Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Padmi Kramadibrata
Abstrak :
Inventarisasi jenis-jenis rotan sulawesi yang terutama didasarkan pada penelitian morfologi ciri-ciri taksonomi material herbarium yang tersimpan di Herbarium Bogoriense, Bogor telah dilakukan selam bulan Agustus-Desember 1985. Di Sulawesi dijumpai tiga marga rotan yaitu Korthalsia (1 jenis), Daemonorops (5 jenis), dan calamus (23 jenis). Diantaranya ditemukan 3 jenis Calamus yang belum pernah dipertelakan. Dari ketiga marga rotan tersebut, 22 jenis merupakan tumbuahn endemik, 10 diantaranya ternyata umum dijumpai dan beberapa jenis lainnya diperkirakan merupakan tumbuhan langka. Spesimen 6 jenis rotan lain yang endemik Sulawesi tidak dimilki oleh Herbarium Bogoriense. Kunci identifikasi disajikan. Perbedaan dan kesamaan antara marga dan jenis, habitat, serta penyebaran jenis menurut lokasi dan ketinggian dibahas. Jumlah jenis seta marga rotan di sebelah barat garis Wallace jauh lebih besar (Semenanjung Malaya: 9 marga, 104 jenis; Sabah: 7 marga, 79 jenis) daripada flora rotan di sebelah timurnya (Sulawesi: 3 marga, 29 jenis). Diperkirakan flora rotan di Sulawesi merupakan migrasi rotan di bagian barat garis Wallace yang bergerak ke arah timur dari utara melalui Kalimantan-Filipina dan dari selatan melalui Jawa.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niarsi Merry Hemelda
Abstrak :
Penelitian mengenai pengaruh gradien ketinggian terhadap variasi morfologi rotan Calamus javensis Blume (Arecaceae) telah dilakukan di Gunung Kendeng, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui variasi morfologi, sebaran variasi morfologi populasi C. javensis terhadap ketinggian, serta mengidentifikasi karakter morfologi tertentu yang dipengaruhi ketinggian. Sebanyak 16 karakter morfologi C. javensis yang meliputi organ batang dan daun dianalisis menggunakan Cluster Analysis (CA) dan Principal Component Analysis (PCA). Penelitian dilakukan pada kisaran ketinggian 1000--1300 mdpl, namun populasi C. javensis di Gunung Kendeng sudah tidak dijumpai pada ketinggian 1200--1300 mdpl. Hasil CA menunjukkan adanya 3 kelompok C. javensis berdasarkan variasi morfologi di Gunung Kendeng, TNGHS. Kelompok 3 yang memiliki karakter jumlah duri jarang serta leaflet basal spreading merupakan C. javensis var. inermis. Hasil PCA menunjukkan bahwa karakter yang berperan dalam variasi morfologi populasi C. javensis meliputi leaflet basal, jumlah duri upih, panjang petiolus, bentuk leaflet basal, diameter batang, dan panjang duri upih. Sebaran variasi morfologi berdasarkan ketinggian masih tumpang tindih. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan bahwa gradien ketinggian tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada ke-16 karakter morfologi populasi C. javensis pada ketinggian 1000--1200 mdpl. Dapat disimpulkan bahwa karakter morfologi dari C. javensis pada ketinggian 1000--1200 mdpl di gunung Kendeng belum menunjukkan clinal variation. ......Altitudinal gradient effect on morphological characters of Calamus javensis Blume (Arecaceae) has been studied in Mountain Kendeng, Mountain Halimun Salak National Park (MHSNP), West Java. The goals of this study were to analyze morphological variation and variation distribution of C. javensis population, also to identify certain characters that affected by altitudinal gradient. 16 morphological characters from stem and leaf were analyzed using Cluster Analysis (CA) and Principal Component Analysis (PCA). The range of altitude that used in this study was 1000--1300 mdpl, but C. javensis population was absent in 1200--1300 mdpl. CA classified C. javensis specimens into 3 groups. The third group, characterized by few spines on its leaf sheath and spreading basal leaflet, was identified as C. javensis var. inermis. Characters that were analyzed using PCA showed that basal leaflet, spine abundance of leaf sheath, petiole length, basal leaflet shape, stem diameter, and leaf sheath spine length were important characters in morphological variation of C. javensis. Morphological variation of C. javensis showed overlapped distribution. Simple linear regression analysis showed there was no character of C. javensis that significantly affected by altitudinal gradient. In conclusion, morphological characters of C. javensis population in Mountain Kendeng, MHSNP, from 1000 to 1200 m.a.s.l. had not showed the clinal variation yet.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1591
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang mendominasi bahan baku rotan dunia, untuk itu perlu meningkatkan upaya yang dapat melestarikan sumberdaya rotan sehingga tetap dapat diambil manfaatnya bagi masyarakat dan bagi devisa negara. Masalah yang timbul adalah semakin Iangkanya sumberdaya rotan di hutan alam dan bagaimana mengusahakan pengembangannya melalui budidaya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) seberapa besar potensi rotan yang terdapat di hutan alam; (2) jenis bahan baku apa yang diperlukan dan berapa besar drbutuhkan oleh industri rotan; serta (3) mengetahui kelayakan budidaya rotan dilihat dari segi teknis, lingkungan dan sosial ekonomi. Sehubungan dengan itu untuk kawasan hutan KPH Sukabumi diajukan dua hipotesis yaitu (1) potensi rotan alat dapat memenuhi kebutuhan industri rotan Tegalwangi; dan (2) kawasan hutan layak untuk dijadikan kawasan budidaya rotan. Desain penelitian berupa survai analitis, di mana data potensi rotan alam diambil dengan menggunakan sistematik sampling dengan unit contoh berupa jalur dengan intensitas 0,05%, sedangkan data lain diambil melalui pengamatan lapangan, wawancara bebas dengan buruh kerja, data dari sentra industri rotan Tegalwangi serta pustaka.

