serius. Pemeriksaan kadar tiamin dalam tubuh dengan metode yang tersedia saat ini membutuhkan biaya yang mahal. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah ide untuk menggunakan prinsip ELISA dengan memanfaatkan protein pengikat tiamin dari sumber yang mudah diperoleh dan murah untuk skrining. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya protein pengikat tiamin pada ketan hitam (Oryza sativa L.).
Metode: Isolasi protein pengikat tiamin dari ketan hitam (Oryza sativa L.) dilakukan dengan metode salting out, dialisis, dan dialisis kesetimbangan. Salting out menggunakan konsentrasi garam amonium sulfat 90%.
Hasil: Dalam penelitian ini, konsentrasi protein total adalah 5.190,48 g/mL setelah tahap salting out. Adanya protein pengikat tiamin dalam protein total dapat dibuktikan dengan dialisis ekuilibrium. Protein pengikat tiamin dari ketan hitam (Oryza sativa L.) dapat mengikat tiamin pada dialisis kesetimbangan 0,479 g/gram tepung.
Kesimpulan: Ketan hitam (Oryza sativa L.) mengandung protein pengikat tiamin.
ABSTRACT
Background: Thiamine is a group of B vitamins that humans need but must be obtained from external sources. Thiamine has many important functions in the body, so thiamine deficiency can cause serious problems. Examination of thiamine levels in the body with currently available methods is expensive. Based on this, the idea was born to use the ELISA principle by utilizing thiamine binding proteins from sources that are easily obtained and inexpensive for screening. This study aims to determine the presence of thiamine binding protein in black sticky rice (Oryza sativa L.).
Methods: Isolation of thiamine binding protein from black sticky rice (Oryza sativa L.) was carried out by salting out, dialysis, and equilibrium dialysis methods. Salting out using a 90% concentration of ammonium sulfate salt.
Results: In this study, the total protein concentration was 5,190.48 g/mL after the salting out stage. The presence of thiamine-binding protein in total protein can be demonstrated by equilibrium dialysis. Thiamine binding protein from black sticky rice (Oryza sativa L.) can bind thiamine at equilibrium dialysis of 0.479 g/gram flour.
Conclusion: Black sticky rice (Oryza sativa L.) contains thiamine binding protein."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Suhadi
"Tujuan penelitian ini ialah :
(1) Mempelajari aspek C. botulinum pada pengawetan ikan dengan proses radurisasi, khususnya terhadap bahaya keracunan toksin botulinum;
(2) Pengembangan metode penentuan toksin secara in vitro, berdasarkan sifat hambatan aktivitas enzim asetilkolinesterase oleh pengaruh toksin botulinum;
(3) Sebagai latar belakang dipelajari pula sebaran tipe-tipe C. botulinum di wilayah perairan Indonesia bagian barat.
C. botulinum yang terdapat dalam sampel lumpur dan organisme laut yang berasal dari wilayah perairan Indonesia bagian barat terutama bukan tipe E dan bersifat proteolitik.
Pembentukan toksin pada ikan segar yang disimpan pada suhu 10,5 dan 7,400 terjadi sebelum atau setelah ikan menjadi busuk, bergantung pada perlakuan jenis ikan, dosis iradiasi, strain, dan tingkat inokulasi spora. Sedangkan bila penyimpanan dilakukan pada suhu 5,60C pembentukan toksin terjadi setelah ikan menjadi busuk, tanpa mempertimbangkan perlakuan yang digunakan dalam percobaan. Peranan dosis radurisasi berpengaruh hanya terhadap peningkatan daya simpan ikan; sedang perlakuan suhu rendah, selain.meningkatkan daya simpan, juga menghambat proses pembentukan toksin.
Pembentukan toksin botulinum tipe B proteolitik pada ikan pindang yang mengandung garam kurang dari 1,0 persen terjadi sebelum atau setelah ikan menjadi busuk, bergantung pada tingkat inokulasi spora. Sedangkan pada sampel yang mengandung garam antara 4-6 persen, pembentukan toksin terjadi setelah ikan menjadi busuk, tanpa mempertimbangkan strain dan tingkat inokulasi spora. Proses radurisasi dan penggaraman bersifat sinergis, baik terhadap peningkatan daya simpan ikan pindang, maupun terhadap penundaan pembentukan toksin.
