Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahima Malik
Abstrak :
Pembangunan rumah susun menjadi alternative solusi permasalahan perumah di Indonesia di tengah-tengah kebutuhan tempat tinggal yang semakin meningkat. Salah satu aspek penting dalam rumah susun adalah perolehannya yang saat ini dapat dilakukan saat fisik bangunan rumah susun tersebut belum terbangun (pre-project selling) Mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah. Namun, berbagai kalangan menganggap aturan tersebut tidak adil bagi pengembang. Aturan yang dianggap tidak adil dalam aturan tersebut adalah antara lain (1) ketentuan mengenai pemasaran yang membebankan tanggung jawab penuh kepada pengembang terhadpa informasi yang disampaikan oleh agen pemsaran; (2) Pengembang wajib mengembalikan seluruh pembayaran dengan potongan 10% kepada konsumen. Dikarenakan aturan tersebut, kemudian timbul persoalan mengenai kesetaraan pengembang dan konsumen rumah susun dalam jual beli satuan rumah susun. ......The development of Apartment across Indonesia has been an alternate solution amidst housing problems in Indonesia. One of the key aspects in Apartment subject is the provision of apartment which for the time being may be procured before the physical of apartment even exists (pre project selling). In consideration of the above complexities and development, the Government of Indonesia enacted Minister of General Construction and People Housing Regulation Number No. 11/PRT/M/2019. However, the promulgation has attracted critcicsm due to the provisin contained in the regulation doesnt reflect the equality or fairness for the developer. Some of the provision being criticized are (1) provision for developer to fully take responsibility for every marketing activity conducted by external marketing agen; (2) Developer shall return full payment with deduction of 10% in case of cancellation by consumer. Nothwithstanding the provision, questions are raised on the equality between developer and consumer in apartment transaction.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin Josen Saputra
Abstrak :
Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat umum di bidang pertanahan seringkali bertindak lalai baik disengaja maupun tidak disengaja di dalam pembuatan akta sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta. Dari Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 60/PDT.G/2018/Pn.Ptk diangkat dua permasalahan yaitu tentang kekuatan hukum atas akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak dan pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sah sebagai para pihak. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptip analitis. Dari hasil analisi dapat ditarik simpulan bahwa kekuatan hukum dari akta jual beli yang tidak mengikutsertakan seluruh ahli waris sebagai para pihak dalam jual beli tanah yang merupakan objek waris adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materiil dalam syarat sah jual beli tanah menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 123/K/Sip/1970. Mengenai pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah atas perbuatan yang merugikan para pihak dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban secara adminitrasi.
The Land Deed Official (PPAT) which act as the acting official on land establishment effort could be negligent on his/her duty which could potentially causes major losses for all party involved on the land deed establishment. According to a court ruling by the court of Pontinak, number 60/PDT.G/2018/Pn Ptk, which stated that there are two sets of problems regarding the legal standing of the Sales and Purchase Agreement (AJB) made by a Land Deed Official which does not include all legal heir within the party involved on a land deed establishment, as well as the accountability of said Land Deed Official which does not include all legal heir(s) within the party involved on a land deed establishment. The method used for the Thesis Study is the Juridical Normative Research method that focused on the use of secondary data, while the format used for this research would be the Analytically Descriptive Research. The result of the study concludes that the legal standing of the Sales and Purchase Agreement that does not include all legal heir(s) within the party involved during a sale and purchase of a land which is an object of an inheritance is considered void by the law due to lack of valid requirement of sales and purchase of land, according to jurisprudence of the Supreme Court number. 123/K/Sip/1970. Regarding the accountability of the Land Deed Official that causes detrimental losses on his/her duty shall be held accountable both through civil law or administratively.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Anggreini
Abstrak :
ABSTRAK
Penyimpanan dokumen objek Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB berupa sertipikat tanah yang dititipkan kepada Notaris dalam rangka pengecekan status tanah sampai dengan dibuatnya Akta Jual Beli merupakan hal yang sangat sering terjadi pada Notaris. Hal tersebut mengandung resiko berupa dakwaan tindak pidana penggelapan, sehingga muncul pertanyaan atas permasalahan tersebut bagaimana kewenangan Notaris dalam penyimpanan ataupun pengecekan sertipikat tanah dan bagaimana analisis terhadap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam kasus tersebut. Dalam menganalisis permasalahan tersebut penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap norma hukum tertulis. Notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum, dan senada dengan hal tersebut, notaris wajib memberikan pelayanan sesuai ketentuan undang-undang, serta dalam Kode Etik Jabatan Notaris, yaitu bahwa notaris dilarang untuk menahan sertifikat tanah untuk pembuatan akta. Tindak pidana yang didakwakan kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak terbukti, karena yang meminta kembali sertipikat tanah tersebut bukanlah orang yang berhak atas sertifikat tersebut. Jadi, unsur melawan hukum dalam pasal penggelapan tidak terpenuhi. Pendakwaan pidana terhadap Notaris selain menggunakan KUHP, hendaklah mempertimbangkan apakah tindakan tersebut telah sesuai dengan ketentuan UUJN dan UUJNP sebagai lex spesialis, yang mana Notaris tunduk pada peraturan perundang-undangan tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 50 KUHP.Kata Kunci: tindak pidana, penggelapan, Notaris, PPJB
ABSTRACT
Storing documents as the object of Sales and Purchase Agreement PPJB , which is deposited to the Notary for checking status of land certificate until Deed of Sales and Purchase Agreement, is made were the regular things in Notary. This action contains risk such as criminal charges of embezzlement. Further, questions arise against problem faced by Notary on how is Notary rsquo s competence in storing or checking data object PPJB and how to analyze elements of crime charged to Notary in performing his competence under that case. In analyzing those problems, the author use normative juridical research method, i.e. research of written law norms. Notary is authorized to perform certain legal counseling, and similarly, notary had to provide services in accordance with provisions of the law, and in Code of Ethics of Public Notary, whereas notary is forbidden from holding deed making documents. Criminal charges against Notary in performing their competence was not proven, because those whom asking for the land certificate was not the person who hold the ownership of the land certificate. Therefore, the element of against the law under article of the embezzlement is not fulfilled. Criminal charges against Notary besides using KUHP, should also consider whether the action is already in accordance with provisions of UUJN and UUJNP as lex specialis, which Notary is subject to these laws, as provided for in article 50 of KUHP.Key Word Criminal Act, Embezzlement, Notary, Sales and Purchase Agreement
