Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Dedi Dwi Suhandri
Abstrak :
Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Salah satu penyakit menular adalah demam tifoid akibat infeksi Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pengobatan demam tifoid menggunakan siprofloksasin sebagai lini pertama. Sudah banyak antibiotik yang mengalami resistensi seperti, kloramfenikol, ampisilin, dan amoksisilin. Ekstrak Delonix regia sudah diketahui memiliki efek antibakteri terhadap Salmonella typhi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan ekstrak kulit batang Delonix regia. Ekstraksinya menggunakan pelarut etanol. Peneliti membuat empat konsentrasi yang berbeda yaitu 8 mg/mL, 16 mg/mL, 32 mg/mL, dan 64 mg/mL. Kemudian setiap konsentrasi dilakukan uji in vitro dengan metode difusi cakram dengan seftriakson sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur menggunkan jangka sorong. Hasil penelitian ini menujukan ke empat dosis ekstrak kulit batang Delonix regia tidak terdapat zona hambat terhadap bakteri Salmonella typhi, sedangkan seftriakson mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan mean diameter zona hambat sebesar 30,6 mm 1,2 mm. Faktor yang mungkin dapat memengaruhi ialah, metode penelitian yang dipilih yaitu difusi cakram, konsentrasi ekstrak, dan etanol sebagai pelarut ekstrak. Selain itu kemungkinan lain adalah pada proses mengekstrak Delonix regia dan pemilihan tumbuhan Delonix regia. ...... Infectious disease remains a serious health problem in Indonesia. One infectious disease is typhoid fever due to infection with Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. First-line of treatment typhoid fever is ciprofloxacin. Already a lot of antibiotic resistant inflicted, such as chloramphenicol, ampicillin and amoxicillin. Delonix regia extract has been known to have antibacterial effects against Salmonella typhi. This study was experimental research study using bark extract Delonix regia conducted phytochemical screening test. Delonix regia bark extract with ethanol solvent. Four concentrations has been made: 8 mg / mL, 16 mg / mL, 32 mg / mL, and 64 mg / mL. Then, each concentration extract was tested in vitro by disc diffusion method and compared to ceftriaxone as a positive control and distilled water as a negative control. Inhibition zone measured using the calliper. The results showed a fourth dose of the extract of the bark of Delonix regia there is no zoned of inhibition against the bacteria Salmonella typhi, while ceftriaxone as a positive control to inhibit the growth of bacteria with an mean diameter of 30.6 mm 1.2 mm inhibition zone. Factors that might affect is the research method chosen as a disc diffusion, the concentration of the extract, and ethanol as a solvent extract. Additionally another possibility is the process of extracting Delonix regia and selected plant Delonix regia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Wulan Kusuma Wardhani
Abstrak :
Makanan dapat terkontaminasi oleh hazard biologi, kimia, dan fisika. Bakteri Salmonella sebagai hazard biologi jika mengontaminasi makanan akan menyebabkan foodborne disease seperti demam tifoid. Indonesia menempati urutan ketiga insidens tertinggi kejadian demam tifoid di Asia 81,7 per 100.000/tahun. Kantin sebagai tempat pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi dan menjamin keamanan makanan yang dijajakan. Akan tetapi, masih ditemukan makanan yang positif mengandung Salmonella 0,18. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan serta kontaminasi Salmonella pada makanan yang disajikan di kantin-kantin Universitas Indonesia. Penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional ini menggunakan data primer. Data primer berupa hasil pengujian sampel makanan di laboratorium dengan metode Total Plate Count dan observasi terhadap higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan kantin dengan bantuan check list. Penelitian menemukan bahwa sebagian besar makanan yang disajikan di kantin positif terkontaminasi Salmonella 53,0. Untuk setiap pengelola kantin fakultas hendaknya memberikan pelatihan kepada penjamah makanan terkait praktik cuci tangan yang benar, menyediakan fasilitas tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air mengalir, penyediaan lemari penyimpanan makanan matang yang tertutup, tempat sampah dan toilet yang memenuhi syarat. ......Food can be contaminated by biological, chemical, and physical hazards. Salmonella bacteria as a biological hazard if contaminating food will cause