Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Medis Barjana
"ABSTRAK
Rosin diperoleh setelah terpentin dan air dihilangkan dari oleoresin. Rosin Indonesia yang umumnya berasal dari spesies Pinus merkusii mempunyai bilangan asam, bilangan penyabunan yang berbeda dari rosin pada umumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kandungan asam merkusat yang merupakan asam dikarboksilat pada rosin tersebut.
Telah dicoba untuk menurunkan kandungan asam merkusat dengan menambahkan suatu basa lemah Basa lemah yang dipakai adalah anilin, difenilamin dan natrium bikarbonat. Dari penambahan basa ini diharapkan terjadinya penurunan kandungan asam merkusat tanpa menurunnya kualitas warna. Padatan rosin yang diperoleh kembali setelah proses ekstraksi dianalisis. Analisis rosin ini mencakup penentuan wama, titik lunak, bilangan asam, bilangan penyabunan serta komposisi asam resinnya.
Untuk penentuan komposisi asam resin hanya dilakukan pada konsentrasi penambahan basa 0,001 M, 0,003 M dan 0,005 M dengan menggunakan alat kromatografi gas. Untuk analisis kualitatif berdasarkan waktu retensi relatif serta data kromatogram dari literatur, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan metode normalisasi internal.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asam merkusat menurun dengan persentase berkisar 1 sampai 25,5 %. Hasil analisis lain yaitu bilangan asam dan bilangan penyabunan juga mengalami penurunan berkisar 12 sampai 27 angka dari kondisi awal untuk bilangan asam sedangkan untuk bilangan penyabunan 3 sampai 18 angka. Penurunan ini masih sesuai dengan standar rosin yang berlaku di Indonesia. Hasil analisis warna menunjukkan penurunan kualitas begitu pula dengan titik lunak mengalami perubahan sekitar 4 sampai 10° C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulmanelis Darwis
"ABSTRAK
Rosin atau gondorukem merupakan residu penyulingan getah pohon pinus (oleorosin) . Rosin terdiri antara 85 - 90 % asam-asam resin serta 10 - 15 % komponen-komponen natal. Rosin produksi Indonesia yang umumnya berasal dari spesies Pinus merkusii, ternyata mempunyai kadar asam abietat lebih rendah dibandingkan rosin produksi negara lain seperti Cina, Portugis dan Amerika. Kecilnya kandungan asam abietat ini diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kualitas rosin produksi Indonesia lebih rendah dibandingkan rosin produksi negara-negara lain.
Sebagian besar asam resin yang terdapat dalam rosin merupakan isomer satu sama lain. Oleh karena itu dengan proses isomerisasi yang tepat dapat terjadi perubahan suatu asam resin menjadi asam resin lain, yang mengakibatkan terjadi perubahan komposisi asam resin dalam rosin.
Pada penelitian ini telah dicoba dua teknik isomerisasi, yaitu isomerisasi termal dan isomerisasi dengan katalis asam, dengan tujuan dapat menghasilkan peningkatan kadar asam abietat dari rosin.
Kondisi optimum pada isomerisasi termal diperoleh dengan melakukan variasi suhu pemanasan antar 1850C samapai 2500C. Sedangkan pada isomerisasi dengan katalis dilakukan variasi konsentrasi katalis antara 0,6 M sampai 1,4 M. Kadar asam abietat dalam rosin isomerisasi diukur dengan alat Kromatografi Gas.
Hasil penelitian menunjukkan balk isomerisasi dengan pemanasan maupun dengan katalis asam, dapat meningkatkan kadar asam abietat dalam rosin. Isomerisasi dengan pemanasan menghasilkan kadar asam abietat maksimum pada temperatur pemanasan 250 ° C yaitu sebesar 69,83% dari kadar awal sebelum pemanasan 21,23 %. Isomerisasi dengan katalis asam menghasilkan kadar asam abietat maksimum pada penggunaan katalis dengan
konsentrasi 1,2 M yaitu sebesar 61,81 %. Penggunaan konsentrasi Iebih pekat tidak menunjukkan peningkatan lagi.
Walaupun dua proses dapat menghasilkan peningkatan kadar asam abietat, tetapi isomerisasi dengan teknik pemanasan mempunyai beberapa keunggulan yaitu proses yang lebih sederhana dan tidak menimbulkan perubahan warna pada rosin dibandingkan sebelum isomerisasi. Sedangkan isomerisasi dengan bantuan katalis asam membutuhkan banyak tahap perlakuan dan warna rosin menjadi lebih gelap dibandingkan keadaan awal sebelum isomerisasi.