Pengolahan data potensi rotan dilakukan dengan metoda Ratio estimate in stratified sampling (dengan stratum pertama berupa hutan produksi dan stratum kedua berupa hutan lindung). Anallsis finansial diolah dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost (B/C) ratio dan metode Pay Back Period (PBP).

Dari data diperoleh hutan alam KPH Sukabumi terdapat rotan lokal batangan masak tebang sebanyak 11.278.671 batang terdiri dari 8.526-181 batang terdapat di hutan produksi dan 4.750.491 batang terdapat di hutan lindung dengan jenis-jenis sebagai berikut Balukbuk (Plectocomia griffithii), Teretes (Calamus heteroides), Seuti (C. scipionum), Seel (Daemonorops hystrix), Sampay (Korthalsia junghunif), Pelah (C. perokensis), dan Mencek (D. langipes). Sedangkan jenis-jenis yang digunakan industri rotan Tegalwangi pada tahun 1991 yang berjumlah 6.404.010 batang berasal dari jenis Manau (C. manan), Seuti, Mandola, Seel, Tohiti (C. irops), Balukbuk, Teretes dan Semambu (C. scorpionum) dengan laju peningkatan penggunaan rotan batangan 30,07% per tahun. Sedangkan rotan jari masak tebang terdapat sebesar 91.501,74 kg di mana 36.169,46 kg terdapat di hutan produksi dan 58.521,40 kg terdapat di hutan lindung, dengan jenis-jenis berupa Peuteuy (C. ciliaris), Omas (C. oxleiyamus), Leules (C. asperrimus), Kidang (D. grandis) dan Cacing (C. javensis). Adapun bahan baku yang digunakan oleh industri Tegalwangi pada tahun 1991 berjumlah 3.310.000 kg dengan jenis yang dibutuhkan berupa rotan Sega (C. caesius), Irit (C. trachycoleus) dan Pulut, dengan laju peningkatan penggunaan rata-rata sebesar 23,74% per tahun.

Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pertama ditolak karena rotan alam lokal KPH Sukabumi tidak dapat memenuhi akan jenis yang diminta maupun dari ketersediaan potensi rotan yang terdapat di alum secara terus menerus.

Dengan mempertimbangkan permintaan pasar, kesesuaian tempat tumbuh, kemudahan penyediaan benih, teknik silvikultur, peluang teknologi dan kualitas hasil yang diharapkan maka jenis yang dipilih untuk dibudidayakan adalah rotan Manau, Seel, Seuti, Balukbuk, Pelah dan Teretes.

Dengan analisis finansial pada discounted rate 16% layak dibudidayakan rotan dalam bentuk tanaman pengisi dari jenis rotan lokal maupun rotan Manau. Sedangkan dengan mempertimbangkan permintaan pasar dan kondisi resistensi lingkungan maka sebaiknya dilaksanakan budidaya dalam bentuk tanaman pengisi roman campuran. Kondisi ini juga didukung oleh kondisi sosial masyarakat yang memerlukan penyediaan lapangan kerja, dalam hal mana budidaya rotan dengan sistem ini dapat menyerap 641 orang tenaga kerja, sehingga hipotesis kedua dapat diterima.
Abstract
Indonesia is a country that dominates rattan supply for the worldwide. As of this, Indonesia must make efforts to conserve the resources while at the same takes advantages of its resources and the foreign exchange. The problems here were (1) the concern was that the rattan resource in the natural forest was declining too much that it would soon be endangered; (2) the effort to improve this condition can be made-through planting (cultivation).

These research objectives were to assess the potency of rattan in the natural forest, and to assess the feasibility of each variety of rattan planting that would considering the technical, environmental and social economical aspects. The hypotheses were (1) the potency of natural rattan which should fulfill the demand of Tegalwangi rattan industry; (2) the forest area should be feasible for the rattan planting area. The research design was analytical survey. The sampling technique for the rattan potency data was systematic sampling, with lines sampling units and its intensity was 0,05%. Observation, interview and secondary sources have collected the other data.

The rattan potency data were processed by the ratio estimated in stratified technical sampling method, where the first stratum was production forest and the second stratum was protection forest. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost (BC) Ratio and Pay Back Period processed the financial analyses.

In the natural forest of KPH Sukabumi that has been found 13,278,671 pieces mature trees of local rattan which consist of 8,526,181 pieces ?riom production forest and 4,750,491 pieces from protection forest. Those rattan species were Balukbuk (Plectocomia griffithii), Teretes (Calamus heteroides), Seuti (C. scipionum), Seel (Daemonorops hystrix), Sampay (Korthalsia junghunii), Pelah (C. perokensis), and Mencek (D. Iangipes). In 1991 Tegalwangi rattan industry used 6,404,010 pieces rattan, its species were Manau (C. manan), Seuti, Mandela, Seel, Tohiti (C. irops), Balukbuk, Teretes and Semambu (C. scorpionum), with a rattan using growth rate of 30.07% per annum.

The mature finger rattans that have been found were as follows 91,501.74 kg where 36,169.46 kg was in the production forest and 58,521.40 kg was in the protection forest. Those rattan species were Peuteuy (C. ciliaris), Omas (C. oxleiyamus), Leules (C. asperrimus), Kidang (D. grandis) and Cacing (C. javensis). In 1991 Tegalwangi rattan industry used 3,310,000 kg which its species were Sega (C. caesius), Irit (C. trachycoleus) and Pulut, with a rattan using growth rate of 23.74% per annum.

Based on those data, the first hypothesis was rejected, because the local natural rattan from KPH Sukabumi could not fulfill the demand of the species and supply continually.

The selected species for planting were Manau, Seel, Seuti, Balukbuk, Pelah and Teretes. The considering was based on the market demand, habitat suitability, ease of seed supply, silviculture technic, technology and crop quality.