foodborne diseases such as typhoid fever. Indonesia is the third highest incidence of typhoid fever in Asia 81.7 per 100,000 year. The canteen as a food processing place must meet the sanitary requirements and guarantee the security of the food being sold. Although there is still found the food that positively contains Salmonella 0.18. The aim of the study is to know the description of hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation and Salmonella contamination on food served in canteens of Universitas Indonesia. The study was descriptive research with cross sectional study design using primary data. Primary data is the result of food sample test in laboratory with Total Plate Count method and observation on hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation of canteen with the help of checklist. The study found most of the food served in the canteen was positively contaminated with Salmonella 53.0. For every faculty cafeteria manager should provide training on food handlers related to proper hand washing practices, provide hand washing facilities with soap and running water, provide closet covered of food storage, bins and sanitary toilets.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sjahrurachman
Abstrak :
Salmonellosis, khususnya dalam bentuk demam enterik, merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, tidak hanya karena insiden dan angka kematiannya yang tinggi, tetapi juga karena waktu yang diperlukan agar penderita "fully recover" dapat berbulan-bulan. Ditinjau dari segi tatalaksana, angka kesakitan dan kematian yang tinggi itu secara teoritis dapat ditekan jika penderita terdiagnosis secara pasti lebih dini. Sayangnya, gambaran klinisnya seringkali serupa dengan banyak penyakit infeksi lain, seperti rickettsiosis, leptospirosis. Disamping itu baku diagnosis, yaitu isolasi kuman dan pemeriksaan serologis yang ada masih merupakan masalah besar karena rumit dan hasilnya lama, sehingga sangat kurang bermanfaat sebagai panduan untuk tata laksana kasus dan pencegahan transmisi kuman ke orang lain. Karena tata laksana kasus penderita demam enterik dasarnya sama, maka dalam jangka panjang terbuka peluang untuk mengembangkan diagnostik serologik cepat tepat. Pada sisi lain diketahui bahwa flagel adalah struktur kuman terluar dan karenanya merupakan antigen yang paling awal terpapar pada, sistim kekebalan tubuh. Lebih lanjut telah merupakan pengetahuan umum bahwa pada setiap infeksi, respon imun paling awal adalah pembentukan IgM dan keberadaan IgM ini bersifat transient, yaitu hanya untuk beberapa bulan saja. Berdasarkan ide tersebut, disusun rencana penelitian yang tujuannya adalah mendapatkan cara deteksi IgM anti Salmonella sebagai langkah awal untuk pembuatan prototipe diagnostik kit untuk Salmonellosis secara cepat dan mudah. Dengan metode IgM anti-salmonella capture DIA. Penelitian dimulai dengan menganalisa flagelasi kuman, mengisolasi flagel dan selanjutnya melabel flagel dengan biotin. Dilakukan pula imunisasi kelinci dengan berbagai species Salmonella dan selanjutnya antibodi tersebut diuji reaksi silangnya dengan cara aglutinasi dan direct DIA dengan tujuan memperkirakan komposisi antigen yang selayaknya dipakai pada pengembangan format IgM capture DIA untuk serum manusia. Selain itu dikumpulkan serum dari tersangka penderita demam tifoid, orang normal dan penderita demam berdarah. Konfirmasi diagnosa klinis dilakukan dengan mengisolasi kuman, milakukan uji aglutinasi cara slaid dengan kit komersial dan penetapan kenaikan titer anti H secara makro. Untuk mengembangkan format IgM capture DIA, flagel yang terbiotinilasi telah diuji antigenisitasnya. Saat ini sedang dimulai pengerjaan uji format IgM capture DIA tersebut pada serum manusia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2000, 2000]
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarso Brotosoetarno
Abstrak :
ABSTRAK
Demam tifoid dan paratifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman golongan Salmonella. Penyakit ini disebut pula demam enterik, tifus, dan paratifus abdomen. Paratifoid biasanya lebih ringan perjalanannya dan menunjukkan gambaran klinis yang sama seperti tifoid atau menyebabkan enteritis akut. Kedua jenis penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama di negara-negara yang sedang berkembang baik ditinjau dart segi epidemiologi, segi diagnosis laboratoriumnya serta kelengkapan dart laboratorium kliniknya. Hal ini berhubungan erat pula dengan keadaan sanitasi dan kebiasaan higiene yang kurang memuaskan.

Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis dan ditopang oleh diagnosis laboratorium. Pemeriksaan jumlah leukosit pada penderita demam tifoid kurang dapat menyokong diagnosis kliniknya. Walaupun menurut literatur pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada sebagian besar kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada darah tepi masih dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit kurang dapat menyokong diagnosis klinis demam tifoid.

Sejak ditemukannya uji serologi Widal lebih kurang 80 tahun yang lalu, uji ini mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan masih luas dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang. Uji serologi ini didasarkan atas pemeriksaan adanya antibody dalam serum penderita akibat infeksi oleh kuman Salmonella. Tetapi akhir-akhir ini kegunaan uji serologi Widal masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji Widal, antara lain : keadaan gizi penderita, nengobatan dengan antibiotika, pernah mendapat vaksinasi Typhus Paratyphus A-Paratyphus B ( TAB ) atau infeksi sebelumnya, saat pengambilan darah, dan sebagainya.

Dalam upaya untuk meningkatken perawatan penderita tersangka demam tifoid diperlukan suatu hasil pemeriksaan laboratorium sedini mungkin, untuk menyokong penegakkan diagno sis klinisnya. Adapun jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat lebih menyokong diagnosis klinis demam tifoid adalah menemukan kuman Salmonella dengan cara mengisolasikannya dari darah, urin, tinja atau cairan badan lainnya. Frekuensi dapat ditemukannya kuman dari darah, urin, tinja ataupun cairan badan lainnya berhubungan dengan patogenesis penyakit. Pada permulaan penyakit lebih mudah ditemukan kuman dalam darah, baru pada stadium selanjutnya dalam tinja, kemudian dalam urin?
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Maria Berlina
Abstrak :
ABSTRAK
Salmonellosis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri genus Salmonella adalah salah satu penyakit akibat makanan foodborne illnesses yang paling umum terjadi dan tersebar luas diseluruh dunia. Mengingat peran utama unggas sebagai kendaraan transmisi penting salmonellosis pada manusia, maka kajian pada berbagai faktor yang mempengaruhi prevalensi, pertumbuhan dan transmisi Salmonella pada daging ayam dan risiko penyakit pada manusia akan sangat berguna dalam identifikasi strategi intervensi yang berdampak besar dalam mengurangi infeksi pada manusia. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif Salmonella enterica menggunakan metode qPCR untuk menentukan risiko infeksi pada manusia akibat konsumsi sate ayam. Metode qPCR didesain hanya untuk mendeteksi Salmonella enterica hidup dan dibandingkan dengan metode MPN. Uji kuantitatif Salmonella enterica dengan metode qPCR dan MPN dilakukan terhadap 30 sampel sate ayam yang diperoleh dari warung sate di DKI Jakarta. Dari 30 sampel yang diuji dengan metode qPCR diperoleh 9 sampel terkontaminasi Salmonella enterica sebesar 7 CFU/g sampai 3,9x102 CFU/g dan tidak satupun sampel terdeteksi Salmonella enterica dengan metode MPN. Berdasarkan jumlah bakteri tersebut maka ditentukan peluang sakit akibat Salmonella setelah mengkonsumsi sate ayam di wilayah Jakarta adalah sebesar 78 per 1000 orang. Kata Kunci: peluang sakit, Salmonella enterica hidup, qPCR.
