Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Wahid Setia Budi Cahyono
Abstrak :
Fenomena underpricing saham perdana dapat diketahui dari adanya Initial Return (IR) dan Abnormal Return (AR) yang positif IR dapat dihitung dengan cara membagi selisih antara harga penutupan hari pertama diperdagangkan dan harga penawaran perdana dengan harga penawaran perdananya. Sedangkan AR didapat dengan cara mengurangkan return suatu saham dengan expected return saham itu. Dalam penelitian ini expected return diukur dengan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama disebut market adjusted. Pada pendekatan ini expected return untuk suatu saham adalah return dari keseluruhan pasar modal dimana saham tersebut diperdagangkan. Sedangkan pada pendekatan kedua, expected return diukur dengan menggunakan modified market model. Model ini adalah koreksi/modifikasi Bambang Hermanto terhadap market model yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian dari Januari 1996 sampai dengan Juli 2000. Populasi penelitian adalah semua saham yang melakukan Penawaran Perdana. Sementara sampelnya adalah saham-saham yang aktif diperdagangkan selama periode observasi dan periode estimasi. Agar kriteria ini tidak bersifat subyektif, maka yang menjadi sampel adalah sahamsaham yang merupakan komponen penyusun dalam indeks LQ 45. Penelitian ini tidak memasukkan unsur biaya transaksi, sehingga emiten yang melakukan dual listing pada dua bursa dengan yurisdiksi pasar modal yang berbeda (contoh listing di BEJ dan NYSE) pun dikeluarkan dari sampel.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S19414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudiyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Karya akhir ini merupakan penclitian kembali fenomena underpricing pada penawaran umum saham perdana yang terjadi di Bursa Efek Jakarta. Beberapa penelitian sejenis telah dilakukan pada waktu sebelumnya, sebagaimana oleh Hanafi dan Husrian (1991), Hanafi (1997), Rufitialfian (1999), Daijono (2000), Herniawan (2000), serta Kusumaningtyas (2000).

Dalam berbagai literatur keuangan disebutkan bahwa harga penawaran perdana (offering price) pada penawaran umum saham perdana (IPO) Iebih rendah dan nilai wajarnya atau mengalami underpriced. Hal ini menyebabkan diperolehnya first-day abnormal return yang positif dan siginifikan bagi pembeli saham di pasar perdana dan menjual kembali saham tersebut di hari pertama atau kedua setelah diperdagangkan di pasar sekunder.

Karya akhir ini rnempunyai tiga tujuan utama, yaitu untuk mengetahui keberadaan dan besarnya underpricing saham perdana, perilaku saham perdana, serta menentukan variabel variabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Kajian karya akhir ini juga ingin meneliti hubungan antara besaran underpricing dengan kondisi pasar modal Indonesia yang terpengaruh oleh krisis moneter yang mulal berdampak pada bulan Juil 1997. Penelitian mengambil sampel dari emiten-emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dad tahun 1996 sampai dengan 2000.

Hasil penelitian menunjukan bahwa selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2000, saham perdana mengalami derpricing sebesar 21 96% secara rata-rata dan siginifikan pada saat pertama kali perdagangan. Perhitungan tersebul menggunakan metode market adjusted abnormal return.

Penelitian juga mendapalkan fakta bahwa kondisi bursa yang terpengaruh oleh krisis moneter Juli 1997 mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Jika pada periode 1996 sampai dengan JuIi 1997 tingkat underpricing IPO yang terjadi sebesar 14,77%, maka pada periode Agustus 1997 sampai dengan 2000 tingkat underpricing meningkat tajam sebesar 109,07% menjadi 30,88%. Hal ini menyimpulkan bahwa semakin besar risiko investasi di pasar modal maka semakin besar pula tingkat underpricing IPO.