Based on the financial analysis on 16% discounted rate, the rattan should be feasible for planting in inter-planting form, from both local rattan and Mauna rattan. Considering on the market demand and the environment resistance condition, the planting should be done in mixed rattan inter- planting form. This condition should be supported by a societal condition that needs working opportunities. The rattan planting by this system needs 641 workers; thus the second hypothesis was accepted.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setianto
Abstrak :
ABSTRAK
Bertahun-tahun lamanya pendapatan devisa dari minyak bumi menjadi andalan penerimaan negara dalam membiayai pembangunan nasional. Dengan merosotnya harga minyak bumi, maka pendapatan pemerintahpun menjadi berkurang dengan drastis. Kemerosotan harga minyak bumi segera di susu1 dengan turunnya harga produk-produk primer lainnya yang biasanya dipasok oleh Indonesia.

Dengan latar belakang peristiwa tersebut, pemerintah dipaksa untuk mengembangkan ekspor komoditas nonmigas. Sektor yang selama komoditas migas masih menjadi primadona bagi penerimaan pemerintah belum mendapat perhatian.

Salah satu komoditas yang dikembangkan ekspornya adalah komoditas hasil hutan, sumber daya yang tersedia melimpah di Indonesia. Industri kayu lapis telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi penerimaan devisa pemerintah, kemudian disusul dengan rotan. Pada mulanya rotan diekspor dalam bentuk bahan baku dan bahan setengah jadi. Adanya keinginan untuk mendapatkan devisa yang lebih besar ataupun adanya desakan dari golongan tertentu yang meminta fasilitas (rent seeker) maka diterbitkanlah kebijakan perdagangan internasional dalam subsektor rotan. Kebijakan tata niaga ekspor rotan tersebut dimulai dengan pelarangan ekspor bahan baku kemudian dilanjutkan dengan pelarangan ekspor rotan setengah jadi. Kebijakan perdagangan internasional dalam tata niaga ekspor rotan ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat berupa merosotnya harga bahan baku rotan serta hilangnya lapangan pekerjaan bagi puluhan ribu petani kecil pemungut dan pengumpul rotan.

Merosotnya bukan saja volume ekspor tetapi juga nilai ekspor rotan mengisyaratkan belum siapnya para calon investor untuk terjun dalam industri pengolahan rotan.

Kebijakan tata niaga ekspor rotan bukanlah kebijakan yang optimal, mengingat banyak dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan tata niaga ekspor rotan tersebut.

Analisis keunggulan komparatif industri rotan Indonesia baik analisis statis (1989) maupun analisis dinamis dengan menghitung DDRC tahun 2000 dengan pendekatan harga pasar menghas i 1 kan kes i mpu l an bahwa pengembangan i ndustr i rotan untuk saat ini maupun sampai tahun 2000 masih layak (feasible), karena masih memiliki daya saing internasional. Meskipun terjadi penurunan daya saing internasional karena indeks DRC untuk tahun 1989 = 0,85 meningkat menjadi 0,88 pada tahun 2000.