Isolasi dan pemurnian toksin C. botulinum tipe B menghasilkan sekitar 20 ml filtrat, dengan aktivitas spesifik sekitar 1,2x107 MLD per ml (1,0x107 MLD per mg protein). Kromatografi toksin hasil isolasi melalui kolom Sephadex G-200 menunjukkan pola protein berpuncak tunggal, dan mendekati bentuk simetris. Uji electroforesis disk gel poliakrilamid dan uji imunodifusi gel agar, berturut-turut menghasilkan pita protein dan garis presipitasi tunggal.
Toksin botulinum bersifat menghambat aktivitas enzim asetilkolinesterase. Pengaruh toksin tipe E (3,0xlO- 3,OxlO-3 mg) dan tipe B (3,0x10-4 - 3,0x10-3mg) terhadap aktivitas enzim 0,175 unit, berturut-turut mengakibatkan hambatan berkisar antara 10-16 dan 17-20 persen. Metode hambatan aktivitas enzim asetilkolinesterase dapat digunakan untuk penentuan kuantitatif toksin dalam ekstrak biakan C. botulinum, tetapi tidak dalam ekstrak ikan yang bersifat toksik.

The Aspect of Clostridium Botulinum in Fish Preservation by Irradiation and the development of in Vitro Toxin Assay The objectives of this investigation were:
(1) To study the aspect of C. botulinum in fish preservation by radurization process especially on botulism hazard;
(2) The development of in vitro toxin assay, based on the activity inhibition of acetylcholenesterase, caused by botulinum toxin; (3) distribution of C. botulinum types in western part of Indonesian waters, as the background of the investigation.
The presence of C. botulinum in samples of sediment and marine organisms, collected from fishing areas of the western part of Indonesian waters was especially proteolitic non type E.
Toxin formation by non-proteolitic strain of
C. botulinum type B in fish under storage at 10,5 and 7,4°C was detected before or after the samples were spoiled, depending on fish species, irradiation dose, bacterial strain, and spores inoculum?s level. When the samples were stored at 5,60C, the toxin was detected after the samples was spoiled, regardless the treatments conducted in this experiment. Radurization dose 'caused the extension of storage life, while the effect of storage at low temperatures caused both the extension of storage life and the delayed toxin formation.
The toxin formation by proteolytic strain C. botulinum type B in radurized Pindang fish (the salt content less than 1%) was detected before or after the samples were spoiled, depending on the level of spore?s inoculum. Samples with salt content around 4-5%, the toxin were detected after the samples was spoiled, regardless the bacterial strain and spores inoculum level. Radurization process and salt making synergistically extended the storage life and delayed the toxin formation.
The isolation and purification of type B toxin resulted in filtrate with spesific activity of 1,2x107 MLD per ml (1,0x107 MLD per mg protein). Chromatography of the filtrate through Sephadex G-200 column showed a single peak pattern. Agar gel immunodiffusion test with filtrate G-200 showed a single precipitation line.
Botulinum toxin inhibited the activity of acetylcholenesterase. The effect of type E toxin E (3,0xlO- 3,OxlO-3 mg) and type B toxin B (3,0x10-4 - 3,0x10-3mg) on 0,175-unit enzyme produced the inhibition around 10-16 and 17-20 percent.
The acetyicholenesterase activity inhibition method could be applied for quantitative analysis of botulinum toxin in extract culture, but not for fish extract."
1990
D335
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yonathan Rakau Brilliwan
"Peningkatan produksi minyak bumi di Indonesia menjadi hal mendesak mengingat target produksi 1 juta barrel perhari pada tahun 2030 di tengah penurunan produksi. Permasalahan tersebut memberikan insentif untuk menelusuri metode EOR non-konvensional, biopolymer flooding. Xanthan Gum merupakan biopolimer dengan ketahanan salting effect yang sangat baik sehingga memberikan potensi digunakan bersama air laut sebagai campuran driving fluid dalam metode injeksi kontinuous. Selain itu, HCPV injeksi meningkatkan performa pemulihan jika flooding berhasil . Maka dari itu, penelitian ini menganalisis pengaruh penggunaan air laut sebagai fluida pendorong dan HCPV injeksi terhadap displacement sweep efficiency, recovery factor, serta harga minyak dan gas untuk IRR 15% mengikuti skema bisnis gross split. Penelitian dengan permodelan reservoir sintetik sandstone heterogen, dilanjutkan dengan permodelan EOR dengan membandingkan berbagai strategi injeksi EOR biopolymer flooding terhadap waterflooding, dan analisis ekonomi cashflow mengikuti skema bisnis gross split. Peningkatan HCPV injeksi dapat meningkatkan recovery factor hingga 22.26% dan displacement sweep efficiency 21.27%. Penggunaaan air laut sebagai campuran fluida pendorong mengurangi recovery factor hingga 0.55% dan displacement sweep efficiency 0.54%. Harga minyak minimum proyek dapat mencapai 45.75$ per barrel dengan cost of EOR sebesar 4.52$ per barrel. 