2018
T49459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Fransisca Christy Manga
Abstrak :
Perjanjian hutang piutang dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, yang kerap terjadi adalah para pihak mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian hutang piutang secara lisan membentuk suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas objek yang dijadikan jaminan perjanjian hutang piutang lisan yang bersangkutan, sebagaimana terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2288/K/PDT/2020. Permasalahan utama yang diangkat adalah terkait dengan kedudukan hukum perjanjian hutang piutang lisan berdasarkan hukum pembuktian dan akibat penyelundupan hukum perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2288/K/PDT/2020. Guna menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian doktrinal, dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa perjanjian hutang piutang lisan in casu terbukti dengan alat bukti persangkaan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 173 HIR, yang ditarik dari alat bukti saksi, dan tertulis seperti Akta PPJB dengan klausul hak membeli kembali dan laporan appraiser atas objek sengketa yang menyatakan perbedaan nilai ril objek sengketa dengan harga yang diperjanjikan dalam Akta PPJB dan telah dibayar lunas 2,5 (dua setengah) bulan sebelum pembuatan Akta PPJB. Perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB yang memuat klausul hak membeli kembali adalah suatu penyelundupan hukum karena telah memenuhi unsur penyelundupan hukum dan telah melanggar syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berangkat dari itu, Akta PPJB in casu harusnya batal demi hukum. ......Debt agreements can be made either in an unwritten or written format. However, what often happens is that parties that bind themselves into an unwritten debt agreement would then form a Sales and Purchase Agreement Deed on the object used as a collateral in the previous unwritten debt agreement, as happened in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. The main issues raised are related to the legal position of an unwritten debt agreement based on the law of evidence, and the consequences of legal evasion in an unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to a Sales and Purchase Agreement Deed in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. To provide answers for the issues above, a doctrinal research method is used, with a qualitative analysis method. The results found that the unwritten debt agreement in this case is proven by the judge’s presumption as stipulated in Article 173 of the HIR, that is drawn from witness evidence and written evidence, such as the Sales and Purchase Deed with the right to repurchase clause, and the appraiser’s report on the disputed object, which states the obvious difference between the real value and the agreed value that had been fully paid 2,5 (two and a half) months prior to making the Sales and Purchase Agreement Deed. The unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to the Sales and Purchase Agreement Deed containing the right to repurchase clause is a form of a legal evasion, because it has fulfilled the elements of legal evasion and has violated one of the objective requirements for the validity of an agreement which is regulated in Article 1320 of the Civil Code. Therefore, the Sales and Purchase Agreement Deed in this case should be null and void.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal Fadillah
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai Akta Pengakuan Hutang dengan menggunakan jaminan berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli berupa tanah dan bangunan, bukan dengan Hak Tanggungan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1277 K/Pdt/2017. Oleh karena jaminan yang diberikan berupa tanah dan bangunan, paling tepat adalah menggunakan Lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan sebagai jaminan pelaksanaan pelunasan hutang. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimanakah implikasi hukum Akta Pengakuan Hutang dan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris pada saat yang bersamaan dan bagaimana tanggung jawab notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang memuat klausula telah beralihnya hak atas tanah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian normatif. Jenis data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai bentuk jaminan pelunasan suatu hutang yang tercantum dalam Akta Pengakuan Hutang dengan jaminan berupa hak atas tanah, bentuk jaminan ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, seharusnya bentuk jaminan yang digunakan terhadap obyek hak atas tanah tersebut adalah Hak Tanggungan. Notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai bentuk jaminan pelunasan dapat dibebankan pertanggungjawaban perdata karena telah membuat akta yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ...... The thesis is to analyze Deed of Credit Acknowledgement, using warranty in form of Sales Purchase Agreement upon Sales Purchase Object of land and building, not using the Mortgage Deed, based on the decision of the Supreme Court Adjudication of Republic Indonesia Number 1277 K/Pdt/2017. As the given warranties are in form of land and building, therefore the most appropriate is to apply Mortgage Deed as the warranty on credit settlement. This study raises the issue of how the legal implications of the Deed of Credit Acknowledgement and the Sales Purchase Agreement made by a Notary at the same time and how the responsibilities of a notary who make the Sales Purchase Agreement which contains a clause on land rights have been transferred. To answer these problems, this study uses a normative form of research. The type of data that used in this study is secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. This study uses descriptive data analysis methods with a qualitative approach. The results of this research is show that the use of the Sales Purchase Agreement as a form of guarantee of repayment of a debt contained in the Deed of Credit Acknowledgement with collateral in the form of land rights, this form of collateral is not in accordance with applicable regulations, should be the form of collateral used for the object of land rights these are Mortgage Deed. A notary who makes a Deed of Sale and Purchase Agreement as a form of guarantee of repayment may be liable for civil liability for making a deed that is not in accordance with the provisions of the legislation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library