Dengan terbatasnya waktu, perhitungan keunggulan komparatif yang bi sa di 1 akukan baru pad a ti ngkat satu macam produk rotan yaitu mebel (furniture). Sangat diharapkan di kemudian hari akan dilanjutkan penelitian pada jenis produk yang lain seperti: anyaman (webbing) lampit (mats) serta produk yang lainnya. Sehingga akan memberikan gambaran yang lebih lengkap (comprehensive) lagi tentang keunggulan komparatif pada industri rotan di Indonesia.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1984
S17568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
Abstrak :
Untuk melengkapi pehgetahuan tentang hubungan kekerabatan antara jenis-jenis rotan marga Calamus dilakukan penehtian menggunakan analisis sidik kelompok dengan metode UPGMA terhadap data sitogenetik dari kariotipe lima jenis rotan. Hasil yang didapat berupa tiga pohon kekerabatan yang berbeda. Pohon kekerabatan pertama meletakkan Calamus ornatus B!: dalam satu cluster dengan Calarnusjavensis Bi. Dua pohon kekerabatan Iainnya menempatkan C. ornafus BI. dan C. zollingerii da)am satu cluster. Ca/amus manan Mq. dan Calamus c/il/ar/s BI terletak pada cluster yang sama untuk ketiga pohon kekerabatan. Dan penelitian ml diketahul bahwa analisis UPGMA dapat dilakukan dengan memanfaatkan data kariotipe.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Rodina Sumarjono
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetto Wisanggeni Galmantro
Abstrak :
Cirebon merupakan sentra kerajinan rotan yang sudah terkenal sejak periode 1930- an dengan pusatnya yang berada di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru. Usaha tersebut dirintis oleh salah satu warganya hingga berkembang menjadi sentra kerajinan rotan sampai mendapat perhatian pemerintah Orde Baru pada tahun 1970 untuk mengembangkan industri rotan sampai ke pasar ekspor. Penelitian ini membahas tentang perkembangan industri rotan Desa Tegalwangi tahun 1970 – 1990-an dengan menggunakan metode Sejarah yang meliputi, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan berupa arsip pemerintah, berita surat kabar, buku, dan jurnal artikel sebagai pendukung. Penelitian tentang industri rotan di Indonesia memang sudah ada, tetapi penelitian tentang industri rotan di Desa Tegalwangi, Cirebon masih jarang khususnya pada periode 1970 – 1990-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan industri rotan yang dilakukan pemerintah Orde Baru melalui program pilot project di Desa Tegalwangi dengan memberikan bantuan berupa pelatihan serta kredit modal kepada para perajin dan pengusaha. Hal tersebut kemudian berdampak pada pertambahan jumlah perusahaan rotan, penyerapan tenaga kerja yang meningkat, rotan Tegalwangi yang berhasil menembus pasar internasional, meningkatnya kesejahteraan warga desa. Tetapi terdapat juga dampak buruk, yaitu pengusaha yang kekurangan bahan baku dan aksi penjiplakan desain. ......Cirebon has been famous since the 1930s as a rattan craft center that with its center in Tegalwangi Village, Weru District. This business was started by one of the residents and developed into a rattan craft center until it received attention from the New Order government in 1970 to develop the rattan industry to the export market. This research discusses the development of the rattan industry in Tegalwangi Village in the 1970s - 1990s using historical methods which include heuristics, verification, interpretation and historiography. The sources used are government archives, newspaper reports, books and journal articles as support. Research on the rattan industry in Indonesia already exists, but research on the rattan industry in Tegalwangi Village, Cirebon is still rare, especially in the 1970 - 1990s period. The research results show that the development of the rattan industry was carried out by the New Order government through a pilot project program in Tegalwangi Village by providing assistance in the form of training and capital credit to craftsmen and entrepreneurs. This then had an impact on increasing the number of rattan companies, increasing employment opportunities, Tegalwangi rattan succeeded in penetrating the international market, improving the welfare of village residents. However, there are also bad impacts, such as rattan entrepreneurs lacking raw materials and plagiarizing designs.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Dhanik Prastiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Harga rotan yang tidak stabil merupakan permasalahan yang dihadapi oleh para petani rotan. Mereka harus menerima harga yang telah ditetapkan oleh pasar. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan social ekonomi petani rotan di Katingan, maka permasalahan yang akan dibahas yaitu (1) Bagaimana sistem penjualan rotan di desa? (2) Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani rotan menghadapi fluktuasi harga rotan? Penelusuran permasalahan ini dilakukan di desa Talingke, Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah. Pengumpulan data dilakukan dilokasi tersebut melalui tiga teknik yaitu studi pustaka, observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa dalam sistem penjualan rotan di desa, terdapat dua hingga tiga pelaku utama yaitu petani rotan, pemberi panjar dan pemilik modal (pengepul). Ketiga pelaku tersebut membentuk hubungan resiprositas dan sekaligus patron-klien. Dominasi pemilik modal dalam menentukan harga dihadapi petani rotan dengan mencari alternative mata pencaharian lain. Strategi yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya sebagai sumber penghasilan.
Kalimantan: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2017
900 HAN 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Djatmiko
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>