Perilaku saham perdana yang dapat dilihat dari pola CAAR menunjukan bahwa tingkat underpricing yang terbesar hanya terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham perdana mengalami koreksi yang signifikan. AAR yang diharapkan positif pada hari-hari berikutnya nampak tidak selalu terjadi. Yang terjadi adalah pola CAAR yang cenderung menurun meskij,un tidak besar dan signifikan. Pada bulan ketiga, saham perdana menunjukan pola yang menurun dan terjadi sampai akhir bulan ke enam. Lebih jauh lagi, penelitian yang mengkaji tiga variabel yang diduga berpengaruh penting terhadap tingkat underpricing menyimpulkan bahwa vaniabel kondisi bursa-lah yang mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan vaniabel besaran ROE dan DER tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Fenomena underpricing pada saham perdana menjadi hal yang menarik karena mempunyai implikasi yang luas. Bagi para akademisi hal ini dapat melemahkan teori hipotesa pasar modal yang efisien, khususnya bentuk setengah kuat (semi strong). Bagi para pelaku pasar modal, hal ini dapat dijadikan referensi untuk menyusun strategi yang tepat, bijaksana dan rasional dalam merespon peristiwa penawaran saham perdana di masa depan.
2002
T2393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Sukoco
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T24488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziyah
Abstrak :
Penelitian ini menguji pengaruh Penawaran Saham Perdana IPO terhadap probabilitas perusahaan melakukan rotasi KAP Upward Non-Big 4 ke Big 4 . Rotasi KAP dalam penelitian ini adalah rotasi KAP rill yaitu jika terjadi pergantian KAP yang mengaudit perusahaan bukan hanya perubahan komposisi partner audit. Dengan regresi logistic menggunakan data perusahan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2004-2016 kecuali perusahaan yang termasuk ke dalam industri keuangan menunjukan bahwa IPO akan meningkatkan probabilitas perusahaan untuk melakukan rotasi KAP Upward. Penelitian ini membuktikan bahwa laporan audit dapat dijadikan sebagai sinyal positif terhadap investor. Di Indonesia, rata-rata perusahaan masih sangat menaruh kepercayaan pada KAP Big 4 untuk mengaudit laporan keuangannya karena KAP Big 4 diyakinkan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada KAP Non-Big 4. Kata kunci:Audit, Rotasi KAP Upward, Penawaran Saham Perdana, regresi logistik. ......This study examines the effect of Initial Public Offering IPO to the probability of a company doing a Upward audit rotation Non Big 4 to Big 4 . The audit rotation in this research is the rill rotation that if there is a change of audit firm not only change the composition of audit partner. Using logistic regression among listed company in Indonesian Stock Exchange from 2004 2016 companies in the financial industry indicates that IPO will increase the probability of the company to conduct the Upward audit rotation. This study proves that audit report can be used as a positive signal to investors. In Indonesia, the average company still strongly believes in Big 4 to audit its financial statements because Big 4 is assured of providing better audit quality than the Non Big 4. Keywords Audit, Upward Rotation, Initial Public Offering, logistic regression.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Riyanti Sukendar
Abstrak :
ABSTRAK<>br> Laporan magang ini membahas tentang proses peninjauan prospectus dari PT. XYZ oleh tim audit BIG Indoensia sebagai syarat dari penawaran umum perdana di tahun 2016. Laporan ini akan menjelaskan ketaatan perusahaan terhadap undang ndash; undang Indonesia mengenai peraturan penawaran umum. PT. XYZ telah menunjukan betapa pentingnya untuk mematuhi peraturan dan telah memenuhi seluruh peraturan yang ada. BIG Indonesia melaukan proses audit untuk meninjau kebenaran isi prospectus yang dibuat oleh PT. XYZ. Tim audit menemukan bahwa PT. XYZ telah mencantumkan seluruh informasi penting di dalam prospectus dan disajikan dengan wajar sebagaimana tidak akan menimbulkan kesalahpahaman fakta kepada calon penanam modal.
ABSTRACT<>br> This internship report discuss about the reviewing process of PT. XYZ rsquo s prospectus by BIG Indonesia auditing team as part of the initial public offering IPO requirement in 2016. This report will explain how the company complied with the Indonesian law regarding the public offering regulations. PT. XYZ has shown the importance to comply with the law and had followed every single requirement mentioned in the regulations. BIG Indonesia performed an audit as part of the reviewing process. The team found that PT. XYZ had stated all necessary information within the prospectus and is presented fairly in which potential investors should not find any misunderstanding of any facts.