Increasing Indonesian oil production is an urgent issue due fulfilling Indonesian production target of one million barrels per day in 2030 amidst production decline. This problem gives an incentive to explore non-conventional EOR method, biopolymer flooding. Xanthan gum biopolymer is resistant toward salting effect which has the potential to be used alongside brine as driving fluid mixture in a continuous injection. Moreover, HCPV injection increases oil field’s recovery rate only if the flooding succeeds. Therefore, this research’s purpose is to analyze the usage of brine as driving fluid and HCPV Injection toward partially depleted sandstone reservoir’s displacement sweep efficiency, recovery factor and oil and gas price in reaching IRR 15% following Indonesian gross split scheme. Research methodology includes modelling of synthetic partially depleted heterogenous sandstone reservoir, continued with EOR modelling comparing different biopolymer flooding injection strategy with waterflooding, and cashflow economic analysis following gross split scheme. The increase of HCPV injection could increase recovery factor up to 22.26% dan displacement sweep efficiency up to 21.27%. The usage of sea water as mixture in driving fluid could decrease recovery factor up to 0.55% and displacement sweep efficiency 0.54%. The minimum project oil price reaches 45.75$ per barrel with the cost of EOR 4.52$ per barrel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Florensia
"Acanthaster planci atau yang lebih dikenal dengan bintang laut mahkota duri merupakan salah satu spesies echinodermata yang banyak ditemukan pada perairan tropis dan subtropis di daerah Indo-Pasifik dan merupakan salah satu predator utama dari terumbu karang. Salah satu alternatif pengontrolan populasi Acanthaster planci adalah melalui pemanfaatan kandungan kolagen yang tinggi pada cangkang / dinding tubuh Acanthaster planci. Penelitian ini mengusulkan isolasi kolagen pada keseluruhan jaringan tubuh Acanthaster planci dengan proses ekstraksi bertahap untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ekstrak kolagen yang dihasilkan. Proses isolasi kolagen dari hewan laut umumnya dimulai dengan hidrolisis basa, dengan variasi jenis dan konsentrasi pelarut alkali yang digunakan. Kemudian proses isolasi dilanjutkan dengan ekstraksi enzimatis untuk memperoleh ekstrak kolagen murni. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai manfaat dari Acanthaster planci yang selama ini merupakan parasit pada ekosistem laut, serta sebagai alternatif sumber kolagen alami yang aman dan potensial. Pemurnian hasil ekstraksi dilakukan melalui metode pengendapan protein (salting out) dan dialisis. Selanjutnya ekstrak kolagen murni (Pepsin Solubilized Collagens) dikarakterisasi melalui metode Lowry, elektroforesis SDS Page, spektroskopi UV, analisis komposisi asam amino, dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Variasi pelarut yang terdiri dari pelarut air, NaOH 0,1 M dan Ca(OH)2 0,2 M menunjukkan pelarut yang paling baik untuk ekstraksi dan purifikasi kolagen dari tubuh Acanthaster planci adalah Ca(OH)2 0,2 M yang menghasilkan yield sebesar 2,26%.

Acanthaster planci, or commonly known as crown-of-thorns starfish, is a species of echinodermata found abundantly in tropical and subtropical water of Indo-Pacific. Acanthaster planci is one of the main predators of coral reefs and thus possess a great threat to corals ecosystem. As an alternative of Acanthaster planci?s population control, a research was proposed to utilize collagen content of Acanthaster planci body by extraction with acid and enzyme solutions method. The objective of this research is to increase the utilization of Acanthaster planci as well as increase the quality of marine collagen for medical application. Variation of solvents in the extraction process plays a significant role to purity and yield of the collagen. In this research we will compare aqudest, NaOH 0,1 M and Ca(OH)2 0,2 M in order to obtain the best solvent for marine collagen extraction from Acanthaster planci body. The crude extract from extraction will be further purified by salting out and dialysis method to obtain pure collagen extract called Pepsin Solubilized Collagens (PSC). PSC characterization consists of quantitative and qualitative analysis such as Lowry method, gel electrophoresis, UV spectroscopy, amino acid composition, and Scanning Electron Microscopy (SEM). The result shows Ca(OH)2 0,2 M as the best extraction solvent with 2,26% yield of PSC."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library