Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Fitri Izzati Ramadhani
Abstrak :
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) gagal mengesahkan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada 2019, yang merupakan RUU usulan DPR pada 2016 dalam RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2014-2019. Pembahasan RUU ini cukup lama sejak dirumuskan pada 2014, dan hingga 2019 pembahasan hanya sampai pada tingkat pertama karena menuai pro-kontra di masyarakat. Studi ini fokus menganalisis kegagalan DPR dalam mengesahkan RUU PKS ini dengan menggunaka metode kualitatif berupa wawancara mendalam dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan pada dasarnya merupakan isu krusial yang memerlukan solusi melalui sebuah regulasi. RUU PKS dianggap dapat melindungi hak-hak perempuan dari kekerasan. Tetapi pada sisi lainnya, RUU PKS dinilai bertentangan dengan moral maupun ajaran agama bahkan sampai dianggap melegalkan seks bebas ataupun LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Masih melekatnya budaya patriarki, kurangnya komitmen maupun pemahaman representasi politik para anggota legislatif dalam membela hak-hak perempuan, juga masih adanya seksisme institusional di lembaga legislatif Indonesia, menjadi temuan dari penelitian terkait penyebab gagalnya pengesahan RUU PKS pada tahun 2019. ......The People's Representative Council of the Republic of Indonesia (DPR RI) failed to pass the Bill on the Elimination of Sexual Violence (RUU PKS) in 2019, which was the draft proposed by the DPR in 2016 in the 2014-2019 Priority National Legislation Program (Prolegnas) Bill. The discussion of this bill has taken a long time since it was formulated in 2014, and until 2019 discussions only reached the first level because of the pros and cons in society. This study focuses on analyzing the failure of the DPR in passing the PKS Bill by using qualitative methods in the form of in-depth interviews and literature review. The results showed that sexual violence against women is basically a crucial issue that requires a solution through a regulation. The PKS Bill is considered to be able to protect women's rights from violence. But on the other hand, the PKS Bill is considered to be contrary to moral and religious teachings and is even considered legalizing free sex or LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender). The inherent patriarchal culture, lack of commitment and understanding of the political representation of legislators in defending women's rights, as well as institutional sexism in the Indonesian legislature, are findings from research related to the failure to ratify the PKS Bill in 2019.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Equanjana Fatah Sedono
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini menjelaskan bentuk representasi politik perempuan antara anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI dengan kelompok perempuan menggunakan studi kasus proses pengusulan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun 2014-2016. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan sekunder. Temuan penelitian memperlihatkan adanya hambatan anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI dalam mewakili kepentingan kelompok perempuan. Hambatan tersebut berasal dari paradigma anggota legislatif perempuan yang belum sadar kesataan gender maupun terbentur dengan kepentingan partai politik. Anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI lebih mewakili kepentingan partai politik daripada kepentingan kelompok perempuan.
ABSTRACT
This skripsi explains of womens political representation forms of women legislative members in Baleg DPR-RI and womens groups in the legislation process of Elimination of Sexual Violence bill during 2014-2016. This study used qualitative method with primary and secondary data. The research findings showed that there were obstacles for women legislators in theBalegDPR-RI to represent the interests of womens groups. These barriers stem from the paradigm of women legislators who either have not been aware of gender equality or have collided with the interests of political parties. Womens legislative members in the BalegDPR-RI are more representative for the interests of political parties than the interests of women's groups.