ABSTRACT
Salmonellosis caused by Salmonella infection, is one of the most common foodborne diseases and widespread throughout the world. Recognizing that the main role of poultry as an important transmission vehicle in human cases of salmonellosis, study on the various factors that affect the prevalence, growth and transmission of Salmonella in chicken meat and human disease risk will be useful in identifying intervention strategies that have a major impact on reducing human infection. Therefore, this study was conducted to obtain quantitative data of Salmonella enterica using qPCR method to determine the probability of illness in humans due to consumption of chicken satay. Salmonella enterica quantitative tests by qPCR and MPN method were conducted on 30 samples of chicken satay from satay stalls in DKI Jakarta. Of 30 samples tested, 9 samples were contaminated by Salmonella enterica with concentration from 7 CFU g to 3,9x102 CFU g using qPCR method and none of the samples were contaminated by Salmonella enterica by MPN method. Based on the result of this study, probability of illness by Salmonella enterica from consuming a chiken satay serving was 78 cases per 1000.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Ayu Widyasari
Abstrak :
Beef cattle is a source of protein that needed in fulfilling community nutrition. However, beef cattle can be contaminated by pathogenic bacteria such as Salmonella sp. due to the handling process in slaughterhouses. This study aims to know the Salmonella contamination on beef tenderloin and cube roll in X Slaughterhouse. Method. This study was conducted on March-July 2018, using cross-sectional design study in which primary data were taken by taking 9 tenderloin samples, 9 cube roll samples, 30 hand swabs, and 30 knife swabs. Results. Research shows that there is no significant relationship between bacteriological quality of the hand and tenderloin and cube roll because it has the p-value 1,0, and p-value =1,0, but has the value OR=1,33 and 1,733. Also, there is no significant relationship between the bacteriological quality of the knife and tenderloin and cube roll, with p-value=0,709 and p-value 0,464 but has the value OR=1,5 and OR=2,222. Conclusion. To handle this matter, monitoring workers personal hygiene and their knifes hygiene are needed. As for the next research, suggested that it ll be better to increase the sample size to get more reliable results.
Latar Belakang. Daging sapi merupakan sumber protein yang dibutuhkan dalam pemenuhan gizi masyarakat. Namun, daging dapat terkontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella sp. akibat proses handling di Rumah Potong Hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi Salmonella pada tenderloin dan lamusir sapi di RPH X. Metode. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli tahun 2018 dengan desain studi cross-sectiona menggunakan data primer yang diambil dengan pengambilan 9 sampel tenderloin, 9 sampel lamusir, 30 swab tangan dan 30 swab pisau pekerja Data dianalisis secara univariate dengan distribusi frekuensi dan bivariate dengan fishers exact. Hasil. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas bakteriologis tangan dengan tenderloin dan lamusir dengan p-value=1,0 dan p-value=1,0, namun memiliki OR=1.33 dan OR=1,733. Selain itu, tidak terdapat hubungan yang signifkan antara kualitas bakteriologis pisau dengan tenderloin dan lamusir dengan p-value 0,709 dan p-value 0,464, namun memiliki OR=1,5 dan OR=2,222. Kesimpulan. Langkah yang perlu dilakukan diantaranya adalah melakukan monitoring personal hygiene pekerja serta higienitas pisau yang digunakan pekerja untuk memproses pemotongan sapi walaupun kedua variabel tersebut bukan merupakan faktor yang signifikan dalam kontaminasi Salmonella pada tenderloin dan lamusir di RPH X. Sedangkan penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbesar ukuran sampel, agar didapatkan hasil yang lebih.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dita Agretta
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu pengekspor hasil ikan terbesar di Asia. Namun belakangan ini timbul masalah yang menjadi tantangan ekspor komoditi udang Indonesia yaitu adanya dugaan bakteri patogen yang terkandung di dalam udang. Dari hasil pegujian BPPMHP 1997 dari kombinasi ikan nila dan udang positif mengandung Salmonella. Salmonela typhimurium sangat berbahaya bagi tubuh manusia selain dapat menyebabkan penyakit tipus, bakteri ini juga dapat menyebabkan kematian. Pada penelitian ini penulis mencoba meneliti cara untuk mengolah air. Air yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah air danau UI. Penyinaran dengan menggunakan sinar Ultraviolet (UV) dan sinar Infrared (IR) adalah proses utama dalam proses pengolahan air yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas kinerja sinar Ultraviolet (UV) dan Infrared (IR) dalam pengolahan air untuk membunuh bakteri Salmonella thypimurium. Parameter yang diukur adalah jumlah kandungan mikroorganisme yang ada dalam air. Dalam penelitian ini dilakukan 3 variasi laju alir yaitu: 6,55mL/s; 7,98 mL/s; dan 9,13mL/s dengan penyinaran sinar UV, IR serta konfigurasi sinar UV dan IR.