ABSTRACT
Rosin is obtained from pine tree after the volatile oil or turpentine was remove. Rosin consists of 85 - 95 % resin acids and 10 - 15 % neutral components. In Indonesia rosin is usually produced from species of Pinus merkusii which has abietic acid content lower than rosin produced from China, Portugal, and America. The lower content of abietic acid could be the one of the factor causing Indonesian rosin quality to be lower than those of other country.
Mayority of resin acids formula in the rosin are isomer to each other. Consequecently, the correct isomerization process can transform the resin acid to another resin acid. It means that the acid composition of the total rosin changes.
In this experiment two isomerization techniques had been used. They are thermal isomerization and acid catalyzed isomerization, which the objective is to increase the abietic acid content. To obtain the optimum condition of thermal isomerization the variation of temperatures are use between 185 0 C to 250 ° C. Whereas in acid catalyzed isomerization the variation of catalyst concentrations were performed between 0,6 M to 1,2 M . The abietic acid content after isomerization process was measured by gas chromatography.
Experimental results show that thermal isomerization as well as acid catalysed isomerization, can increase abietic content in the rosin. Thermal Isomerization can enchance maximum abietic content 69.83 % from the initial content t 21.23 %). The optimal temperature of thermal isomerisasi can achieve by 250 C. Using the concentration of mineral acid, 1.2 M, as catalyst can inverse the maximum abietic acid content to 61.81 % from initial amount :31.82 %.
Although the two process above can increase the result of abietic content, but thermal isomerization has certain advantages over acid catalyzed isomerization . That is because the technique is simple and no color change in rosin compared to condition before isomerization. Whereas isomerization with aid of acid catalyst requires several stages of treatment and the rosin colour becames darker than the initial condition before isomerization.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Fuad Ibrahim
"Preparasi nanokomposit masterbatch pati/organoclay digunakan sebagai bahan pencampur pembuatan plastik kemasan yang bersifat biodegradable. Masterbatch tersusun atas pati singkong (tapioka), organoclay (montmorillonite), dan bahan aditif (plasticizer dan compatibilizer). Proses sintesis dengan metode melt compounding (pencampuran lelehan) yang dilakukan menggunakan alat Rheomix mixer. Untuk mendapatkan masterbatch optimum, struktur dan morfologi dari masterbatch diamati menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Diffraction (XRD) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Bahan aditif gliserol monostearat (GMS) dan gum rosin (GR) dapat mempengaruhi perbedaan pembentukan thermoplastic starch (TPS) yang menjadi matriks dari masterbatch. Penggunaan GMS sebagai aditif dengan konsentrasi pati sebesar 36% (wt) menunjukkan morfologi permukaan yang paling homogen, pati mengalami destrukturasi menjadi TPS secara merata, menghasilkan penurunan basal spacing menjadi 2,04 nm dan terbentuk struktur interkalasi. Penggunaan GR sebagai aditif dengan konsentrasi pati yang sama, menunjukkan morfologi permukaan yang kurang homogen, tidak semua pati mengalami destrukturasi dan peningkatan basal spacing organoclay sebesar 3,89 nm serta terbentuk struktur eksfoliasi. Selain itu, peningkatan konsentrasi pati juga memberikan pengaruh terhadap morfologi masterbatch. Semakin banyak konsentrasi pati, morfologi dari masterbatch semakin tidak homogen.

Preparation of nanocomposite masterbatch starch / organoclay were used as biodegradable mixed materials on the manufacturing of plastic packaging. Masterbatch consist of cassava starch, organoclay (montmorillonite), and additives (plasticizer and compatibilizer). The synthesis process by melt compounding using a Rheomix mixer. To obtain optimum structure and morphology of the masterbatch were observed using Scanning Electron Microscope (SEM), X-Ray Diffraction (XRD) and Differential Scanning Calorimetry (DSC). The Additives glycerol monostearate (GMS) and gum rosin (GR) can influenced the differences in the homogeneous of thermoplastic starch (TPS) as a matrix of the masterbatch. The using of GMS as an additive with a 36% (wt) concentration of starch showed the most homogeneous surface morphology, destructuring of starch into TPS homogeneously, the basal spacing of organoclay was decreased into 2.04 nm and obtain intercalated structure. The using of GR as an additive with the same concentration of starch, showed a less homogeneous surface morphology, destructuring of starch into TPS is not homogeneous, increased basal spacing to 3.89 nm and obtain exfoliated structure. Furthermore, the increased starch concentrations was also influence on the morphology of masterbatch. Increased of starch concentration caused the non homogeneous morphology of the masterbatch."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library