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunsaribu, Risna Desimory
Abstrak :
Artikel ini merupakan bentuk interpretasi filosofis berdasarkan teori feminis radikal atas persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2019, angka laporan atas tindak kekerasan seksual semakin bertambah.  Akar dari kekerasan seksual datang dari perbedaan biologis perempuan dan laki-laki yang bergeser pemaknaan secara konstruktif dalam masyarakat. Laki-laki dianggap memiliki dominasi seksual atas perempuan. Adanya politik seksual yang dilanggengkan negara menjadikan perempuan terenggut otoritasnya di wilayah privat dan publik. Negara pernah melakukan politisasi seksual perempuan dengan simbol `Iboe Negara`. Simbol ini melanggengkan budaya patriarkal di Indonesia. Menggunakan metode pendekatan feminis praxis, artikel ini mengolah data temuan dari Komnas Perempuan terutama terkait kasus kekerasan seksual. Analisis dan kritik atas politik seksual pada artikel ini juga menyorot Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal ini menjadi kesimpulan akhir dari artikel sebagai bentuk jaminan negara Indonesia terlibat untuk melindungi perempuan dari kasus kekerasan seksual.
This article is using a philosophical interpretation based on radical feminist theory to analyse the issue of sexual violence against women in Indonesia. Based on data from Komnas perempuan in 2019, the number of victims of sexual violence is increasing. The root of sexual violence comes from the biological differences between women and men that has been constructed in society. Men are considered to have sexual dominance on women. The existence of sexual politics which is maintained by the state makes women taken away by their authority in the private and public areas. In history, the state has carried out the sexual politicization of women with the symbol "Iboe Negara". This symbol preserve patriarchal culture in Indonesia. Using the praxis feminist approach, this article process the data research  from Komnas Perempuan, especially related to cases of sexual violence. The analysis and criticism of sexual politics in this article also highlights the Draft Law on the Elimination of Sexual Violence. The final conclusion of the article as a form of guarantee that the Indonesian state is involved in protecting women from cases of sexual violence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Magfira Tirtamara Sanubari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan praktik bisnis politik perusahaan dalam keterlibatannya pada aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR). Merujuk penelitian terdahulu, Castello dan Galang (2014) berargumen bahwa perusahaan-perusahaan di Asia semakin banyak menggunakan bentuk legitimasi moral untuk mendapatkan pengakuan masyarakat melalui keterlibatan dalam mendorong aksi sosial. Penulisan ini bertujuan untuk melihat kepentingan perusahaan The Body Shop Indonesia dalam mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Melalui pendekatan studi kualitatif, penulis mengumpulkan data primer melalui wawancara dengan The Body Shop Indonesia, Komnas Perempuan, Magdalene, dan Yayasan Pulih. Hasil penelitian ini menemukan bahwa The Body Shop Indonesia menggunakan legitimasi moral dalam menjalankan aktivitas kampanye Stop Sexual Violence sebagai bentuk kepentingan politik perusahaan. Terdapat tiga alasan mengapa perusahaan The Body Shop Indonesia terlibat dalam mendorong pengesahan RUU PKS yaitu: (1) belum adanya payung hukum komprehensif yang bisa melindungi masyarakat Indonesia khususnya perempuan dalam isu kekerasan seksual, (2) adanya pengaruh dari citra yang dibangun The Body Shop Indonesia sebagai feminist brand, (3) adanya pengaruh mempertahankan reputasi nilai-nilai yang dipegang oleh The Body Shop Internasional. ...... This research was conducted to explain corporate political business practices in its involvement in Corporate Social Responsibility activities (CSR). Referring to previous research, Castello and Galang (2014) argue that companies in Asia are increasingly using forms of moral legitimacy to gain public recognition through involvement in promoting social action. This paper aims to look at The Body Shop Indonesia's corporate interests in encouraging the ratification of the Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Through a qualitative study approach, the researcher collected primary data through interviews with The Body Shop Indonesia, Komnas Perempuan, Magdalene, and Yayasan Pulih. The results of this study found that The Body Shop Indonesia uses moral legitimacy in carrying out Stop Sexual Violence campaign activities as a form of corporate political interest. There are three reasons why The Body Shop Indonesia company is involved in the action of passing RUU PKS: (1) there is no comprehensive legal protection that can protect the community, especially women in the issue of sexual violence, (2) the influence of the image built by The Body Shop Indonesia as a feminist brand, (3) the influence of maintaining the reputation of the values held by The Body Shop International.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library