Dari hasil penelitian untuk masing-masing laju alir diperoleh hasil mikroorganisme yang ada dalam air danau akan mengalami penurunan pada laju alir 6,55mL/s dan akan mengalami kenaikan pada laju alir 7,93 mL/s. Hal ini menunjukkan bahwa pad laju alir yang kecil mikroorganisme cendrungan akan mudah dibunuh dengan penyinaran UV, IR atau konfigurasi UV dan IR. Dari hasil perbandingan proses pengolahan air yang digunakan, diperoleh bahwa konfigurasi sinar Ultraviolet (UV) dan sinar Infrared (IR) memiliki Efektivitas yang paling baik jika dibandingkan dengan menggunakan penyinaran sinar Ultraviolet dan sinar Infrared (IR) tanpa konfigurasi. Jumlah bakteri setelah dilakukan proses penyinaran dengan konfigurasi UV dan IR 8,8 x 106; 1,0 x 105; 1,2 x 107 dan 4,5 x 106.
2007
S49718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Rosadi
Abstrak :
Penjamah makanan memiliki peran penting dalam persebaran tifoid, kemungkinan penjamah tersebut carrier yang dapat menularkan bakteri S.typhi pada saat mengolah makanan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu, sanitasi lingkungan dan keberadaan Salmonella typhi pada penjamah makanan di lingkungan Sekolah Dasar Kota Tangerang. Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, besar sampel 208 penjamah makanan. Pengumpulan data menggunakan kusisioner dan pemeriksaan usap dubur penjamah makanan dengan reagen API 20E Biomeriux. Hasil uji laboratorium sampel usap dubur penjamah makanan menunjukkan bahwa seluruhnya negatif S.typhi 100. Berdasarkan hasil analisis pada variabel karakteristik penjamah makanan didapatkan responden dominan berumur 36-45 tahun 34,1, perempuan 51,9 ,berpendidikan rendah 50,5, tidak memiliki riwayat tifoid keluarga 70,7 ,berpengetahuan cukup tentang tifoid 73,6, berperilaku hidup bersih dan sehat cukup baik 91,8, memiliki kebersihan tangan kurang baik 56,3, tidak memiliki kebiasaan jajan di luar rumah 64,9, dan memiliki tempat sampah terbuka 73,6. Saran yang dapat diberikan kepada pemerintah Kota Tangerang yaitu penjamah makanan harus diperiksa kesehatan setiap 6 bulan sekali secara rutin dengan uji mikroorganisme berupa pemeriksaan sampel usap dubur atau tangan umtuk memastikan bahwa penjamah makanan tersebut bukanlah pembawa kuman patogen. ......The food handlers have an important role for spreading typhoid. There is a possibility that the food handlers were typhoid carrier, who can pass the Salmonella typhi during the processing food. This research aims to know the description of the individual characteristics, environmental sanitation and the presence of Salmonella typhi at food handlers in the elementary school neighborhood of Tangerang city. The type of this research is a descriptive study with large samples as much as 208 food handlers by using cross sectional design study. Data collection was done using questionnaire and examination of food handlers rectal swab sample with reagent API 20E Biomeriux. The results of the laboratory test of rectal swab samples showed that all of them are entirely negative for S. typhi 100. Based on the analysis results of the individual characteristic variables were obtained that respondents aged 36 45 years 34.1, dominantly women 51.9, low educated 50.5, did not have a history of typhoid fever in their family 70.7, knowledgeable enough about typhoid 73.6, having a clean and healthy life behavior quite well 91.8, did not have the habit of eating outside the home 64.9, had a less good hand hygiene 56.3 and have the open trash cans 73.6. The suggestion that can be given for the Tangerang city goverment that the food handlers rsquo health should be checked once in every 6 months with microorganism test by getting examination from their rectal and hand swab to make sure that they are not the carriers of pathogens.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>