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hayu Kurniasih
Abstrak :
Pelaksanaan IPO memberikan risiko bagi masing-masing pihak yang terlibat, utamanya terhadap Emiten, Penjamin Emisi Efek, dan investor. Dari beberapa IPO, terdapat nuansa harga saham yang kemahalan, kemurahan, ataupun menyangkut distribusi saham yang dipandang tidak adil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan secara sosio-legal. Hasil penelitian adalah pertama, tidak terdapat perbedaan perlakuan antara penetapan harga saham dan penjatahan saham dalam IPO yang dilakukan oleh BUMN dan perusahaan swasta. Kedua, Manajer Penjatahan mengutamakan memberikan jatah saham kepada investor institusi daripada kepada investor ritel. Pelaksanaan penjatahan yang selama ini dilakukan membuat tujuan utama dari pelaksanaan IPO yaitu menjual saham kepada investor ritel menjadi tidak tercapai. Disarankan untuk memberikan kuota yang lebih besar terhadap porsi Penjatahan Terpusat dengan mencantumkan jumlah presentase tertentu dalam peraturan penjatahan yang diterbitkan oleh OJK.
There is a risk in Initial Public Offering for the parties involved, particularly for the Issuer, Underwriters, and investor. From the previous IPO, there are some nuance that the price is too high, too low, or regarding share distribution which is consider unfair. The research methode is a normative yuridisch with a sosio-legal approach. The research result are, first, there is no differentiation regarding how to set the price and share allotment in IPO which is done by State Owned Company and private company. Secondly, Allotment Manager prefers to give more allotment to institution investors than to retail investors. The share allotment which has been done lately make the purpose of IPO, which is make the public own the share cannot be accomplished. It is suggested to give bigger quota to Pooling Allotment portion with setting a certain percentage in OJK regulation.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Gempur
Abstrak :
Fenomena harga IPO yang undervalue terjadi diseluruh Bursa di dunia, begitu juga dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 234 emiten yang melakukan IPO dari tahun 1995 - Mei 2010, kinerja harga saham pada penutupan perdagangan hari pertama adalah; 83,8% harganya undervalue, 11,1% overvalue dan 5,1% tetap. Berbagai penelitian dan teori telah muncul, namun belum ada yang meneliti faktor Waran, Penjamin Emisi, Jumlah Saham dan Sektor Industri dengan menggunakan metode Cell Mean Model. Penelitian ini membangun model persamaan (cell mean model) untuk melihat pengaruh Waran, Penjamin Emisi, Jumlah Saham dan Sektor Industri baik secara bersama-sama maupun dengan berbagai kondisi masing-masing variabel terhadap initial return harga saham IPO, apakah berpengaruh signifikan atau tidak dengan berbagai kombinasi kondisi masing-masing faktor.
Undervalued IPO has become widespread phenomena in all stock market around the world including in Indonesia Stock Exchange (IDX). According to IPO data of 234 issuers from 1995 to Mei 2010, 83,8% of issuers price were undervalued, 11,1% issuer were overvalued and the remains at 5,1% were stable. Many researches and new theories have come up, unfortunately no study about the relation of warrant, underwriter, number of stocks and industry sector with cell mean model. This research explores the cell mean model to figure out the trend effect of warrant, underwriter, number of stocks and industry sector in simultaneously or individually to IPO initial return whether it has significant influence or not in various condition of each variable.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28204
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tuning Indraswari Kusumaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan utama yaitu mengetahui keberadaan dan besarnya initial abnormal return (underpricing) saham perdana dikaitkan dengan kondisi pasar modal tahun 1998 - 2000, perilaku saham perdana melalul pola cumulative abnormal return serta menguji signifikansi beberapa variabel kandidat, untuk melihat pengaruh variabel tersebut terhadap besaran initial abnormal return. Dalam literatur literatur keuangan disebutkan bahwa harga penawaran saham perdana umumnya lebih rendah dan nilal wajarnya. Beberapa penelitian seperti penelitian Lee, Taylor dan Walter (emisi saham baru di Australia), Ibbotson dan Ritter (emisi saham baru di Amerika), Dimson dan Levis (Inggris) dan Aggarwal, Leal dan Hernandez (Brazil) telah mengkonfirmasi adanya fenomena underpricing tersebut.

Study karya akhir berdasarkan metodologi event study yang dikombinasikan dengan metodologi time-series. Metodologi time-series digunakan untuk membersihkan data dan unsur autokorelasi sebelum dimasukkan sebagai input (model normal return) dalam metodologi event study dalam rangka memperoleh abnormal return. Gabungan kedua metodologi ini akan menghasilkan output yang relatif akurat sebagai model pengukur normal return saham. Pokok penelitian dalam study adalah IPO 1998-2000 dengan tujuan memperoleh gambaran perilaku emisi saham pada kondisi krisis, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dengan masa sebelumnya.

Hasil penelitian pada karya akhir ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2000, emisi saham perdana menghasilkan initial abnormal return (nderpricing) sebesar 3347% secara rata-rata dan signifikan (pada ? =1%) saat pertama kah diperdagangkan. Hash penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal besarannya yang sangat signifikan. Penelitian Hanafi (1998) mendapatkan besaran sebesar 15% untuk emisi saham perdana periode 1989 ? 1990, sedangkan Hermawan (2000) menemukan underpricing pada hari pertama signifikan sebesar 8,52% Perbedaan yang jauh atas besaran underpricing tersebut terutama disebabkan kondisi pasar yang berbeda. Pertama, pada saat krisis, harga-harga saham jatuh ke level yang paling murah, bahkan untuk beberapa saham, tidak dianggap berharga karena nilainya jauh dibawah nilai nominalnya. Hal ini menyebabkan harga saat penawaran saham perdana, ditentukan rendah, relatif bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis. Ketika pada hari pertama, saham perdana dengan harga rendah tersebut, dengan overreaction pasar yang terjadi ketika dilepas ke pasar sekunder, maka besaran underpricing menjadi relatif lebih besar dibandingkan jika harga saham ditawarkan pada harga normal (sebelum krisis).

Kedua, return pasar yang rendah disebabkan minimnya perdagangan (thin trading) untuk tahun 1998 ?2000 relatif jika dibandingkan periode sebelumnya. Selama periode krisis dan berikutnya, bursa cenderung bersifat spekulatif dan segala informasi dianggap kesempatan untuk menghasilkan keuntungan. Hal ini terlihat dari pola cumulative abnormal return, khususnya pada tahun 1998.

Ketiga, jika dikaitkan dengan faktor risk-return dan saham-saham BEJ dalam periode krisis, tentunya investor mengharapkan return yang tinggi akibat makin membengkaknya risk untuk memegang Saham-saham di bursa Indonesia, sehingga pihak perusahaan atau penjamin emisi menetapkan tingkat underpricing yang besar untuk menarik minat investor atas sahamnya, dengan menetapkan harga penawaran yang jauh Iebih rendah dan nilai wajar perusahaan. Selain dari segi harga perdana yang ditawarkan, tingkat risiko yang diantisipasi investor juga telah tercermin dalam tingkat expected return saham perdana. Sehingga secara keseluruhan, meningkatnya besaran initial abnormal return (underpricing) secara signifikan untuk periode krisis merupakan suatu hal yang wajar.

Perilaku saham perdana yang dilihat dan pergerakan cumulative average abnormal return menunjukkan bahwa tingkat underpricing yang terbesar hanya terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham perdana mengalami koreksi yang cukup signifikan. Average abnormal return masih diharapkan positif pada hari-hari berikutnya nampaknya tidak terjadi. Pada pola cumulative average abnormal return jika pada penelitian Hermawan (2000) menunjukkan kecenderungan penurunan perlahan pada hari hari berikutnya, maka yang terjadi pada penelitian ini adalah pola cumulative average abnormal return mengalami pola yang stabil untuk masa 60 hasil perdagangan, sebagai penyesuaian atas overreaction di hari pertama, bahkan sedikit terlihat tren yang meningkat. Akan tetapi periode pengamatan yang hanya 60 hari membatasi untuk mengambil kesimpulan secara umum untuk periode yang lebih panjang.

Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang signitikan antara variabel variabel kandidat dengan tingkat initial abnormal return kecuali untuk variabel nilai emisi saham perdana yang menunjukkan hubungan yang negatif dimana nilai emisi yang lebih rendah akan menyebabkan besaran initial abnormal return yang Iebih tinggi. Hal ini terkait dengan persepsi investor bahwa perusahaan dengan nilai emisi kecil cenderung Iebih berisiko dibandingkan dengan perusahaan besar (dilihat dari besarnya nilai emisi).

Temuan ini memberikan beberapa implikasi. Bagi investor, makin menguatkan kelebihan dan strategi ambil-untung yaitu pembelian saham di pasar perdana untuk dijual Iangsung di pasar sekunder pada hari pertama perdagangan. Karena besaran underpricing yang didapatkan jauh lebih besar pada periode setelah krisis jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kemudian bagi peneliti, adalah tantangan untuk mengetahui bagaimana dan seperti apa structural changes yang dialami Bursa Efek Jakarta jika dikaitkan dengan indikasi bahwa terjadi perubahan besaran initial abnormal return yang signifikan. Sedangkan bagi para akademisi, hal ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa Bursa Efek Jakarta memiliki bentuk pasar yang definitely semi-strong inefficient.
2001
T3544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library